Kamis, 17 Oktober 2013

SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA



MAKALAH
SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Issu-issu Pendidikan Kontemporer

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Maisah, M.pd.I
Dr. Minah El-Wida, M.Ag

Logo-IAIN-Sulthan-Thaha-Saifuddin-Jambi.jpg

Disusun oleh :
MUTTAQIN ROSIDI
 NIM : P.p.212.1.1561


KONSENTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA IAIN STS JAMBI
TAHUN 2013

KATA PENGANTAR

                Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas hidayah, berkah, rahmat, dan karunianya akhirnya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan, kemudian sholawat teriring salam kita kirimkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan dalam segala aspek kehidupan manusia sehingga menginspirasi bagi setiap langkah kebenaran ummatnya untuk mendapatkan syafa’atnya di hari akhir kelak.
                Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Issu-issu Pendidikan Kontemporer yang membahas tentang Sistem Pendidikan di Indonesia.  Penyusun sepenuhnya sangat menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan, maka dari itu sangat diharapkan kritik dan saran dari teman-teman seperjuangan di Konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam terutama dosen pengampu, Ibu Dr.Maisah, M.Pd.I  dan Dr. Minah El-Wida,M.Ag   demi perbaikan makalah ini ke arah yang lebih baik.  Akhirnya kepada Allah SWT kita memohon do’a dan berserah diri atas segala kekurangan, semoga makalah ini berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua.
                                                                             
                                                                                         Jambi,    Oktober  2013
                                                                                                Penulis


Muttaqin Rosidi
Nim : P.p.212.1.1561 




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR  ........................................................................................ i    
DAFTAR ISI  ............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A.  Latar Belakang    1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................  2
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................  3
1. Pengertian Sistem ...................................................................................  3
2. Pengertian Pendidikan ...........................................................................  4
3. Komponen Sistem Pendidikan ..............................................................  8
4. Sistem Pendidikan Sentralisasi dan Desentralisasi .......................... 12
5. Faktor Penghambat Sistem Pendidikan .............................................. 17
BAB III KESIMPULAN ...................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 21








BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Setiap bangsa memiliki sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional masing-masing sebuah negara terletak pada kebudayaan dan nilai-nilai bangsa itu sendiri dan berkembang melalui sejarah sehingga dapat memberikan warna dalam seluruh gerak hidup suatu bangsa. Sistem pendidikan nasional yang diterapkan di Indonesia berdasarkan kepada kebudayaan bangsa dan berdasarkan pada pancasila , serta UUD 1945 sebagai nilai-nilai hidup bangsa Indonesia.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan nasional, pemerintah telah melakukan berbagai upaya seperti halnya pengembangan dan
penyempurnaan kurikulum, pengembangan materi pembelajaran, perbaikan sistem evaluasi, pengadaan buku dana alat-alat pelajaran, perbaikan sarana prasarana pendidikan, peningkatan kompetensi guru, serta peningkatan mutu pimpinan sekolah.[1]
        Tujuan Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokraris serta bertanggung jawab.[2]

Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kwalitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlaq mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pasal 31 Ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlaq yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam undang-undang, Untuk itu seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupan salah satu tujuan negara Indonesia.
Sistem pendidikan Indonesia  yang telah di bagun dari dulu sampai sekarang ini, teryata masih belum mampu sepenuhnya menjawab kebutuhan dan tantangan global untuk masa yang akan datang, Program pemerataan dan peningkatan kulitas pendidikan yang selama ini menjadi focus pembinaan masih menjadi masalah yang menonjol dalam dunia pendidikan di Indonesia ini.


B. Rumusan Masalah
Mengingat pembahasan makalah ini sangat luas, Agar permasalah yang dibahas dalam makalah ini tidak jauh melebar, maka penulis membatasi permasalahan yang akan di bahas, yaitu :
1.    Apa yang dimaksud dengan pengertian sistem dan  pendidikan  ?
2.    Apa saja komponen sistem pendidikan ?
3.    Apa yang dimaksud  dengan sistem Pendidikan Sentralisasi dan Desentralisasi ?
4.    Apa faktor penghambat sistem pendidikan di indonesia ?

BAB II
PEMBAHASAN

1.  Pengertian Sistem
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “sistema” yang artinya: suatu keseluruhan yang tersusun dari banyak bagian (whole compounded of several parts).[3] Di antara bagian-bagian itu terdapat hubungan yang berlangsung secara teratur. Definisi sistem yang lain dikemukakan Anas Sudjana yang mengutip pendapat Johnson, Kost dan Rosenzweg sebagai berikut “Suatu sistem adalah suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks.[4]
Sedangkan menurut Arif [5] mendefinisikan sistem sebagai strategi yang menyeluruh atau rencana dikomposisi, oleh satu set elemen, yang harmonis, merepresentasikan kesatuan unit, masing-masing elemen mempunyai tujuan sendiri yang semuanya berkaitan terurut dalam bentuk yang logis. 
Sistem itu adalah sebagai suatu strategi, cara berpikir, atau model berpikir. Ini berarti ada model berpikir sistem dan ada berpikir nonsistem.Semua yang ada di dunia bisa dipandang sebagai suatu sistem mulai dari yang besar seperti tata surya, bumi, Negara, orang, peredaran darah, sampai dengan satu biji gigi dapat dipandang atau dipikir sebagai suatu sistem.Begitu pula pendidikan dapat dilaksanakan

sebagai sistem, kalau suatu sekolah dipandang sebagai sistem, maka  sistem-sistem lain yang ada di sekitarnya seperti perumahan, pasar, sungai, dan sebagainya disebut suprasistem.Antara sistem dengan suprasistem ada kalanya berhubungan dan ada kalanya tidak.Bila tidak berhubungan maka disebut sistem tertutup seperti jam, kipas, dan lain sebagainya.Sebaliknya Bila sistem itu berhubungan, maka disebut sistem terbuka Seperti pasar manusia, dan sebagainya.

2.  Pengertian Pendidikan
Secara etimologis istilah asing yang sering dipakai untuk memaknai kata pendidikan adalah; pedagogie (bahasa Yunani) dan education (bahasa Latin). Kata pedagogie sendiri merupakan rangkaian dari dua kata bahasa Yunani: pias (anak) dan ago (saya membimbing). Dengan demikian pedagogie berarti saya membimbing anak. Sedangkan kata education menurut Khursyid Ahmad berasal dari kata Latin; e, ex (out) artinya keluar, dan ducare duc (mengatur, memimpin, menyerahkan). Sehingga education memiliki arti mengumpulkan dan menyampaikan informasi (pelajaran), dan menyalurkan/menarik bakat keluar. Dalam praktik pendidikan, kegiatan-kegiatan seperti mengatur, memimpin dan mengarahkan bakat anak merupakan aktifitas utama.[6]
Tidak mudah mendifinisikan apa sebenarnya pendidikan itu, menurut Achmad Tafsir, di sebabkan oleh beberapa hal:
1.  Banyaknya jenis kegiatan yang dapat disebut sebagai kegiatan pendididkan, yakni; kegiatan pendidikan oleh diri sendir, kegiatan pendidikan oleh lingkungan, dan kegiatan pendidikan oleh orang lain terhadap orang tertentu.
2.  Luas nya aspek yang dibina oleh pendidikan; ada aspek jasmaniah, akal dan aspek hati.
3.  Luasnya wilayah penyelenggaraan pendidikan; yaitu didalam Rumah tangga, dimasyarakat dan di sekolah.[7]
Sedangkan dari sudut pandang terminologis, pendapat para ahli pendidikan cukup beragam dalam memberikan arti pendidikan, dan kenyataannya, pengertian pendidikan ini selalu mengalami perkembangan, meskipun secara esensial tidak terlalu jauh berbeda, berikut ini sejumlah pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli menurut Hasbullah[8] :
1.      Langeveld
Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugasnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa atau  (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujuan kepada orang yang belum dewasa.
2.      John Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesame manusia.
3.      Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup  tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya.
     Dari beberapa pengertian atau batasan pendidikan yang diberikan para ahli tersebut, meskipun berbeda secara redaksional, namun secara essensial terdapat kesatuan unsure-unsur atau factor-faktor yang terdapat didalamnya, yaitu bahwa pengertian pendidikan tersebut menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya terdapat unsur-unsur  seperti pendidik, anak didik, tujuan dan sebagainya.
Sedangkan pendidikan menurut syari’at islam maka kita harus melihat kepada kata arab karena ajaran islam itu diturunkan dalam bahasa  arab. Kata pendidikan yang umum digunakan dalam bahasa sekarang, dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah”, dengan kata kerja “Rabba”. Kata “Pengajaran” dalam bahasa arabnya adalah “Ta’lim”, dengan kata kerjanya “’Allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Wa ta’lim”, sedangkan Pendidikan Islam dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Islamiyah”.[9]
Sebagaiman firman Allah SWT  dalam Al-Qur’an surah Al –Isra’ ayat 24 :
ôÙÏÿ÷z$#ur $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA%!$# z`ÏB ÏpyJôm§9$# @è%ur Éb>§ $yJßg÷Hxqö$# $yJx. ÎT$u­/u #ZŽÉó|¹
Artinya : Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". ( Q.S. Al-Isra’:24)



Beberapa contoh batasan difinisi pedidikan yang berbeda berdasarkan fungsinya akan dikemukakan, sebagaiberikut :
1.    Pendidikan sebagai prosess transformasi Budaya. Pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisa budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya
2.  Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi. Pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistimatis dan sistemik yang terarah kepada terbentuknya kepribadian perserta didik.
3.  Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warga Negara. Dalam hal ini pendidikan dapat diartikan sebagai satu kegiatan yang direncanakan untuk membekali anak didik agar menjadi warga negara yang baik. Baik dalam arti sesuai dengan tujuan pendidikan nasional suatu Negara.
4.    Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja. Pendidikan dalam artian ini adalah sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga mereka memiliki bekal dasar untuk bekerja.
5.    Definisi Pendidikan menurut GBHN 1998. GBHN memberikan batasan – batasan tentang Pendidikan Nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa dan berdasarkan Pancasila serta Undang – Undang Dasar 1945 dimana batasan tersebut mengarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekitarnya, dan dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab dalam pembangunan bangsa. Dalam hal ini pendidikan memperhatikan kesatuan aspek jasmani dan rohani, aspek individu dan sosial, aspek kognitif, aspek afektif, aspek psikomotorik, dan aspek hubungan pribadi individu dengan lingkungan sosial maupun alam sekitarnya.
Dari beberapa pengertian atau batasan pendidikan yang diberikan para ahli tersebut, meskipun berbeda secara redaksional, namun secara essensial terdapat kesatuan unsure-unsur atau factor-faktor yang terdapat didalamnya, yaitu bahwa pengertian pendidikan tersebut menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya terdapat unsur-unsur  seperti pendidik, anak didik, tujuan dan sebagainya

3.  Komponen Sistem Peendidikan
Adapun komponen-komponen yang termasuk dalam sistem pendidikan dapat dibagi menjadi 6 yaitu  :
1.    Tujuan
Tujuan pendidikan  berfungsi sebagai arah yang ingin dituju dalam aktivitas pendidikan. Dengan adanya tujuan yang jelas, maka komponen-komponen pendidikan yang lain serta aktivitasnya senantiasa berpedoman kepada tujuan, sehingga efektivitas proses pendidikannya selalu diukur apakah dapat dan dalam rangka mencapai tujuan atau tidak. Dalam praktek pendidikan, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat luas, banyak tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidik agar dapat dicapai oleh siswa.
Wujud tujuan pendidikan dapat berupa pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Sehingga tujuan pendidikan  dapat dimaknakan sebagai suatu sistem nilai yang disepakati kebenaran dan kepentingannya yang dicapai melalui berbagai kegiatan, baik dijalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah.[10]
Tujuan pendidikan nasional dalam Pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan yang dimaksud disini bukan semata-mata kecerdasan yang hanya berorientasi pada kecerdasan intelektual saja, melainkan kecerdasan meyeluruh yang mengandung makna lebih luas. 
Sedangkan tujuan pendidikan nasional menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dirumuskan sebagai berikut : pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Dari rumusan tujuan pendidikan nasional kita dapat menyimpulkan bahwa manusia yang ingin dihasilkan dari sistem pendidikan di Indonesia adalah manusia yang mumpuni, yang mampu menjawab tantangan jaman namun tetap berakar pada nilai-nilai moral yang dianut oleh bangsa Indonesia.
2.    Siswa,
Siswa/peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Dalam pendidikan tradisional, siswa dipandang sebagai organisme yang pasif, hanya menerima informasi dari orang dewasa. Kini makin cepatnya perubahan sosial, dan berkat penemuan teknologi maka komunikasi antar manusia berkembang amat cepat. Siswa di samping sebagai objek pendidikan, ia juga sebagai subjek pendidikan, karena sumber belajar bukan hanya guru, tapi siswa juga dapat menjadi sumber belajar terutama dalam pembelajaran aktif. Sebagai salah satu input di lembaga pendidikan juga sebagai komponen yang turut menentukan keberhasilan sistem pendidikan.

3.    Pendidik,
Pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar, dan atau melatih peserta didik. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik sebagai pendidik dan memenuhi beberapa kompetensi sebagai pendidik.  Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang  yang dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan. Sedangkan kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak pada usia dini meliputi :
1.  Kompetensi Pedagogik
2.  Kompetensi Kepribadian
3.  Kompetensi Profesional
4.  Kompetensi Sosial [11]

4.    Isi/materi,
Materi/isi pendidikan adalah segala sesuatu pesan yang disampaikan oleh pendidik kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dalam usaha pendidikan yang diselenggarakan di keluarga, di sekolah, dan di masyarakat, terdapat syarat utama dalam pemilihan beban/materi pendidikan, yaitu:
(a) materi harus sesuai dengan tujuan pendidikan,
(b) materi harus sesuai dengan kebutuhan siswa [12]

5.    Situasi lingkungan dan
Lingkungan Pendidikan adalah suatu ruang dan waktu yang mendukung kegiatan pendidikan. Proses pendidikan berada dalam suatu lingkungan, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat. Siswa dengan berbagai potensinya akan berkembang maksimal jika berada dalam sebuah lingkungan yang kondusif. Sesuai dengan pendapat A. Noerhadi Djamal  bahwa lingkungan berpengaruh besar dan menentukan terhadap kelangsungan berkembangnya potensi diri siswa.[13]
Situasi lingkungan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Situasi lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, lingkungan teknis dan lingkungan sosio-kultural. Dalam hal-hal di mana situasi lingkungan ini berpengaruh secara negatif terhadap pendidikan, maka lingkungan itu juga menjadi pembatas pendidikan.
6.    Alat pendidikan.
Alat pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang berfungsi sebagai perantara pada saat menyampaikan materi pendidikan, oleh pendidik kepada siswa dalam mencapai tujuan pendidikan. Peristiwa pendidikan ditandai dengan adanya interaksi edukatif. Agar interaksi dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan, maka di samping dibutuhkan pemilihan bahan materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih metode yang tepat pula. Metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Untuk menentukan apakah sebuah metode dapat disebut baik diperlukan patokan (kriterium) yang bersumber pada beberapa faktor. Faktor utama yang menentukan adalah tujuan yang akan dicapai.
Dalam prakteknya paling tidak ada dua macam alat pendidikan. Pertama alat pendidikan dalam arti metode, kedua alat pendidikan dalam arti perangkat keras yang digunakan seperti media pembelajaran dan sarana pembelajaran.  Alat pendidikan dalam arti perangkat keras adalah sarana pembelajaran dan media pembelajaran yang dapat mendukung terselenggaranya pembelajaran aktif dan efektif. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) [14]

4.  Sistem Pendidikan Sentralisasi dan Desentralisasi
Dalam manajemen pendidikan dikenal dua mekanisme pengaturan, yaitu sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, segala sesuatu yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah pusat. Sementara dalam sistem desentralisasi, wewenang pengaturan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Kedua sistem tersebut dalam prakteknya tidak berlaku secara ekstrem, tetapi dalam bentuk kontinum; dengan pembagian tugas dan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (lokal).
Hal ini juga berlaku dalam manajemen pendidikan di Indonesia, sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan UUSPN 1989 bahwa pendidikan nasional diatur secara terpusat (sentralisasi), namun penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan secara tidak terpusat (desentralisasi). Hal tersebut cukup beralasan karena masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan mengurangi segi-segi negatif, pengelolaan pendidikan tersebut memadukan sistem sentralisasi dan desentralisasi.

a.    Sentralisasi Pendidikan
Sistem pendidikan nasional Indonesia dimaksudkan untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan globalisasi. Era globalisasi yang sedang terjadi saat ini dihadapkan pada tantangan yang lebih kompleks dan persaingan sumber daya manusia yang semakin ketat, sehingga dibutuhkan sumber daya manusia yang unggul dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu upaya pemerintah untuk dapat menghasilkan sumber daya manusia yang unggul tersebut adalah melalui pendidikan.
Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama. Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat.

b.    Desentralisasi Pendidikan
Desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas guru yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara regional maupun secara internasional.  Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air kita. Hal ini beralasan, karena sistem birokrasi selalu menempatkan “kekuasaan” sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan keputusan. Sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi sejak kekuasaan tingkat pusat hingga daerah bahkan terkesan semakin buruk dalam era reformasi saat ini.  Ironisnya, kepala sekolah dan guru-guru sebagai pihak yang paling memahami realitas pendidikan berada pada tempat yang “dikendalikan”. Merekalah seharusnya yang paling berperan sebagai pengambil keputusan dalam mengatasi berbagai persoalan sehari-hari yang menghadang  upaya peningkatan mutu pendidikan. Namun, mereka ada dalam posisi tidak berdaya dan tertekan oleh berbagai pembakuan dalam bentuk juklak dan juknis yang “pasti” tidak sesuai dengan kenyataan obyektif di masing-masing sekolah.
Menurut Burnett e.al seperti dikutip M. Sirozi [15]  Desentralisasi pendidikan adalah otonomi untuk menggunakan input pembelajaran sesuai dengan tuntunan sekolah dan komunitas yang dapat  dipertanggungjawabkan kepada orang tua dan komunitas.  Sementara Abdul Halim [16]  mengartikan terjadinya pelimpahan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk membuat perencanaan dan mengambil keputusannya sendiri dalam mengatasi permasakahan-permasalahan yang dihadapi di bidang pendidikan. Desentralisasi pendidikan juga merupakan sebuah sistem manajemen dalam rangka untuk mewujudkan pembangunan pendidikan  yang menekankan pada kebinekaan.
Selain itu menurut Sufyarman [17] desentralisasi pendidikan adalah sistem menajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada kebhinekaan. Pelaksanaan desentralisasi pendidikan yang dilatarbelakangi bahwa setiap daerah mempunyai sejarah sendiri, kondisi dan potensinya sendiri yang berbeda dengan tentang keadaan dirinya, permasalahannya dan aspirasinya. Daerah berfungsi untuk menyusun rencana, memutuskan kebijakan, mengambil keputusan dan menentukan langkah-langkah pelaksanaan pendidikan daerah.
Desentralisasi pendidikan juga diartikan sebagai pelimpahan wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk membuat perencanaan dan pengambilan keputusan sendiri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya di bidang pendidikan, dengan tetap mengacu pada kepada tujuan pendidikan nasional sebagai bagian dari upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional. Dalam pengertian ini, desentralisasi pendidikan akan mendorong tercapainya kemandirian dan rasa percaya diri pemerintah daerah yang pada gilirannya mereka akan berlomba meningkatkan pelayanan pendidikan bagi masyarakat di daerahnya sendiri. Sehingga desentralisai pendidikan merupakan sistim menajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan kepada kebinekaan.
Pada dasarnya tujuan dan orientasi dari desentralisasi pendidikan sangat bervariasi berdasarkan pengalaman desentralisasi pendidikan yang dilakukan di beberapa negara Amerika Latin, Amerika Serikat, dan Eropa. Jika yang menjadi tujuan adalah pemberian kewenangan di sektor pendidikan yang lebih besar kepada pemerintah daerah, maka fokus desentralisasi pendidikan yang dilakukan adalah pelimpahan kewenangan yang kebih besar kepada pemerintah lokal atau kepada dewan sekolah. Implisit ke dalam strategi desentralisasi pendidikan yang seperti ini adalah target untuk mencapai efesiensi dalam penggunaan sumber daya (school resources; dana pendidikan yang berasal dari pemerintah dan masyarakat).[18]
Desentralisasi pendidikan berbeda dengan desentralisasi di bidang pemerintahan lainnya, di mana disentralisasi pada bidang pemerintahan berada pada tingkat kabupaten/kota. Sedangkan desentralisasi pendidikan tidak hanya berhenti pada tingkat kabupaten/kota saja, tatapi justru sampai pada lembaga pendidikan atau sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan. Sehubungan dengan itu, maka konsepsi desentralisasi pendidikan harus dikemas dalam program school based management (MBS), yakni suatu sistem manajemen yang bertumpu pada situasi dan kondisi serta kebutuhan sekoleh setempat. Sekolah diharapkan mengenali seluruh infrastruktur yang berada di sekolah, seperti guru, siswa, sarana prasarana, finansial, kurikulum, dan sistem informasi. Unsur-unsur manejemen tersebut harus difungsikan secara optimal dalam arti perlu direncanakan, diorganisasi, digerakkan, dekendalikan dan dikontrol. [19]
MBS harus didukung oleh partisipasi masyarakat yang diwadahi melalui komite sekolah/dewan sekolah yang memiliki peran sebagai berikut:
a)       Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan.
b)      Pendukun (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan.
c)       Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan.
d)      Mediator antara pemerintah (eksekutif)  dan  legislatif dengan masyarakat.

5.  Faktor Penghambat Sistem Pendidikan
Pembangunan pendidikan yang sudah dilaksanakan sejak Indonesia merdeka telah memberikan hasil yang cukup mengagumkan sehingga secara umum kualitas sumberdaya manusia Indonesia jauh lebih baik. Namun dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, kita masih ketinggallan jauh, oleh karena itu, upaya yang lebih aktif perlu ditingkatkan agar bangsa kita tidak menjadi tamu terasing  di Negri sendiri terutama karena terjajah oleh budaya asing dan terpaksa menari diatas irama gendang irang lain. Upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi, berwawasan iptek, serta bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang relatif ringan. Hal ini di sebabkan dunia pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih menghadapi sejumlah  masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
Ada beberapa masalah internal pendidikan yang dihadapi, antara lain sebagai berikut:
  1. Rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity) disertai banyaknya peserta didik yang putus sekolah, serta banyaknya lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini identik dengan ciri-ciri kemiskinan.
  2. Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan alam (IPA), matematika, serta bahasa terutama bahasa inggris padahal penguasaan materi tersebut merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangkan iptek.
  3. Rendahnya efisiensi internal karena lamanya masa studi melampaui waktu standart yang sudah ditentukan.
  4. Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan yang disebut dengan relevansi pendidikan, yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga terdidik yang cenderung terus meningkat. Secara empiris kecenderungan meningkatnya pengangguran tenaga terdidik disebabkan oleh perkembangan dunia usaha yang masih di dominasi oleh pengusaha besar yang jumlahnya terbatas dan sangat mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat teknologi). Dengan demikian pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja jauh lebuh kecil dibandingkan pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.
  5. Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang menyebabkan lunturnya tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, seperti terjadinya tawuran pelajar dan kenakalan remaja. Dalam hal ini pendidikan agama menjadi sangat penting menjadi landasan akhlak dan moral serta budi pekerti yang luhur perlu diberikan kepada peserta didik sejak dini. Dengan demikian, hal itu akan menjadi landasan yang kuat bagi kekokohan moral dan etika setelah terjun ke masyarakat.
Masalah-masalah diatas erat kaitanya dengan kendala seperti keadaan geografis, demografis, serta sosio-ekonomi besarnya jumlah penduduk yang tersebar diseluruh wilayah geografis Indinesia cukup luas. Kemiskinan juga merupakan salah satu kendala yang memiliki hubungan erat dengan masalah pendidikan. Rendahnya mutu kinerja sistem pendidikan tidak hanya disebabkan oleh adanya kelemahan menejemen pendidikan tingkat mikro lembaga pendidikan, tetapi karena juga menejemen pendidikan pada tingkat makro seperti rendahnya efisiensi dan efektivitas pengolahan sistem pendidikan. Sistem dan dan tata kehidupan masyarakat tidak kondusif yang turut menentukan rendahnya mutu sistem pendidikan disekolah yang ada gilirannya menyebabkan rendahnya mutu peserta didik dan lulusannya. Kebijaksanaan dan progran yang ditujukan untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas, harus di rumuskan secara spesifik karena fenomena dan penyebab timbulnya masalah juga berbeda-beda di seluruh wilayah Indonesia.[20]















BAB III
KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan dapat kita pastikan bahwa pendidikan itu merupakan sebuah komponen atau lembaga yang mempunyai tujuan agar terciptanya situasi atau potensi-potensi dasar apa saja yang dimiliki anak-anak dapat dikembangkan sesuai dengan ketentuan kebutuhan mereka pada suatu zaman. Problematika pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan, khususnya Negara Indonesia. Dunia pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih menghadapi sejumlah  masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah dasar sangat penting untuk segera diatasi karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya.
Proses pendidikan terjadi apabila ada interaksi antar komponen pendidikan itu adalah tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, isi atau materi pendidikan, alat, dan metode, serta lingkungan pendidikan. Dalam kenyataan dewasa ini, pendidikan sebagai suatu sistem menghadapi banyak tantangan akibat adanya perubahan sosial-budaya yang dipicu oleh kemajuan teknologi. Setiap bangsa atau masyarakat yang ingin mempertahankan serta mengembangkan eksistensinya, hendaknya selalu berupaya untuk menjadikan sistem pendidikan yang dimilikinya lebih dinamis dan responsif terhadap berbagai perubahan serta kecendrungan yang sedang berlangsung. Kegagalan dalam mengembangkan sistem pendidikannya akan mengakibatkan terperangkapnya sistem pendidikan ke dalam kegiatan “rutinisme” sehingga kegiatan pendidikan menjadi kegiatan yang steril dari pengaruh perubahan zaman.

Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini,  yaitui: Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.
  1. Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun kedalam kancah kehidupan bermasyarakat.
Dunia pendidikan kita juga menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks  yaitu :
1.   Masalah Pemerataan Pendidikan
2.   Masalah mutu pendidikan
3.   Masalah Efisiensi Pendidikan
4.   Masalah Relevansi Pendidikan













DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim, Bunga Rampai Manajemen Keungan Daerah, (Yogyakarta, UPP AMP YPKN, 2010)
Armida S. Alisjahbana, Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan, (Bandung, Universitas Padjajaran, 2000)
Anas Sudjana, Pengantar Administrasi Pendidikan Sebagai suatu Sistem (Bandung: Rosda Karya, 1997)
Arif Rohman, ,Memahami Pendidikan Dan Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2009)
 Ahmad Tafsir, Ilmu pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992)
A Nurhadi Djamal, ”Ilmu Pendidikan Islam Suatu Telaah Reflektif Qur’an” dalam Ahmad Tafsir Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam (Bandung:  Fakultas Tarbiyah IAIN SGD, 1995)
Djohar, Evaluasi atas Arah Pendidikan dan Pemikiran Fungsionalisasi Pendidikan Indonesia untuk Masa Depan Pendidikan yang Lebih Baik (Jakarta: Yayasan Fase Baru Indonesia, 1999)
Departemen Pendidikan Nasional. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. (Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas, 2001)
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2009).
Moh. Kosim, Pengantar Ilmu Pendidikan (Pamekasan, Stain Pamekasan Press, 2006).
Tatang Amirin, Pengantar Sistem ,(Jakarta: Rajawali Press, 1886)
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2005).
Rochmad Wahab. Memahami pendidikan dan ilmu pendidikan. Yogyakarta: CV Aswaja Pressindo, 2011).
PP No. 19 TAHUN 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan (Jakarta: PT. Bina Aksara, 2005).
M. Sirozi, Politik Pendidikan, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005).
M. Sufyarman, Kapita selekta Manajemen Pendidikan , (Bandung, Alfabeta, 2003).
Hasbullah, Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, ( Jakarta, Rajawali Pers, 2010).





[1] Departemen Pendidikan Nasional. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. (Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas, 2001). hal.3
[2] Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
[3] Tatang Amirin, Pengantar Sistem ,(Jakarta: Rajawali Press, 1886), hal.11
[4] Anas Sudjana, Pengantar Administrasi Pendidikan Sebagai suatu Sistem (Bandung: Rosda Karya, 1997), hal. 21-26
[5]Arif Rohman, ,Memahami Pendidikan Dan Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2009), hal. 82.

[6] Moh. Kosim, Pengantar Ilmu Pendidikan (Pamekasan, Stain Pamekasan Press, 2006), hal. 2.
[7] Ahmad Tafsir, Ilmu pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), hal. 26
[8] Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 2
[9] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2005), hal.25
[10] Rochmad Wahab. Memahami pendidikan dan ilmu pendidikan. Yogyakarta: CV Aswaja Pressindo, 2011). hal. 87.

[11] PP No. 19 TAHUN 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan (Jakarta: PT. Bina Aksara, 2005), hal. 21
[12] Djohar, Evaluasi atas Arah Pendidikan dan Pemikiran Fungsionalisasi Pendidikan Indonesia untuk Masa Depan Pendidikan yang Lebih Baik (Jakarta: Yayasan Fase Baru Indonesia, 25 Oktober 1999), hal. 7
[13] A Nurhadi Djamal, ”Ilmu Pendidikan Islam Suatu Telaah Reflektif Qur’an” dalam Ahmad Tafsir Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam (Bandung:  Fakultas Tarbiyah IAIN SGD, 1995), hal. 27
[14] PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, hal. 42.

[15] M. Sirozi, Politik Pendidikan, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 83
[16] Abdul Halim, Bunga Rampai Manajemen Keungan Daerah, (Yogyakarta, UPP AMP YPKN, 2010), hal. 15
[17] M. Sufyarman, Kapita selekta Manajemen Pendidikan , (Bandung, Alfabeta, 2003), hal. 83
[18] Armida S. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan, (Bandung, Universitas Padjajaran, 2000) hal. 2
[19] Hasbullah, Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, ( Jakarta, Rajawali Pers, 2010), hal. 56

[20] Eti Rochaety, dkk. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006.)hal 64-65