MAKALAH
SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Issu-issu Pendidikan Kontemporer
DOSEN
PENGAMPU :
Dr.
Maisah, M.pd.I
Dr.
Minah El-Wida, M.Ag

Disusun
oleh :
MUTTAQIN ROSIDI
NIM : P.p.212.1.1561
KONSENTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA IAIN STS JAMBI
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Pertama-tama
penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas hidayah, berkah,
rahmat, dan karunianya akhirnya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan,
kemudian sholawat teriring salam kita kirimkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan dalam segala aspek kehidupan
manusia sehingga menginspirasi bagi setiap langkah kebenaran ummatnya untuk
mendapatkan syafa’atnya di hari akhir kelak.
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Issu-issu Pendidikan
Kontemporer yang membahas tentang Sistem Pendidikan di Indonesia. Penyusun sepenuhnya sangat menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan, maka dari itu
sangat diharapkan kritik dan saran dari teman-teman seperjuangan di Konsentrasi
Manajemen Pendidikan Islam terutama dosen pengampu, Ibu Dr.Maisah, M.Pd.I dan Dr. Minah El-Wida,M.Ag demi perbaikan makalah ini ke arah yang lebih
baik. Akhirnya kepada Allah SWT kita
memohon do’a dan berserah diri atas segala kekurangan, semoga makalah ini
berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua.
Jambi,
Oktober 2013
Penulis
Muttaqin
Rosidi
Nim
: P.p.212.1.1561
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI
............................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang 1
B.
Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
1.
Pengertian Sistem ................................................................................... 3
2.
Pengertian Pendidikan ........................................................................... 4
3.
Komponen Sistem Pendidikan .............................................................. 8
4.
Sistem Pendidikan Sentralisasi dan Desentralisasi .......................... 12
5.
Faktor Penghambat Sistem Pendidikan .............................................. 17
BAB III KESIMPULAN ...................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap bangsa memiliki sistem
pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional masing-masing sebuah negara
terletak pada kebudayaan dan nilai-nilai bangsa itu sendiri dan berkembang
melalui sejarah sehingga dapat memberikan warna dalam seluruh gerak hidup suatu
bangsa. Sistem pendidikan nasional yang diterapkan di Indonesia berdasarkan
kepada kebudayaan bangsa dan berdasarkan pada pancasila , serta UUD 1945
sebagai nilai-nilai hidup bangsa Indonesia.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan
nasional, pemerintah telah melakukan berbagai upaya seperti halnya pengembangan
dan
penyempurnaan kurikulum, pengembangan materi pembelajaran, perbaikan sistem
evaluasi, pengadaan buku dana alat-alat pelajaran, perbaikan sarana prasarana
pendidikan, peningkatan kompetensi guru, serta peningkatan mutu pimpinan
sekolah.[1]
Tujuan Pendidikan
nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokraris serta bertanggung
jawab.[2]
Pembangunan
nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kwalitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlaq
mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan pancasila dan
undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pasal 31 Ayat (3)
menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlaq yang
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam
undang-undang, Untuk itu seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan
bangsa yang merupan salah satu tujuan negara Indonesia.
Sistem pendidikan Indonesia
yang telah di bagun dari dulu sampai sekarang ini, teryata masih belum mampu
sepenuhnya menjawab kebutuhan dan tantangan global untuk masa yang akan datang,
Program pemerataan dan peningkatan kulitas pendidikan yang selama ini menjadi
focus pembinaan masih menjadi masalah yang menonjol dalam dunia pendidikan di
Indonesia ini.
B. Rumusan
Masalah
Mengingat pembahasan makalah ini sangat
luas, Agar permasalah yang dibahas dalam makalah ini tidak jauh melebar, maka
penulis membatasi permasalahan yang akan di bahas, yaitu :
1. Apa yang dimaksud
dengan pengertian sistem dan pendidikan
?
2. Apa saja komponen
sistem pendidikan ?
3. Apa yang dimaksud
dengan sistem Pendidikan Sentralisasi
dan Desentralisasi ?
4. Apa faktor
penghambat sistem pendidikan di indonesia ?
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Sistem
Istilah sistem berasal dari bahasa
Yunani “sistema”
yang artinya: suatu keseluruhan yang tersusun dari banyak bagian (whole compounded of several parts).[3] Di
antara bagian-bagian itu terdapat hubungan yang berlangsung secara teratur.
Definisi sistem yang lain dikemukakan Anas Sudjana yang mengutip pendapat
Johnson, Kost dan Rosenzweg sebagai berikut “Suatu sistem adalah suatu
kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu himpunan atau
perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan
yang kompleks.[4]
Sedangkan menurut Arif [5]
mendefinisikan sistem sebagai
strategi yang menyeluruh atau rencana dikomposisi, oleh satu set elemen, yang
harmonis, merepresentasikan kesatuan unit, masing-masing elemen mempunyai
tujuan sendiri yang semuanya berkaitan terurut dalam bentuk yang logis.
Sistem itu adalah sebagai suatu strategi, cara
berpikir, atau model berpikir. Ini berarti ada model berpikir sistem dan ada
berpikir nonsistem.Semua yang ada di dunia bisa dipandang sebagai suatu sistem
mulai dari yang besar seperti tata surya, bumi, Negara, orang, peredaran darah,
sampai dengan satu biji gigi dapat dipandang atau dipikir sebagai suatu
sistem.Begitu pula pendidikan dapat dilaksanakan
sebagai sistem, kalau suatu sekolah dipandang sebagai
sistem, maka sistem-sistem lain yang ada
di sekitarnya seperti perumahan, pasar, sungai, dan sebagainya disebut
suprasistem.Antara sistem dengan suprasistem ada kalanya berhubungan dan ada
kalanya tidak.Bila tidak berhubungan maka disebut sistem tertutup seperti jam,
kipas, dan lain sebagainya.Sebaliknya Bila sistem itu berhubungan, maka disebut
sistem terbuka Seperti pasar manusia, dan sebagainya.
2. Pengertian Pendidikan
Secara
etimologis istilah asing yang sering dipakai untuk memaknai kata pendidikan
adalah; pedagogie (bahasa Yunani) dan
education (bahasa Latin). Kata pedagogie sendiri merupakan rangkaian
dari dua kata bahasa Yunani: pias
(anak) dan ago (saya membimbing).
Dengan demikian pedagogie berarti saya
membimbing anak. Sedangkan kata education menurut
Khursyid Ahmad berasal dari kata Latin; e,
ex (out) artinya keluar, dan ducare
duc (mengatur, memimpin, menyerahkan). Sehingga education memiliki arti mengumpulkan dan menyampaikan informasi
(pelajaran), dan menyalurkan/menarik bakat keluar. Dalam praktik pendidikan,
kegiatan-kegiatan seperti mengatur, memimpin dan mengarahkan bakat anak merupakan
aktifitas utama.[6]
Tidak mudah mendifinisikan apa sebenarnya pendidikan
itu, menurut Achmad Tafsir, di sebabkan oleh beberapa hal:
1. Banyaknya jenis kegiatan yang dapat
disebut sebagai kegiatan pendididkan, yakni; kegiatan pendidikan oleh diri
sendir, kegiatan pendidikan oleh lingkungan, dan kegiatan pendidikan oleh orang
lain terhadap orang tertentu.
2. Luas nya aspek yang dibina oleh
pendidikan; ada aspek jasmaniah, akal dan aspek hati.
3. Luasnya wilayah penyelenggaraan
pendidikan; yaitu didalam Rumah tangga, dimasyarakat dan di sekolah.[7]
Sedangkan
dari sudut pandang terminologis, pendapat para ahli pendidikan cukup beragam
dalam memberikan arti pendidikan, dan kenyataannya, pengertian pendidikan ini selalu mengalami
perkembangan, meskipun secara esensial tidak terlalu jauh berbeda, berikut ini sejumlah
pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli menurut Hasbullah[8]
:
1. Langeveld
Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan
dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu,
atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugasnya sendiri.
Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa atau
(atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran
hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujuan kepada orang yang belum dewasa.
2. John Dewey
Pendidikan
adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual
dan emosional ke arah alam dan sesame manusia.
3. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan
yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagian yang setinggi-tingginya.
Dari beberapa
pengertian atau batasan pendidikan yang diberikan para ahli tersebut, meskipun
berbeda secara redaksional, namun secara essensial terdapat kesatuan
unsure-unsur atau factor-faktor yang terdapat didalamnya, yaitu bahwa
pengertian pendidikan tersebut menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan
atau pimpinan yang didalamnya terdapat unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan
sebagainya.
Sedangkan pendidikan menurut syari’at islam maka kita
harus melihat kepada kata arab karena ajaran islam itu diturunkan dalam
bahasa arab. Kata pendidikan yang umum
digunakan dalam bahasa sekarang, dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah”,
dengan kata kerja “Rabba”. Kata “Pengajaran” dalam bahasa arabnya
adalah “Ta’lim”, dengan kata kerjanya “’Allama”. Pendidikan dan
pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Wa ta’lim”, sedangkan
Pendidikan Islam dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Islamiyah”.[9]
Sebagaiman firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al –Isra’ ayat 24 :
ôÙÏÿ÷z$#ur $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA—%!$# z`ÏB ÏpyJôm§9$# @è%ur Éb>§‘ $yJßg÷Hxqö‘$# $yJx. ’ÎT$u‹/u‘ #ZŽÉó|¹
Artinya : Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". ( Q.S.
Al-Isra’:24)
Beberapa contoh batasan difinisi pedidikan yang
berbeda berdasarkan fungsinya akan dikemukakan, sebagaiberikut :
1. Pendidikan sebagai prosess
transformasi Budaya. Pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisa budaya dari
satu generasi ke generasi berikutnya
2. Pendidikan sebagai Proses
Pembentukan Pribadi. Pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang
sistimatis dan sistemik yang terarah kepada terbentuknya kepribadian perserta
didik.
3. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan
Warga Negara. Dalam hal ini pendidikan dapat diartikan sebagai satu kegiatan
yang direncanakan untuk membekali anak didik agar menjadi warga negara yang
baik. Baik dalam arti sesuai dengan tujuan pendidikan nasional suatu Negara.
4. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga
Kerja. Pendidikan dalam artian ini adalah sebagai kegiatan membimbing peserta
didik sehingga mereka memiliki bekal dasar untuk bekerja.
5. Definisi Pendidikan menurut GBHN
1998. GBHN memberikan batasan – batasan tentang Pendidikan Nasional yang
berakar pada kebudayaan bangsa dan berdasarkan Pancasila serta Undang – Undang
Dasar 1945 dimana batasan tersebut mengarahkan untuk meningkatkan kecerdasan
serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, mandiri
sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekitarnya, dan dapat memenuhi
kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab dalam pembangunan bangsa.
Dalam hal ini pendidikan memperhatikan kesatuan aspek jasmani dan rohani, aspek
individu dan sosial, aspek kognitif, aspek afektif, aspek psikomotorik, dan
aspek hubungan pribadi individu dengan lingkungan sosial maupun alam
sekitarnya.
Dari
beberapa pengertian atau batasan pendidikan yang diberikan para ahli tersebut,
meskipun berbeda secara redaksional, namun secara essensial terdapat kesatuan
unsure-unsur atau factor-faktor yang terdapat didalamnya, yaitu bahwa
pengertian pendidikan tersebut menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan
atau pimpinan yang didalamnya terdapat unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan
sebagainya
3. Komponen
Sistem Peendidikan
Adapun komponen-komponen yang termasuk
dalam sistem pendidikan dapat dibagi menjadi 6 yaitu :
1. Tujuan
Tujuan pendidikan berfungsi sebagai arah yang
ingin dituju dalam aktivitas pendidikan. Dengan adanya tujuan yang jelas, maka
komponen-komponen pendidikan yang lain serta aktivitasnya senantiasa berpedoman
kepada tujuan, sehingga efektivitas proses pendidikannya selalu diukur apakah
dapat dan dalam rangka mencapai tujuan atau tidak. Dalam praktek pendidikan,
baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat luas, banyak tujuan
pendidikan yang diinginkan oleh pendidik agar dapat dicapai oleh siswa.
Wujud
tujuan pendidikan dapat berupa pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap.
Sehingga tujuan pendidikan dapat
dimaknakan sebagai suatu sistem nilai yang disepakati kebenaran dan
kepentingannya yang dicapai melalui berbagai kegiatan, baik dijalur pendidikan
sekolah maupun luar sekolah.[10]
Tujuan pendidikan nasional dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Kecerdasan yang dimaksud disini bukan semata-mata
kecerdasan yang hanya berorientasi pada kecerdasan intelektual saja, melainkan
kecerdasan meyeluruh yang mengandung makna lebih luas.
Sedangkan tujuan pendidikan nasional
menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dirumuskan sebagai berikut : pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Dari rumusan tujuan pendidikan
nasional kita dapat menyimpulkan bahwa manusia yang ingin dihasilkan dari
sistem pendidikan di Indonesia adalah manusia yang mumpuni, yang mampu menjawab
tantangan jaman namun tetap berakar pada nilai-nilai moral yang dianut oleh
bangsa Indonesia.
2. Siswa,
Siswa/peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang
dan jenis pendidikan tertentu. Dalam pendidikan tradisional, siswa dipandang
sebagai organisme yang pasif, hanya menerima informasi dari orang dewasa. Kini
makin cepatnya perubahan sosial, dan berkat penemuan teknologi maka komunikasi
antar manusia berkembang amat cepat. Siswa di samping sebagai objek pendidikan,
ia juga sebagai subjek pendidikan, karena sumber belajar bukan hanya guru, tapi
siswa juga dapat menjadi sumber belajar terutama dalam pembelajaran aktif.
Sebagai salah satu input di lembaga pendidikan juga sebagai komponen yang turut
menentukan keberhasilan sistem pendidikan.
3. Pendidik,
Pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas
membimbing, mengajar, dan atau melatih peserta didik. Pendidik harus memiliki
kualifikasi akademik sebagai pendidik dan memenuhi beberapa kompetensi sebagai
pendidik. Kualifikasi akademik adalah
tingkat pendidikan minimal yang yang dipenuhi oleh seorang pendidik yang
dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan. Sedangkan
kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
serta pendidikan anak pada usia dini meliputi :
1. Kompetensi Pedagogik
2. Kompetensi Kepribadian
3. Kompetensi Profesional
4. Kompetensi Sosial [11]
4. Isi/materi,
Materi/isi pendidikan adalah segala sesuatu pesan yang
disampaikan oleh pendidik kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Dalam usaha pendidikan yang diselenggarakan di keluarga, di sekolah, dan di
masyarakat, terdapat syarat utama dalam pemilihan beban/materi pendidikan,
yaitu:
(a) materi
harus sesuai dengan tujuan pendidikan,
(b) materi
harus sesuai dengan kebutuhan siswa [12]
5. Situasi lingkungan dan
Lingkungan Pendidikan adalah suatu ruang dan waktu
yang mendukung kegiatan pendidikan. Proses pendidikan berada dalam suatu
lingkungan, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat.
Siswa dengan berbagai potensinya akan berkembang maksimal jika berada dalam
sebuah lingkungan yang kondusif. Sesuai dengan pendapat A. Noerhadi
Djamal bahwa lingkungan berpengaruh besar dan menentukan terhadap
kelangsungan berkembangnya potensi diri siswa.[13]
Situasi lingkungan mempengaruhi proses dan hasil
pendidikan. Situasi lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, lingkungan teknis
dan lingkungan sosio-kultural. Dalam hal-hal di mana situasi lingkungan ini
berpengaruh secara negatif terhadap pendidikan, maka lingkungan itu juga
menjadi pembatas pendidikan.
6. Alat pendidikan.
Alat pendidikan adalah pendukung dan penunjang
pelaksanaan pendidikan yang berfungsi sebagai perantara pada saat menyampaikan
materi pendidikan, oleh pendidik kepada siswa dalam mencapai tujuan pendidikan.
Peristiwa pendidikan ditandai dengan adanya interaksi edukatif. Agar interaksi
dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan, maka di
samping dibutuhkan pemilihan bahan materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih
metode yang tepat pula. Metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan
alat untuk mencapai tujuan. Untuk menentukan apakah sebuah metode dapat disebut
baik diperlukan patokan (kriterium) yang bersumber pada beberapa faktor. Faktor
utama yang menentukan adalah tujuan yang akan dicapai.
Dalam prakteknya paling tidak ada dua macam alat
pendidikan. Pertama alat pendidikan dalam arti metode, kedua alat pendidikan
dalam arti perangkat keras yang digunakan seperti media pembelajaran dan sarana
pembelajaran. Alat pendidikan dalam arti
perangkat keras adalah sarana pembelajaran dan media pembelajaran yang dapat
mendukung terselenggaranya pembelajaran aktif dan efektif. Dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) [14]
4. Sistem
Pendidikan Sentralisasi dan Desentralisasi
Dalam manajemen pendidikan dikenal dua
mekanisme pengaturan, yaitu sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dalam
sistem sentralisasi, segala sesuatu yang berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah pusat. Sementara dalam sistem
desentralisasi, wewenang pengaturan tersebut diserahkan kepada pemerintah
daerah. Kedua sistem tersebut dalam prakteknya tidak berlaku secara ekstrem,
tetapi dalam bentuk kontinum; dengan pembagian tugas dan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (lokal).
Hal ini juga berlaku dalam manajemen
pendidikan di Indonesia, sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan UUSPN 1989
bahwa pendidikan nasional diatur secara terpusat (sentralisasi), namun
penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan secara tidak
terpusat (desentralisasi). Hal tersebut cukup beralasan karena masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya dan mengurangi segi-segi negatif, pengelolaan pendidikan
tersebut memadukan sistem sentralisasi dan desentralisasi.
a.
Sentralisasi Pendidikan
Sistem pendidikan nasional Indonesia dimaksudkan untuk
menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu dan relevansi
pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan
globalisasi. Era globalisasi yang sedang terjadi saat ini dihadapkan pada
tantangan yang lebih kompleks dan persaingan sumber daya manusia yang semakin
ketat, sehingga dibutuhkan sumber daya manusia yang unggul dengan menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu upaya pemerintah untuk dapat
menghasilkan sumber daya manusia yang unggul tersebut adalah melalui
pendidikan.
Sentralisasi
adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang
berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak
digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah
Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan
kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah
pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama.
Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing
pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena
seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat.
b.
Desentralisasi Pendidikan
Desentralisasi
pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan
sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan salah satu upaya
untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk
profesionalitas guru yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik
secara regional maupun secara internasional.
Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik
dan sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan
keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air kita. Hal ini
beralasan, karena sistem birokrasi selalu menempatkan “kekuasaan” sebagai
faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan keputusan.
Sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi sejak
kekuasaan tingkat pusat hingga daerah bahkan terkesan semakin buruk dalam era
reformasi saat ini. Ironisnya, kepala sekolah dan guru-guru sebagai pihak
yang paling memahami realitas pendidikan berada pada tempat yang
“dikendalikan”. Merekalah seharusnya yang paling berperan sebagai pengambil
keputusan dalam mengatasi berbagai persoalan sehari-hari yang menghadang
upaya peningkatan mutu pendidikan. Namun, mereka ada dalam posisi tidak berdaya
dan tertekan oleh berbagai pembakuan dalam bentuk juklak dan juknis yang
“pasti” tidak sesuai dengan kenyataan obyektif di masing-masing sekolah.
Menurut Burnett e.al seperti dikutip M. Sirozi [15] Desentralisasi
pendidikan adalah otonomi untuk menggunakan input
pembelajaran sesuai dengan tuntunan sekolah dan komunitas yang dapat dipertanggungjawabkan
kepada orang tua dan komunitas. Sementara Abdul Halim [16] mengartikan terjadinya pelimpahan
kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk membuat perencanaan
dan mengambil keputusannya sendiri dalam mengatasi permasakahan-permasalahan
yang dihadapi di bidang pendidikan. Desentralisasi pendidikan juga merupakan
sebuah sistem manajemen dalam rangka untuk mewujudkan pembangunan
pendidikan yang menekankan pada kebinekaan.
Selain itu menurut Sufyarman [17]
desentralisasi pendidikan adalah sistem menajemen untuk mewujudkan pembangunan
pendidikan yang menekankan pada kebhinekaan. Pelaksanaan desentralisasi
pendidikan yang dilatarbelakangi bahwa setiap daerah mempunyai sejarah sendiri,
kondisi dan potensinya sendiri yang berbeda dengan tentang keadaan dirinya,
permasalahannya dan aspirasinya. Daerah berfungsi untuk menyusun rencana,
memutuskan kebijakan, mengambil keputusan dan menentukan langkah-langkah
pelaksanaan pendidikan daerah.
Desentralisasi pendidikan juga diartikan sebagai pelimpahan wewenang yang
lebih luas kepada daerah untuk membuat perencanaan dan pengambilan keputusan
sendiri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya di bidang pendidikan,
dengan tetap mengacu pada kepada tujuan pendidikan nasional sebagai bagian dari
upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional. Dalam pengertian ini,
desentralisasi pendidikan akan mendorong tercapainya kemandirian dan rasa
percaya diri pemerintah daerah yang pada gilirannya mereka akan berlomba
meningkatkan pelayanan pendidikan bagi masyarakat di daerahnya sendiri. Sehingga
desentralisai pendidikan merupakan sistim menajemen untuk mewujudkan
pembangunan pendidikan yang menekankan kepada kebinekaan.
Pada dasarnya tujuan dan orientasi dari desentralisasi pendidikan sangat
bervariasi berdasarkan pengalaman desentralisasi pendidikan yang dilakukan di
beberapa negara Amerika Latin, Amerika Serikat, dan Eropa. Jika yang menjadi
tujuan adalah pemberian kewenangan di sektor pendidikan yang lebih besar kepada
pemerintah daerah, maka fokus desentralisasi pendidikan yang dilakukan adalah
pelimpahan kewenangan yang kebih besar kepada pemerintah lokal atau kepada
dewan sekolah. Implisit ke dalam strategi desentralisasi pendidikan yang
seperti ini adalah target untuk mencapai efesiensi dalam penggunaan sumber daya
(school resources; dana pendidikan yang berasal dari pemerintah dan
masyarakat).[18]
Desentralisasi pendidikan berbeda dengan desentralisasi di bidang
pemerintahan lainnya, di mana disentralisasi pada bidang pemerintahan berada
pada tingkat kabupaten/kota. Sedangkan desentralisasi pendidikan tidak hanya
berhenti pada tingkat kabupaten/kota saja, tatapi justru sampai pada lembaga
pendidikan atau sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan. Sehubungan
dengan itu, maka konsepsi desentralisasi pendidikan harus dikemas dalam program
school based management (MBS), yakni suatu sistem manajemen yang
bertumpu pada situasi dan kondisi serta kebutuhan sekoleh setempat. Sekolah
diharapkan mengenali seluruh infrastruktur yang berada di sekolah, seperti
guru, siswa, sarana prasarana, finansial, kurikulum, dan sistem informasi.
Unsur-unsur manejemen tersebut harus difungsikan secara optimal dalam arti
perlu direncanakan, diorganisasi, digerakkan, dekendalikan dan dikontrol. [19]
MBS harus didukung oleh partisipasi masyarakat yang diwadahi melalui komite
sekolah/dewan sekolah yang memiliki peran sebagai berikut:
a) Pemberi pertimbangan (advisory
agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan.
b) Pendukun (supporting agency), baik yang
berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan.
c) Pengontrol (controlling
agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan
keluaran pendidikan.
d)
Mediator
antara pemerintah (eksekutif) dan legislatif dengan masyarakat.
5. Faktor
Penghambat Sistem Pendidikan
Pembangunan pendidikan yang sudah
dilaksanakan sejak Indonesia merdeka telah memberikan hasil yang cukup
mengagumkan sehingga secara umum kualitas sumberdaya manusia Indonesia jauh
lebih baik. Namun dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, kita masih
ketinggallan jauh, oleh karena itu, upaya yang lebih aktif perlu ditingkatkan
agar bangsa kita tidak menjadi tamu terasing di Negri sendiri terutama
karena terjajah oleh budaya asing dan terpaksa menari diatas irama gendang
irang lain. Upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya saing
tinggi, berwawasan iptek, serta bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan
yang relatif ringan. Hal ini di sebabkan dunia pendidikan kita masih menghadapi
berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih
menghadapi sejumlah masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang
pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
Ada beberapa masalah internal pendidikan yang
dihadapi, antara lain sebagai berikut:
- Rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity) disertai banyaknya peserta didik yang putus sekolah, serta banyaknya lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini identik dengan ciri-ciri kemiskinan.
- Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan alam (IPA), matematika, serta bahasa terutama bahasa inggris padahal penguasaan materi tersebut merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangkan iptek.
- Rendahnya efisiensi internal karena lamanya masa studi melampaui waktu standart yang sudah ditentukan.
- Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan yang disebut dengan relevansi pendidikan, yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga terdidik yang cenderung terus meningkat. Secara empiris kecenderungan meningkatnya pengangguran tenaga terdidik disebabkan oleh perkembangan dunia usaha yang masih di dominasi oleh pengusaha besar yang jumlahnya terbatas dan sangat mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat teknologi). Dengan demikian pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja jauh lebuh kecil dibandingkan pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.
- Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang menyebabkan lunturnya tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, seperti terjadinya tawuran pelajar dan kenakalan remaja. Dalam hal ini pendidikan agama menjadi sangat penting menjadi landasan akhlak dan moral serta budi pekerti yang luhur perlu diberikan kepada peserta didik sejak dini. Dengan demikian, hal itu akan menjadi landasan yang kuat bagi kekokohan moral dan etika setelah terjun ke masyarakat.
Masalah-masalah diatas erat kaitanya dengan kendala
seperti keadaan geografis, demografis, serta sosio-ekonomi besarnya jumlah
penduduk yang tersebar diseluruh wilayah geografis Indinesia cukup luas.
Kemiskinan juga merupakan salah satu kendala yang memiliki hubungan erat dengan
masalah pendidikan. Rendahnya mutu kinerja sistem pendidikan tidak hanya
disebabkan oleh adanya kelemahan menejemen pendidikan tingkat mikro lembaga
pendidikan, tetapi karena juga menejemen pendidikan pada tingkat makro seperti
rendahnya efisiensi dan efektivitas pengolahan sistem pendidikan. Sistem dan
dan tata kehidupan masyarakat tidak kondusif yang turut menentukan rendahnya
mutu sistem pendidikan disekolah yang ada gilirannya menyebabkan rendahnya mutu
peserta didik dan lulusannya. Kebijaksanaan dan progran yang ditujukan untuk
mengatasi berbagai permasalahan di atas, harus di rumuskan secara spesifik
karena fenomena dan penyebab timbulnya masalah juga berbeda-beda di seluruh
wilayah Indonesia.[20]
BAB III
KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan dapat kita
pastikan bahwa pendidikan itu merupakan sebuah komponen atau lembaga yang
mempunyai tujuan agar terciptanya situasi atau potensi-potensi dasar apa saja
yang dimiliki anak-anak dapat dikembangkan sesuai dengan ketentuan kebutuhan
mereka pada suatu zaman. Problematika pendidikan adalah, persoalan-persoalan
atau permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan, khususnya
Negara Indonesia. Dunia pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah
internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih menghadapi
sejumlah masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah dasar sangat
penting untuk segera diatasi karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan
selanjutnya.
Proses
pendidikan terjadi apabila ada interaksi antar komponen pendidikan itu adalah
tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, isi atau materi pendidikan, alat,
dan metode, serta lingkungan pendidikan. Dalam kenyataan dewasa ini, pendidikan
sebagai suatu sistem menghadapi banyak tantangan akibat adanya perubahan
sosial-budaya yang dipicu oleh kemajuan teknologi. Setiap bangsa atau
masyarakat yang ingin mempertahankan serta mengembangkan eksistensinya,
hendaknya selalu berupaya untuk menjadikan sistem pendidikan yang dimilikinya
lebih dinamis dan responsif terhadap berbagai perubahan serta kecendrungan yang
sedang berlangsung. Kegagalan dalam mengembangkan sistem pendidikannya akan
mengakibatkan terperangkapnya sistem pendidikan ke dalam kegiatan “rutinisme”
sehingga kegiatan pendidikan menjadi kegiatan yang steril dari pengaruh
perubahan zaman.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh
dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitui: Bagaimana semua warga Negara dapat
menikmati kesempatan pendidikan.
- Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun kedalam kancah kehidupan bermasyarakat.
Dunia pendidikan kita juga menghadapi
berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks yaitu :
1. Masalah Pemerataan Pendidikan
2. Masalah mutu pendidikan
3. Masalah Efisiensi Pendidikan
4. Masalah Relevansi Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim, Bunga Rampai
Manajemen Keungan Daerah, (Yogyakarta, UPP AMP YPKN, 2010)
Armida S. Alisjahbana, Otonomi
Daerah dan Desentralisasi Pendidikan, (Bandung, Universitas Padjajaran,
2000)
Anas Sudjana, Pengantar
Administrasi Pendidikan Sebagai suatu Sistem (Bandung: Rosda Karya,
1997)
Arif Rohman,
,Memahami Pendidikan Dan Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Laksbang
Mediatama, 2009)
Ahmad Tafsir, Ilmu pendidikan
dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992)
A Nurhadi Djamal, ”Ilmu Pendidikan Islam Suatu Telaah
Reflektif Qur’an” dalam Ahmad Tafsir Epistimologi
Untuk Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Fakultas Tarbiyah IAIN
SGD, 1995)
Djohar, Evaluasi
atas Arah Pendidikan dan Pemikiran Fungsionalisasi Pendidikan Indonesia untuk
Masa Depan Pendidikan yang Lebih Baik (Jakarta: Yayasan Fase Baru
Indonesia, 1999)
Departemen Pendidikan Nasional. Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. (Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas,
2001)
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta, PT
Raja Grafindo Persada, 2009).
Moh. Kosim, Pengantar
Ilmu Pendidikan (Pamekasan, Stain Pamekasan Press, 2006).
Tatang Amirin, Pengantar
Sistem ,(Jakarta: Rajawali Press, 1886)
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta
: Bumi Aksara, 2005).
Rochmad Wahab. Memahami
pendidikan dan ilmu pendidikan. Yogyakarta: CV Aswaja Pressindo, 2011).
PP No. 19 TAHUN 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan (Jakarta: PT.
Bina Aksara, 2005).
M. Sirozi, Politik
Pendidikan, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005).
M. Sufyarman, Kapita
selekta Manajemen Pendidikan , (Bandung, Alfabeta, 2003).
Hasbullah, Otonomi
Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan, ( Jakarta, Rajawali Pers, 2010).
[1] Departemen Pendidikan Nasional. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
(Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas, 2001). hal.3
[2] Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
[3] Tatang Amirin, Pengantar Sistem ,(Jakarta:
Rajawali Press, 1886), hal.11
[4] Anas Sudjana, Pengantar Administrasi Pendidikan
Sebagai suatu Sistem (Bandung: Rosda Karya, 1997), hal. 21-26
[5]Arif Rohman, ,Memahami Pendidikan
Dan Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2009), hal. 82.
[7] Ahmad Tafsir, Ilmu
pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), hal. 26
[9] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan
Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2005), hal.25
[10] Rochmad Wahab. Memahami
pendidikan dan ilmu pendidikan. Yogyakarta: CV Aswaja Pressindo, 2011). hal. 87.
[11] PP No. 19 TAHUN 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan
(Jakarta: PT. Bina Aksara, 2005), hal. 21
[12] Djohar, Evaluasi atas Arah Pendidikan dan Pemikiran
Fungsionalisasi Pendidikan Indonesia untuk Masa Depan Pendidikan yang Lebih
Baik (Jakarta: Yayasan Fase Baru Indonesia, 25 Oktober 1999), hal.
7
[13] A Nurhadi Djamal, ”Ilmu Pendidikan
Islam Suatu Telaah Reflektif Qur’an” dalam Ahmad Tafsir Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan
Islam (Bandung: Fakultas Tarbiyah IAIN SGD, 1995), hal. 27
[14] PP No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional
Pendidikan, hal. 42.
[18] Armida S. Otonomi Daerah
dan Desentralisasi Pendidikan, (Bandung, Universitas Padjajaran, 2000) hal. 2
[19] Hasbullah, Otonomi
Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan, ( Jakarta, Rajawali Pers, 2010), hal. 56
[20] Eti
Rochaety, dkk. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2006.)hal 64-65