Rabu, 09 September 2015

MANAJEMEN SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan pendidikan bagi bangsa Indonesia dalam era pembangunan ini sangatlah penting, karena melalui usaha pendidikan dapat ditentukan keberhasilan dari semua pembangunan yang dicita-citakan baik berupa pembangunan fisik, maupun mental spiritual. Pendidikan juga merupakan syarat mutlak untuk menuju masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Pendidikan merupakan jembatan menciptakan manusia yang bermutu dalam pembangunan sehingga pendidikan dapat memicu produktivitas dalam pembangunan. Dengan demikian upaya-upaya memicu pembangunan erat kaitannya dengan mengupayakan pendidikan secara berkesinambungan, terprogram, melalui perencanaan dan kebijaksanaan di bidang kependidikan
Dalam meningkatkan kualitas pendidikan terlihat dari keinginan  pemerintah untuk melaksanakan reformasi dalam kehidupan berbangsa dan  bernegara di bidang pendidikan lebih nampak lagi dengan dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Adapun substansi dari Undang - Undang Sisdiknas yang baru tersebut nampak dari visinya: terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu proaktif menjawab tantangan zaman. [1]
Salah satu upaya meningkatkan mutu pendidikan  yang ada adalah melakukan pemberdayaan kepala sekolah. Hal ini karena kepala  sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber daya sekolah terutama guru- guru dan karyawan sekolah. Begitu besarnya peranan kepala sekolah dalam proses pencapaian tujuan pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya kegiatan sekolah sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepala sekolah itu sendiri. Segenap

sumber daya harus didayagunakan sedemikian rupa. Para guru  perlu digerakkan ke arah suasana kerja yang positif, menggairahkan dan  produktif. Bagaimanapun guru merupakan input yang pengaruhnya sangat besar pada proses belajar. Demikian pula penataan fisik dan administrasi atau ketatalaksanaan perlu dibina agar disiplin dan semangat belajar yang tinggi bagi siswa.
Pengertian pemimpin secara umum adalah orang yang mampu membimbing, mengontrol dan mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku seseorang. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pemimpin merupakan seseorang yang menyebabkan seseorang atau kelompok lain untuk bergerak menuju ke arah tujuan-tujuan tertentu sehingga ia memiliki tanggung jawab agar orang yang dipimpinnya dapat meraih tujuan yang akan dicapainya.
Allah SWT telah memberi tahu kepada manusia, tentang pentingnya kepemimpinan dalam islam, sebagaimana dalam Al-Quran kita menemukan banyak ayat yang berkaitan dengan masalah kepemimpinan. Sebagaimana firman Allah SWT :
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al- Baqarah : 30)
Tugas pengawasan dan pembinaan guru menjadi wewenang dan tanggung jawab Kepala Sekolah. Kepala Sekolah adalah pemimpin satuan pendidikan yang bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan yang dipimpinnya. Sebagai pemimpin pendidikan di sekolah, Kepala Sekolah memiliki tanggung jawab legal untuk mengembangkan staf, kurikulum, dan pelaksanaan pendidikan disekolahnya.
 Diantara pemimpin pendidikan yang bermacam-macam jenis dan tingkatannya, kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat  penting karena kepala sekolah berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah. Kepala sekolah mempunyai tugas berat untuk  memajukan sekolah yang dipimpinnya baik kemajuan dalam bidang akademik  maupun non akademik. Kemajuan dalam bidang akademik mencakup penguasaan materi pembelajaran baik oleh guru maupun oleh siswa sehingga pencapaian target pencapaian kurikulum dan ketuntasan belajar dapat secara optimal sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan kemajuan non akademik harus sesuai dengan bidang akademik. Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai salah satu pemimpin pendidikan. Hal ini karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.
Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan akan sangat tergantung berperannya kepemimpinan. Demikian halnya kepemimpinan dalam sebuah organisasi sekolah, pola kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin akan sangat berpengaruh dalam menentukan arah dan kebijakan pendidikan yang dibangun. Untuk kepentingan tersebut kepala sekolah selayaknya mampu memobilisasi atau memberdayakan semua potensi dan sumber daya yang dimiliki, terkait dengan berbagai program, proses, evaluasi, pengembangan kurikulum, pembelajaran di sekolah, pengolahan tenaga kependidikan, sarana prasarana, pelayanan terhadap siswa, hubungan dengan masyarakat, sampai pada penciptaan iklim sekolah yang kondusif. Semua ini akan terlaksana manakala kepala sekolah memiliki kemampuan untuk mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan di sekolah, yaitu untuk bekerjasama dalam mewujudkan tujuan sekolah.
Paradigma pendidikan yang memberikan kewenangan luas kepada sekolah dalam mengembangkan berbagai potensinya memerlukan peningkatan kemampuan kepala sekolah dalam berbagai aspek manajerialnya, agar dapat mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi yang diemban sekolahnya.[2] Berdasarkan hal tersebut maka sekolah adalah lembaga bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah merupakan organisasi yang didalamnya terdapat dimensi satu sama lain saling berkaitan dan menentukan. Sedangkan sifat yang unik menunjukkan sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lain, ciri-ciri yang dimilikinya yaitu terjadinya proses belajar mengajar.
Karena keunikannya maka sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi dan keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil adalah mereka yang memahami keberadaan sekolah dan mampu melaksanakan peranannya sebagai seorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah tersebut. Keberhasilan kepala sekolah menunjukkana bahwa kepala sekolah adalah seorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah. Pepatah mengatakan “keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah”. Kepala sekolah dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi para staf dan siswanya. Kepala sekolah adalah mereka yang banyak mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan irama bagi sekolah mereka.
Konsep kepala sekolah sebagai supervisor menunjukkan adanya perbaikan pengajaran pada sekolah yang dipimpinnya, perbaikan ini tampak setelah dilakukan sentuhan supervisor berupa bantuan mengatasi kesulitan guru dalam mengajar. Untuk itulah kepala sekolah perlu memahami program dan strategi pengajaran, sehingga ia mampu memberi bantuan kepada guru yang mengalami kesulitan misanya dalam menyusun program dan strategi pengajarannya masing-masing. Bantuan yang diberikan oleh kepala sekolah kepada guru dapat berupa bantuan dukungan fasilitas, bahan ajar yang diperlukan, penguatan terhadap penguasaan materi dan strategi pengajaran, pelatihan, magang dan bantuan lainnya yang akan meningkatkan profesionalisme dan efektivitas program pengajaran dan implementasi program dalam aktivitas belajar dikelas.[3]
Pengawas atau supervisor merupakan dua istilah yang dapat dipertukarkan antara satu dengan yang lain jika membicarakan kepengawasan dalam pendidikan. Dalam konteks pendidikan di Indonesia digunakan istilah pengawas, hanya saja dalam keilmuan berdasarkan literatur memakai istilah pengawas, hanya saja dalam keilmuan berdasarkan literatur memakai istilah supervisor atau supervisi. [4] dalam lembaga pendidikan pengawas (supervisor) merupakan tenaga kependidikan yang bertugas memberikan pengawasan agar tenaga kependidikan (guru, kepala sekolah, personil lainnya disekolah) dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Dalam konteks pendidikan supervisi adalah usaha memberi layana kepada guru-guru baik secara individual maupun kelompok dalam usaha memperbaiki proses pembelajaran dengan tujuan memberikan layanan atau bantuan untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang dilakukan guru dikelas dan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan guru dikelas maupun sekolah. Oleh karena itu supervisi dilakukan oleh supervisor yang memiliki pengetahuan dan keterampilan mengadakan hubungan individu dan hubungan tekhnis.  Supervisor dalam menjalankan tugasnya bukan saja mengandalkan pengalaman sebagai modal utama, tetapi harus diikuti dan diimbangi dengan jenjang pendidikan formal yang memadai.
Guru sebagai pelaksana operasional terdepan di sekolah memegang peranan paling penting terhadap pembangunan sumber daya manusia tersebut. Hal ini  cukup beralasan sebab salah satu unsur yang paling menentukan keberhasilan pendidikan adalah guru. Betapapun baiknya sistem persekolahan, kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, namun semua itu tergantung pada pelaksanaannya guru, karena guru merupakan komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan dan ini adalah wajar sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar.
Kepala sekolah dalam hal ini memengang peranan penting sebagai pemimpin sekolah, karena kinerjanya itu sangat menentukan berhasil tidaknya program pengajaran disekolah yang dilakukan oleh guru. Kepala sekolah mengatur kebijaksanaan dan pelaksanaan program pendidikan secara keseluruhan. Seiring perannya sebagai pemimpin, kepala sekolah juga berperan sebagai sepervisor, dimana kepala sekolah harus mempunyai kemampuan untuk membantu guru menciptakan situasi belajar mengajar sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah direncanakan. Tanggung jawab pembinaan guru atau supervisi banyak berada ditangan kepala sekolah, karena kepala sekolah setiap hari bergaul dan bekerjasama dengan guru-guru. Kepala sekolah bertanggung jawab penuh terhadap kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pengajaran disekolahnya. Kerjasama antar guru dan kepala sekolah harus senantiasa diarahkan untuk meningkatkan pelayanan pembelajaran siswa.
 Upaya mewujudkan sekolah yang bermutu pada dasarnya bertumpu pada potensi dan kemauan internal dalam pembenahan diri. Kekuatan internal yang dimaksud adalah mampu menumbuhkan dan mengembangkan secara optimal melalui perubahan sikap mental dan kebiasaan yang konstruktif dari seluruh komponen sekolah. Dalam konteks pendidikan modern, kepemimpinan kepala sekolah patut mendapat perhatian serius, Pola kepemimpinannya amat berpengaruh dan sangat menentukan kemajuan.
Seorang kepala sekolah pada dasarnya adalah seorang guru, namun dalam praktis administratif menjadikan seorang kepala sekolah tercabut dari fitrah keguruannya karena sering kali ia melakukan tugas di luar sekolah. hal itu semata-mata untuk melaksanakan tuntutan kedinasan, sehingga kurang perhatiannya terhadap proses pembelajaran disekolah yang dipimpinnya. Pengawasan sebagai salah satu upaya pengembangan kemampuan guru secara maksimal agar menjadi orang yang lebih profesional, pengawasan apabila dilaksanakan secara efektif akan sangat mempengaruhi kinerjanya, yaitu peningkatan kualitas proses pembelajaran. Agar sasaran ini dapat dicapai maka kepengawasan harus dilaksanakan secara efektif oleh kepala sekolah.
Berdasarkan studi pendahuluan peneliti ke Madrasah Tsanwiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi, terlihat bahwa kegiatan supervisi yang dilaksanakan  kepala sekolah masih terfokus pada pengawasan administrasi. Kepala sekolah melaksanakan  supervisi kepada guru melalui kunjungan kelas apabila ada penilaian kinerja guru untuk keperluan kenaikan pangkat/golongan atau untuk keperluan kelengkapan administrasi ataupun pengusulan berkas sertifikasi guru. Artinya kegiatan supervisi masih bersifat administratif, atau belum mengacu pada kebutuhan akan peningkatan profesionalime guru. Di sisi lain belum semua guru belum memahami tujuan supervisi. Kegiatan supervisi yang dilaksanakan oleh kepala sekolah dipandang sebagian guru dirasakan sebagai beban atau sesuatu yang tidak menyenangkan.
Menurut dugaan sementara peneliti hal tersebut terkait dengan manajemen supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah belum optimal. Perencanaan supervisi oleh  kepala sekolah belum berfungsi sebagaimana mestinya,  kepala sekolah belum menyusun perencanaan supervisi secara sistematis, kepala sekolah belum melaksanakan supervisi dengan menerapkan prinsip supervisi: kontinu, obyektif, konstruktif, humanistik, dan kolaboratif. semua Kepala Sekolah kurang menerapkan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat. Pelaksanaan supervisi belum sesuai dengan kebutuhan guru untuk meningkatkan kompetensinya yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, maupun profesional.
Berangkat dari latar belakang permasalahan diatas, maka peneliti terdorong untuk meneliti tentang bagaimana manajemen supervisi kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru  di Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi, serta hambatan dan upaya yang dilakukan kepala sekolah dalam mengatasinya.  
B.  Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah diatas, maka dapat diajukan pertanyaan pokok yaitu : bagaimana manajemen supervisi kepala sekolah  dalam meningkatkan profesionalisme dilaksanakan dengan baik? Secara rinci permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.    Bagaimana manajemen supervisi yang dilaksanakan  kepala sekolah terhadap guru di Madrasah Tsawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi dilaksanakan?
2.    Bagaimana tindak lanjut supervisi kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalsme guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi ?
3.    Faktor pendukung dan penghambat apa saja yang dihadapi kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru?
C.      Focus Penelitian
Masalah yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah tentang manajemen supervisi kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru di Madrasah Tsaniwiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi, dengan penekanan utama pada bagaimana kepala sekolah didalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang supervisor mengacu kepada prinsip-prinsip manajemen, serta upaya peningkatan profesionalisme guru.
D.     Tujuan Penelitian
1.        Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1.        Untuk mengetahui bagimana manajemen supervisi kepala sekolah  dalam meningkatkan profesionalisme guru dilihat dari segi perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut yang dilakukan Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
2.        Untuk mengetahui tindak lanjut yang dilakukan kepala sekolah dari hasil supervisi dalam meningkatkan profesionalisme guru.
3.        Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat apa saja yang dihadapi kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru guna perbaikan pelaksanaan berikutnya.
2.        Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang ingin dipetik dari hasil penelitian ini ada dua yaitu : bermanfaat untuk tataran praktis dan teoritis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi guna penelitian lebih lanjut dalam bidang manajemen pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan manajemen supervisi oleh kepala sekolah. Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi masukan dalam merumuskan kebijakan dibidang peningkatan kinerja kepala sekolah khususnya yang berkaitan dengan manajemen supervisi. Disamping itu bagi kepala sekolah, penelitian ini diharapkan berguna untuk lebih mengetahui dan mendalami perilaku-perilaku guru dalam usahanya meningkatkan profesionalisme guru, sehingga dapat membantu meningkatkan kinerjanya yang pada gilirannya akan memperlancar proses belajar mengajar dan meningkatkan produktivitas pendidikan.

BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

A.      Manajemen Supervisi Kepala Sekolah
1.        Konsep Manajemen
Manajemen dalam bahasa inggris dikenal dengan kata manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, dan mengelola.[5] Istilah manajemen mempunyai banyak arti, bergantung pada orang yang mengartikannya, istilah manajemen seringkali disandingkan dengan istilah administrasi, namun dalam tulisan ini kata manajemen  diartikan sama dengan administrasi atau pengelolaan. Manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerja sama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien.[6]
Manajemen pendidikan sebagai suatu proses atau sistem pengelolaan. Kegiatan-kegiatan pengelolaan pada suatu sistem pendidikan bertujuan untuk keterlaksanaan proses belajar mengajar yang baik, yang mencakup : (1) program kurikulum yang meliputi administrasi kurikulum, metode penyampaian, sistem evalusi, sistem bimbingan, (2) program ketenagaan, (3) program pengadaan dan pemeliharaan fasilitas dan alat-alat pendidikan, (4) program pembiayaan, (5) program hubungan dengan masyarakat.[7]   
Sementara itu menurut  Nanang Fattah yang dikutif oleh Martinis Yamin mengatakan bahwa manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat, dan profesi. Dikatakan ilmu karena manajemen dipandang suatu bidang pengetahuan yang sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana

orang bekerja sama. Dikatakan sebagai kiat karena manajemen dalam mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan tugas. Dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para professional dituntut oleh suatu kode etik.[8]
Implementasi dari beberapa pengertian tentang manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan terhadap segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan mengembangkan upaya sebagaimana dikemukakan di atas terdapat pembahasan atau perubahan secara inovatif.
Beberapa pengertian manajemen di atas terdapat tiga dimensi penting. Pertama, bahwa dalam manajemen terjadi kegiatan yang dilakukan oleh seorang pengelola (pemimpin, kepala, komandan, ketua dan sebagainya), Kedua, kegiatan yang dilakukan bersama dan melalui orang lain itu mempunyai tujuan yang ingin dicapai, Ketiga, bahwa pengelolaan itu dilakukan dalam organisasi sehingga tujuan yang akan dicapai itu merupakan tujuan organisasi.
Dalam persfektif Al-Qur’an istilah manajemen dapat mengandung makna kerja sama manusia untuk mencapai suatu tujuan. Istilah ini sejalan dengan pengertian-pengertian manajemen seperti yang dikemukakan oleh para ahli manajemen yaitu kerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.[9] Pengertian manajemen dalam arti kerja sama dapat dikembalikan kepada al-Qur’an seperti yang dicantumkan dalam surah Al-Hujarat ayat 13 berbunyi sebagai berikut :
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
Artinya : “Wahai manusia! Sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia kamu disisi Allah adalah orang-orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha memberi tahu.” (Q.S.Al-Hujaraat : 13)
Istilah “lita’arofu” ((لـتـعـارفوا sebagaimana yang disebut dalam ayat diatas mengandung makna “saling kenal mengenal”. Kata  lita’arofu adalah bentuk kata kerja yang mengandung makna transaksi (musyarokah). Dalam bentuk-bentuk kata kerja masa lalu (fiil madi ) dikenal dengan istilah “arafa” (عـرف) yang berarti telah mengenal ia. Dari kata “lita’arofu” dapat dipahami sebagai suatu suruhan atau anjuran kepada manusia untuk membina hubungan diantara sesama mereka secara timbal balik.[10]
Dikaitkan dengan istilah manajemen, kata “lita’arofu” (لـتـعـارفوا) dengan sendirinya mengandung makna “ma’rifah” dalam manajemen. Istilah “ma’rifah” dalam manajemen sangatlah diperlukan, karena dengan “ma’rifah” manajemen akan menjadi efektif didalam praksisnya. Konteks manajemen adalah konteks yang selalu membutuhkan dunia praksis untuk melahirkan hubungan-hubungan kerja sama yang menguntugkan diantara sesama manusia. Dengan “ma’rifah” manajemen menjadi arif didalam membangun hubungan kerja sama, berdasarkan prinsip keyakinan dan percaya yang mantap diantara mereka yang melakukan kerja sama tersebut.[11]
Manajemen sebuah organisasi meliputi usaha perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan potensi yang ada secara efektif dan efisien. G.R Terry dalam Eti Rochaety menyebutkan manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan antar anggota organisasi dengan menggunakan seluruh sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[12]
Dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi melalui aktivitas perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, pembinaan, pengkoordinasian, pengkomunikasian, pemotivasian, penganggaran, pengendalian, pengawasan, penilaian, dan pelaporan secara sistematis untuk mencapai tujuan pendidikan secara berkualitas.
2.       Konsep Supervisi Pendidikan
Sullivan dan Glanz [13] mengemukakan bahwa “supervision is the process of engaging teachers in instructional dialogue for the purpose of improving teaching and increasing student achievement”, yang maksudnya supervisi adalah proses pelibatan guru dalam dialog tentang pembelajaran yang bertujuan mengembangkan kemampuan mengajar serta meningkatkan keberhasilan siswa.
Menurut Good Carter dalam bukunya Dictionary of Education sebagaimana yang dikutip oleh Mukhtar [14] menjelaskan bahwa supervisi adalah segala usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas pendidikan lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk memperkembangkan pertumbuhan guru-guru, menyelesaikan dan merevisi tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran dan metode mengajar dan penilaian pengajaran. Dengan adanya supervisi membuka peluang bagi para guru sebagai tenaga pendidikan, untuk mengadakan perbaikan-perbaikan atau pembenahan tentang apa yang telah dikerjakan.
Dengan perubahan era sentralisasi menjadi desentralisasi  khususnya di bidang pendidikan, Dadang Suhardan[15]  menjelaskan bahwa terjadi perubahan paradigma dalam hal supervisi,  fungsi supervisi sebagai alat kontrol birokrasi berubah  menjadi upaya pemberdayaan yang memberi kesempatan untuk belajar dan memperbaiki diri. Dari pengawasan administratif menjadi bantuan profesional dalam mempertinggi peran guru.
Pengawasan dalam pendidikan disebut juga sebagai supervisi pengajaran. Supervisi berasal dari kata “super” artinya lebih atau atas, dan “vision” artinya melihat atau meninjau. Secara etimologi supervisi artinya melihat atau meninjau yang dilakukan oleh atasan terhadap pelaksanaan kegiatan bawahannya. [16] Terdapat beberapa istilah yang hampir sama dengan supervisi, bahkan dalam pelaksanaannya istilah-istilah tersebut sering digunakan secara bergantian. Istilah-istilah tersebut, antara lain, pengawasan, pemeriksaan, dan isnpeksi. Pengawasan mengandung arti suatu kegiatan untuk melakukan pengamatan agar pekerjaan dilakukan sesuai dengan ketentuan. Pemeriksaan dimaksud untuk melihat bagaimana kegiatan yang dilaksanakan telah mencapai tujuan.[17] secara umum ada 2 ( dua ) kegiatan yang termasuk dalam kategori supervisi pengajaran, yakni :
1.       Supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah kepada Kepala Sekolah dan guru-guru untuk meningkatkan kinerja (pengawas eksternal)
2.       Supervisi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada guru-guru (pengawasan internal)
Supervisi dengan segala usahanya ditujukan pada pembinaan dan pengembangan aspek-aspek yang terdapat dalam situasi pembelajaran sehingga akan tercipta suatu situasi yang dapat menunjang pencapaian tujuan pendidikan. Yang dimaksudkan dengan situasi pembelajaran ialah situasi dimana terjadi proses interaksi antara guru dan murid dalam usaha mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan. Kepala Sekolah sebagai pemimpin pembelajaran berkewajiban memperbaiki dan mengembangkan “setting” pembelajaran dalam segala aspeknya melalui kegiatan supervisi.
Sedangkan menurut Soetopo sebagaimana yang  di kutip Abd.Kadim Masaong[18] menjelaskan bahwa supervisi pembelajaran sebagai usaha menstimulir, mengkoordinir, dan membimbing pertumbuhan guru-guru disekolah, baik secara individual maupun kelompok, dengan tanggang rasa dan tindakan-tindakan pedagogis yang efektif, sehingga mereka lebih mampu menstimulir dan membimbing pertumbuhan masing-masing siswa agar lebih mampu berpartisipasi didalam masyarakat yang demokratis.
Dalam bidang pendidikan, supervisi mengandung konsep umum yang sama namun disesuaikan dengan aktivitas-aktivitas pembelajaran. Supervisi pembelajaran merupakan bagian dari supervisi pendidikan. Tujuan dari supervisi pembelajaran adalah peningkatan mutu pembelajaran melalui perbaikan mutu dan pembinaan terhadap profesional guru.
Pengawasan berperan penting terhadap kemajuan proses pendidikan, pengawas berperan aktif dalam meningkatkan kedisiplinan, komitmen, dan kemampuan guru maupun kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. Bagi guru dan kepala sekolah, pengawas sangat diharapkan sebagai tempat bertanya, dan tempat mendapatkan bantuan-bantuan teknis.[19]
Pengawasan atau  supervisi  memainkan peran penting dalam menentukan sifat dan isi dari kurikulum, dalam memilih organisasi sekolah pola dan bahan belajar mengajar untuk memfasilitasi dalam memberikan bimbingan untuk pertumbuhan profesional guru dan membuat eksperimen baru, penelitian, dan lain-lain dan dalam mengevaluasi seluruh proses pendidikan. Efektivitas koordinasi dan kepemimpinan pada dasarnya diperlukan oleh jasa pengawasan.[20]
Dengan demikian Kepala Sekolah adalah Pengawasan internal (supervisor) di lingkungan sekolah, berperan dalam peningkatan profesionalisme guru disekolah karena kepala sekolah merupakan manajer dalam organisasi pendidikan. Ia membuat perencana, pengorganisasian, mengarahkan dan mengadakan pengawasan (supervisi) terhadap program-program pendidikan sekolah.
Beberapa pendapat di atas dapat menjadi dasar pengertian supervisi pendidikan sebagai usaha memberikan layanan berupa bantuan profesional kepada guru-guru melalui kegiatan yang melibatkan peran serta guru dalam pengembangan pembelajaran yang bertujuan mengembangkan kemampuan guru serta meningkatkan keberhasilan siswa. Kegiatan dilakukan dengan mengidentifikasi hal-hal yang sudah benar maupun tidak benar dengan tujuan pembinaan.
3.        Tujuan Supervisi Pendidikan
Uraian tentang tujuan supervisi yang dilaksanakan kepala sekolah selaku supervisor dalam meningkatkan profesionalisme guru  dapat kita rujukkan kepada pendapat Wanzare and Da Costa sebagaiamana yang dikutif oleh Nur Aedi [21] yang mengklasifikasikan tujuan supervisi ke dalam sembilan  tujuan, yaitu :
a.       Instruction improvement (perbaikan pembelajaran),
b.      Effective professional development of teachers (pengembangan profesional guru yang efektif),
c.       Helping teachers to become aware of their teaching and its consequences for leaners (membantu guru untuk lebih peka terhadap pengajaran yang dilakukan serta dampaknya bagi siswa),
d.      Enabling teachers to try out new instructional techniques in a safe, supportive environment (membuat guru mencoba teknik pembelajaran yang baru dalam lingkungan yang aman dan mendukung),
e.       Fostering curriculum development (mengembangkan kurikulum),
f.       Encouraging human relations (meningkatkan hubungan manusia),
g.      Fostering teacher motivation (mendorong inovasi guru),
h.      Monitoring the teaching-learning process to obtain the best results with students (memonitor proses belajar mengajar untuk mendapatkan hasil terbaik bagi siswa),
i.        Providing a mechanism for teachers and supervisors to increase their understanding of the teaching-learning process through collective inquiry with other professionals ( menyediakan mekanisme bagi guru dan supervisor untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang proses belajar mengajar melalui inquiry dengan para profesional lainnya).
Berdasar beberapa pendapat tersebut dapat dijelaskan tujuan supervisi ditinjau dari segi peningkatan profesionalisme sebagai berikut:  mengembangkan mutu pembelajaran, memfasilitasi guru agar dapat mengajar dengan efektif. memberikan bantuan teknis dan bimbingan kepada guru (dan staf sekolah yang lain) agar personil tersebut mampu meningkatkan kualitas kinerjanya, terutama dalam melaksanakan tugas, yaitu melaksanakan proses pembelajaran. Dengan tercapainya semua tujuan supervisi maka supervisi akademik akan berfungsi sebagai pendorong peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas belajar siswa.
Selanjutnya Sargiovanni dalam Amirudin.[22]  menegaskan tujuan supervisi pembelajaran yaitu :
1.        Pengawasan berkualitas
Dalam supervisi pengajaran kepala sekolah bisa memonitor kegiatan proses belajar mengajar dikelas melaui kunjungan kelas  pada saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya maupun dengan sebagian muridnya.
2.        Pengembangan profesional
Dalam supervisi pengajaran kepala sekolah bisa membantu guru mengembangkan kemampuannya dalam memahami pengajaran, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajar guru dengan menggunakan tekhnik-tekhnik tertentu.
3.        Peningkatan motivasi guru
Dalam supervisi pengajaran kepala sekolah bisa mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuan sendirinya, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan  bahwa tujuan supervisi pembelajaran adalah upaya untuk membimbing dan memfasilitasi guru dalam mengembangkan kompetensi profesinya dan merupakan wujud pemberian motivasi agar guru menjalankan tugasnya secara efektif, yang kesemuanya itu  berada dalam bidang pendidikan dan pembelajaran.
4.        Teknik Supervisi
Dalam melakukan prinsip supervisi pembelajaran, ada beberapa tekhnik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan personil sekolah, diantaranya :
1.    Kunjungan sekolah, yaitu tekhnik supervisi yang digunakan untuk mengamati prose kerja, alat yang dipakai, metode yang digunakan.
2.    Pembicaraan individual, yaitu tekhnik supervisi untuk memberi kesempatan seluas-luasnya bagi supervisor untuk membicarakan langsung dengan guru mengenai masalah yang berkaitan dengan profesional pribadi mereka.
3.    Diskusi kelompok, yaitu suatu kegiatan kelompok dalam situasi tatap muka, tukar menukar informasi atau untuk memutuskan suatu keputusan mengenai masalah tertentu.
4.    Demonstrasi mengajar yang sebelumnya harus menyusun rencana demonstrasi terlebih dahulu dengan mengutamakan penekanan terhadap hal-hal yang dianggap penting.
5.    Kunjungan kelas antar guru, yang hasilnya dapat digunakan untuk menilai aktivitas sendiri
6.    Lokakarya, yaitu kesempatan untuk bekerjasama, mempertemukan ide-ide, mendiskusikan masalah bersama atau meningkatkan kemampuan pribadi guru dalam bidang masing-masing.[23]
Sedangkan menurut Syaiful [24] menjelaskan bahwa tekhnik supervisi terbagi menjadi :
1.      Tekhnik supervisi kelompok, hal ini dapat dilakukan dengan cara : pertemuan orientasi, rapat guru, studi kelompok antar guru, diskusi sebagai pertukaran pikiran atau pendapat, workshop (lokakarya), tukar menukar pengalaman (sharing of experience).
2.      Tekhnik individual, hal ini dapat dilakukan dengan cara : kunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, inter visitasi, penyeleksi berbagai sumber materi untuk mengajar.
5.        Kepala Sekolah
Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan Kepala Sekolah. Kepemimpian melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam yang terjadi di antara orang-orang yang menginginkan perubahan yang signifikan, dan perubahan tersebut mencerminkan tujuan yang dimiliki bersama oleh pemimpin dan pengikutnya (bawahan). Jadi apa yang dimaksud dengan kepemimpinan itu adalah: kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menunutun, menggerakan dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh itu dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian tujuan-tujuan tertentu.
Kepala Sekolah terdiri atas kata kepala dan sekolah. Kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam organisasi atau suatu lembaga. Sedangkan sekolah  adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Secara sederhana Kepala Sekolah dapat didefenisikan sebagai tenaga fungsional guru atau pemimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. [25]
Kepala Sekolah sebagai penentu kebijakan di sekolah juga harus memfungsikan perannya secara maksimal dan mampu memimpin sekolah dengan bijak dan terarah serta mengarah kepada pencapaian tujuan yang maksima  demi meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di sekolahnya yang tentu saja akan berimbas pada kualitas lulusan anak didik sehingga membanggakan dan menyiapkan masa depan yang cerah. Oleh karena itu, kepala sekolah harus mempunyai wawasan, keahlian manajerial, mempunyai karisma kepemimpinan dan juga pengetahuan yang luas tentang tugas dan fungsi sebagai kepala sekolah. dengan kemapuan yang dimiliki seperti itu, Kepala Sekolah tentu saja akan mampu mengantarkan dan membimbing segala komponen yang ada disekolahnya dengan baik dan efektif menuju kearah cita-cita sekolah. [26]
a.                   Syarat-syarat Kepala Sekolah
Sebagai seorang Kepala Sekolah harus memiliki persyaratan untuk menciptakan sekolah yang efektif, syarat tersebut antara lain :
1.      Memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang baik
2.      Berpegang pada tujuan yang dicapai
3.      Bersemangat
4.      Cakap didalam memberi bimbingan
5.      Cepat dan bijaksana didalam mengambil keputusan
6.      Cerdas dan Jujur
7.      Cakap didalam hal mengarahkan dan menaruh kepercayaan yang baik dan berusaha untuk mencapainya.[27]
b.                   Tugas dan Fungsi Kepala Sekolah
Tugas Kepala Sekolah selaku pemimpin adalah membantu para guru mengembangkan kesanggupan mereka secara maksimal dan menciptakan suasana hidup sekolah yang sehat yang mendorong para guru, pegawai tata usaha, dan orang tua murid mempersatukan kehendak, pikiran dan tindakan dalam kegiatan kerjasama yang efektif bagi tercapainya tujuan sekolah. Dengan demikian tugas inti kepemimpinan Kepala Sekolah adalah memajukan pengajaran, karena bila proses pembelajaran dapat berjalan efektif dan efesien maka dengan sendirinya kualitas pendidikan akan meningkat.
Tugas dan Tanggung jawab Kepala Sekolah semakin luas dan semakin banyak bidangnya. Kepala Sekolah tidak hanya bertanggung jawab atas kelancaran jalanya sekolah secara tekhnik dan akademik saja. Benar bahwa hak itu adalah tugas dan tanggung jawab yang pokok bagi seorang kepala sekolah. akan tetapi mengingat situasi dan kondisi serta pertumbuhan sekolah di Negara kita dewasa ini, banyak masalah baru yang timbul yang harus menjadi tanggung jawab Kepala Sekolah untuk dipecahkan dan dilaksanakan. Didalam Al-Qur’an surah Shaad ayat 26 Allah berfirman:
ߊ¼ãr#y»tƒ $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ ZpxÿÎ=yz Îû ÇÚöF{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ Ÿwur ÆìÎ7®Ks? 3uqygø9$# y7¯=ÅÒãŠsù `tã È@Î6y «!$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbq=ÅÒtƒ `tã È@Î6y «!$# öNßgs9 Ò>#xtã 7ƒÏx© $yJÎ/ (#qÝ¡nS tPöqtƒ É>$|¡Ïtø:$# ÇËÏÈ
Artinya : Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.[28]
Upaya dalam peningkatan mutu sekolah memerlukan kepala sekolah yang mampu :
1.    Memandang sumber daya yang ada berguna sebagai penyedia dorongan bagi kepala sekolah dan guru.
2.    Mencurahkan banyak waktunya untuk pengelolaan dan koordinasi proses instruksional.
3.    Berkomunikasi secara teratur dengan staf, orang tua, siswa dan anggota masyarakat dan sekitarnya, serta lembaga pendukung yang ada diluar institusi pendidikan itu sendiri.[29]
c.        Peran Kepala Sekolah
Kepala Sekolah merupakan seorang guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah. Menurut Wahyudi [30] Kepala Sekolah mempunyai peran sesuai dengan tugas dan fungsinya, peran Kepala Sekolah adalah sebagai berikut :
1)      Kepala Sekolah Sebagai Educator
Kepala Sekolah dalam melakukan fungsinya sebagai edukator, harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan professionalisme tenaga pendidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta team teaching, moving class, dan mengadakan program akselerasi bagi peserta didik yang cerdas diatas normal.
Sumidjo dalam Mulyasa[31] mengemukakan bahwa memahami arti pendidik tidak cukup berpegang pada konotasi yang terkandung dalam defenisi pendidik, melainkan harus dipelajari keterkaitannya dengan makna pendidikan, sarana pendidikan, dan bagaimana strategi pendidikan itu dilaksanakan. Untuk kepentingan tersebut, Kepala Sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan dan meningkatkan sedikitnya empat macam nila, yakni pembinaan mental, moral, fisik dan artistik.
2)      Kepala Sekolah Sebagai Manajer
Manajemen pada hakekatnya merupakan proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan mengendalikan usaha para anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dikatakan suatu proses, karena semua manajer dengan ketangkasan dan keterampilan yang dimilikinya mengusahakan dan mendayagunakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan.
Kepala sekolah dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.[32]
semua pihak yang terkait dengan lembaga sekolah harus memberikan perhatian besar terhadap upaya pemberdayaan sekolah sehingga sekolah benar-benar menjadi pusat dari segala pusat keunggulan. Untuk menciptakan sekolah seperti itu, tanggung jawab utama (key person) berada dipundak kepala sekolah (school principals). Dikatan demikian karena sudah lama diakui oleh pakar manajemen pendidikan, kepala sekolah merupakan faktor kunci efektif tidaknya suatu sekolah. kepala sekolah dikatakan  faktor kunci karena kepala sekolah memainkan peranan yang sangat penting dalam keseluruhan spektrum pengelolaan sekolah.[33]
3)      Kepala Sekolah Sebagai Administrator
Kepala Sekolah sebagai Administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. secara spesifik Kepala Sekolah harus mempunyai kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi sarana dan prasarana personalia, mengelola administrasi kearsipan, dan administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktifitas sekolah. untuk itu Kepala Sekolah harus bisa menjabarkan kemampuan diatas dalam tugas-tugas operasional.[34]
Kepala sekolah sebagai administrator. Administrasi merupakan suatu proses yang menyeluruh dan terdiri dari bermacam kegiatan atau aktivitas di dalam pelaksanaannya. Sebagai administrator, kepala sekolah bertanggung jawab atas kelancaran segala pekerjaan dan kegiataan administratif di sekolahnya. Aktivitas administratif adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan pencatatan, penyusunan dan dokumentasi program dan kegiatan sekolah. secara spesifik, kepala sekolah juga dituntut untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan.[35]
4)      Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Supervisi menurut Daryanto seperti yang dikutip Imam Musbikin  juga dapat diartikan sebagai pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar dengan lebih baik sesuai dengan tujuan pendidikan.[36]
Kepala sekolah sebagai supervisor dibebani peran dan tanggung jawab memantau, membina, dan memperbaiki proses pembelajaran dikelas atau di sekolah. tanggung jawab ini dalam pustaka dikenal dan dikategorikan jawab supervisi. Dari konsep supervisi sebagai proses membantu guru guna memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran dan kurikulum terkandung makna bahwa kepala sekolah adalah petugas pimpinan atau supervisor yang membantu guru secara individual atau kelompok untuk memperbaiki pengajaran dan kurikulum. [37]
  Hera  Budin mengatakan Kepala sekolah sebagai supervisor artinya kepala sekolah berfungsi sebagai pengawas, pengendali, pembina, pengarah, dan memberi contoh kepada para guru dan karyawan di sekolah. Salah satu hal yang penting bagi kepala sekolah, sebagai supervisor memahami tugas dan kedudukan karyawa-karyawannya atau staf disekolah yang dipimpinnya. Dengan demikian, kepala sekolah bukan hanya mengawasi karyawan dan guru yang sedang melaksanakan kegiatan, tetapi ia membekali diri dengan pengetahuan dan pengalamannya tentang tugas dan fungsi stafnya, agar pengawasan dan pembinaan berjalan dengan baik dan tidak membingungkan. [38]
5)      Kepala Sekolah Sebagai Leader
Kepala Sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, memberikan dua arah, mendelegasikan tugas. Kemampuan yang harus diwujudkan Kepala Sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga pendidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi.[39] Pada dasarnya istilah kepemimpinan itu dipahami sebagai suatu konsep yang mengandung makna bahwa ada proses kekuatan yang datang dari seseorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain, baik secara individu maupun kelompok dalam organisasi.[40]
6)      Kepala Sekolah Sebagai Inovator
Kepala sekolah sebagai inovator akan tercermin dari cara-caranya melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional dan objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, serta adaptble dan fleksibel.  Manajemen waktu yang baik bagi kepala sekolah menurut Kim Marshall[41] adalah mampu mengatur dan melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan waktu yang sudah disepakati bersama. Hal tersebut dapat terlaksana dengan baik apabila :
1.        Kepala sekolah memiliki prioritas kerja
2.        Kepala sekolah peka terhadap informasi-informasi yang diberikan oleh guru dan masyarakat
3.        Kepala sekolah memahami sistem informasi manajemen dalam hal pengambilan keputusan
4.        Hasil kebijakan dan keputusan dapat dilaksanakan oleh semua pihak sekolah
5.        Dapat dilaksanakan oleh staf dan karyawan
6.        Pengawasan yang dilaksanakan secara berkelanjutan
7.        Kegiatan yang berorientasi terhadap program kerja
8.        Menuliskan hasil supervisi yang dilaksanakan terhadap guru guna sebagai upaya perbaikan
9.        Mendahulukan informasi atau masukan yang berkaitan dengan kemajuan sekolah tanpa mengesampingkan informasi yang lain
10.    Kepala sekolah dan guru melakukan observasi bersama terhadap sekolah secara keseluruhan sebagai pedoman dalam menentukan keputusan kebijakan sekolah.
11.    Adanya keputusan yang diambil untuk dilaksanakan secara bersama
12.    Menuliskan artikel-artikel tentang pendidikan atau kegiatan sekolah atau kegiatan guru-guru dalam surat kabar sekolah.
7)      Kepala Sekolah Sebagai Motivator
Sebagai motivator, Kepala Sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika :
1.    Merasa yakin akan mampu mengerjakan.
2.    Yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya.
3.    Tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting atau mendesak.
4.    Tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan.
5.    Hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.[42]

B.       Guru
1.        Pengertian Guru
Menurut undang-undang sistem pendidikan nasional bab 1 pasal 1 ayat 6, menyebutkan :
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai kekhususannya, serta barpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.[43]
Sedangkan pendidik dalam pendidikan dasar dan menengah disebut guru, sedangkan pendidik pada pendidikan tinggi disebut dosen. Guru dalam undang-undang guru dan dosen bab 1 ayat 1 diartikan :
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.[44]
Sedangkan dosen sebagaimana disebutkan dalam ayat 2 adalah :
Pendidik profesional dan ilmuan dengan tugas utama menstransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.[45]
Dilihat dari sudut pandang sistem pendidikan nasional, atau lebih khusus lagi sistem persekolahan, akan melihat guru sebagai sentral dari segala upaya pendidikan dan agen dalam pembaharuan pendidikan hingga ketataran sekolah. guru menjadi tumpuan harapan untuk mewujudkan agenda-agenda pendidikan nasional, peningkatan mutu, dan relevansi, pemerataan dan perluasan kesempatan, dan peningkatan efisiensi. Apabila kinerja sekolah, siswa, dan bahkan pendidikan nasional secara keseluruhan kurang memuaskan, maka guru seringkali menjadi sasaran bagi pihak yang dianggap paling bertanggung jawab.[46]
Pengertian dalam pengertian-pengertian diatas menunjukkan beragam istilah yang digunakan dalam memahami pendidik, begitupun dalam pendidikan islam. Konsep pendidik dalam peristilahan pendidikan Islam disebut dengan berbagai macam sebutan, yaitu Murabbi, Mu’allim, Muaddib, Mudarris, dan Mursyid. Istilah-istilah itu digunakan sesuai dengan konteks yang menjadi orientasi dari setiap istilah-istilah tersebut.
Dalam bahasa Arab, guru disebutkan dengan mu’allim, murabbi, mudarris, dan al-mu’addib. Mu’allim berasal dari kata ‘allama, dan ‘allama kata dasarnya ‘alima yang berarti mengetahui, sebagaimana mana yang telah disebutkan diatas. Istilah mu’allim yang diartikan kepada guru menggambarkan sosok seorang yang mempunyai kompetensi keilmuan yang sangat luas, sehingga ia layak menjadi seorang yang membuat orang lain (dalam hal ini muridnya) berilmu sesuai dengan makna ‘allama seperti yang telah dibahas. Dengan demikian, guru sebagai mu’allim menggambarkan kompetensi professional yang menguasai ilmu pengetahuan yang akan diajarkan kepada peserta didik.[47]
Dengan demikian penyebutan guru sebagai mu’allim, murabbi, mudarris, dan  al-mu’addib adalah sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru tersebut, pesan-pesan ilahi yang diajarkan Nabi kepada umatnya mesti disampaikan atau diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Maka dengan demikian, profesi guru merupakan tugas yang sangat mulia, yaitu mewarisi tugas nabi dan rasul. Al-Qur’an dalam beberapa ayat mendiskripsikan tugas Rasul, yang selanjutnya juga menjadi tugas semua guru. Sebagaiman firman Allah SWT  dalam surah Al-Baqarah Ayat 29 :
$uZ­/u ô]yèö/$#ur öNÎgÏù Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Gtƒ öNÍköŽn=tæ y7ÏG»tƒ#uä ÞOßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur öNÍkŽÏj.tãƒur 4 y7¨RÎ) |MRr& âƒÍyèø9$# ÞOŠÅ3ysø9$# ÇÊËÒÈ
Artinya : Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Baqarah :29)[48]
2.        Kompetensi Guru
Kompetensi menurut Usman dalam Kunandar [49] adalah suatu hal yang menggambar kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Pengertian ini mengandung makna bahwa kompetensi itu dapat digunakan dalam dua konteks, yakni : pertama, sebagai indikator kemampuan yang menunjukkan kepada perbuatan yang diamanti. kedua, sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif, afektif dan perbuatan serta tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh.
Kompetensi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.[50]
Depdiknas dalam Abd Kasim Masaong [51] membagi kompetensi guru atas empat dimensi, yaitu : (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi profesional, dan (4) kompetensi sosial. Keempat bidang kompetensi tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain dan mempunyai hubungan hierarkhis, artinya saling mendasari satu sama lainnya, antara kompetensi yang satu dengan kompetensi yang lain saling mempengaruhi. Kompetensi-kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1)       Kompetensi Pedagodik Pendidik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan yang harus dimiliki pendidik berkenaan dengan karakteristik siswa dilihat dari berbagai aspek seperti moral, emosional,dan intelektual. Hal tersebut beimplikasi bahwa seorang pendidik harus mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip belajar, karena siswa memiliki karakter, sifat, dan interest yang berbeda.
Berdasarkan beberapa pengertian seperti tersebut di atas dengan kompetensi pedagogik maka guru mempunyai kemampuan-kemampuan sebagai berikut : (1) Mengaktualisasikan landasan mengajar,(2) Pemahaman terhadap peserta didik, (3) Menguasai ilmu mengajar (didaktik metodik), (4) Menguasai teori motivasi, (5) Mengenali lingkungan masyarakat, (6) Menguasai penyusunan kurikulum, (7) Menguasai penyusunan kurikulum, (8) Menguasai pengetahuan evaluasi pembelajaran, dan lain-lain.[52]
Dalam Undang-undang guru dan dosen, kompetensi pedagogik sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: (1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, (2) Pemahaman terhadap peserta didik, (3) Pengembangan kurikulum atau silabus, (4) Perancangan pembelajaran, (5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (6) Pemanfaatan teknologi pembelajaran, (7) Evaluasi hasil belajar, dan (8) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang di milikinya.[53]
2)       Kompetensi Kepribadian Pendidik
Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari. Menurut Hamzah B.Uno [54] Kompetensi Personal, artinya sikap kepribadian yang mantap sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. Dalam hal ini berarti memiliki kepribadian yang pantas diteladani, mampu melaksanakan kepemimpinan seperti yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara, yaitu “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa. Tut Wuri Handayani”.
Dengan kompetensi kepribadian maka guru akan menjadi contoh dan teladan, serta membangkitkan motivasi belajar siswa. Oleh karena itu, seorang guru dituntut melalui sikap dan perbuatan menjadikan dirinya sebagai panutan dan ikutan orang-orang yang dipimpinnya. Dalam UU guru dan dosen, kompetensi kepribadian sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang : ayat 2 sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang: 1) Beriman dan bertakwa, 2)  Berakhlak mulia, 3)  Arif dan bijaksana, 4)  Demokratis, 5)  Mantap,  6)  Berwibawa,  7)   Stabil,  8)  Dewasa,  9)  Jujur, 10 )  Sportif, 11) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, 12)  Secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri dan, 13) Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.[55]
Jadi, kompetensi kepribadian secara ringkas bagi seorang guru ialah sikap dan tingkah laku yang baik, patut untuk diteladani dan menjadi cerminan untuk peserta didik, mampu mengembang potensi dalam diri, serta yang paling utama bagi seorang guru yang  berkepribadian yaitu bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi norma agama, hukum dan sosial yang berlaku.
3)       Kompetensi Sosial Pendidik
Dimaksud dengan kompetensi sosial di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005,  pada pasal 28, ayat 3, ialah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
Kompetensi sosial merupakan kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik/tenaga kependidikan lain, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.[56] Sedangkan menurut Hamzah B. Uno kompetensi sosial artinya guru harus mampu menunjukkan dan berinteraksi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama guru dan kepala sekolah, bahkan dengan masyarakat luas.[57]
Dalam pengertian lain, terdapat kriteria lain kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru. Dalam kompetensi ini seorang guru harus mampu:
1.       Bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak diskriminatif, karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi.
2.       Berkomunikasi secara efektif, simpatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.
3.       Beradaptasi di tempat bertugas diseluruh wilayah republik Indonesia.
4.       Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.[58]
Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas kemanusiaan manusia. Guru harus mempunyai kompetensi sosial karena guru adalah penceramah jaman.
4)       Kompetensi Profesional Pendidik
Guru adalah salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan pendidikan disekolah. Kompetensi profesional merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang guru.  Dalam Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005, pada pasal 28 ayat 3 yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Secara umum kompetensi profesional dapat diidentifikasi tentang ruang lingkup kompetensi profesional guru adalah sebagai berikut :
1.       Kemampuan penguasaan materi/bahan bidang studi. Penguasaaan ini menjadi landasan pokok untuk keterampilan mengajar.
2.       Kemampuan mengelola program pembelajaran yang mencakup merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar, merumuskan silabus, tujuan pembelajaran, kemampuan menggunakan metode/model mengajar, kemampuan menyusun langkah-langkah kegiatan pembelajaran, kemampuan mengenal potensi (entry behavior) peserta didik, serta kemampuan merencanakan dan melaksanakan pengajaran redmedial.
3.       Kemampuan mengelola kelas. Kemampuan ini antara lain adalah; mengatur tata ruang kelas dan menciptakan iklim belajar mengajar yang kondusif.
4.       Kemampuan mengelola dan penggunaan media serta sumber belajar. Kemampuan ini pada dasarnya merupakan kemampuan menciptakan kondisi belajar yang merangsang agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
5.       Kemampuan penguasaan tentang landasan kependidikan. Kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan.
6.       Kemampuan menilai prestasi belajar peserta didik yaitu kemampuan mengukur perubahan tingkah laku siswa dan kemampuan mengukur kemahiran dirinya dalam mengajar dan dalam membuat program.
7.       Kemampuan memahami prinsip-prinsip pengelolaan lembaga dan program pendidikan di sekolah.
8.       Kemampuan/terampil memberikan bantuan dan bimbingan kepada peserta didik.
9.       Kemampuan memiliki wawasan tentang penelitian pendidikan.
10.   Kemampuan memahami karakteristik peserta didik. Guru dituntut memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang ciri-ciri dan perkembangan peserta didik, lalu menyesuaikan bahan yang akan diajarkan sesuai dengan karakteristik peserta didik.
11.   Kemampuan menyelenggarakan administrasi sekolah.
12.   Kemampuan memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan.
13.   Kemampuan/berani mengambil keputusan.
14.   Kemampuan memahami kurikulum dan perkembangannya.
15.   Kemampuan bekerja berencana dan terprogram.
16.   Kemampuan menggunakan waktu secara tepat.[59]
Dapat disimpulkan guru profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada siswa, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengembangkan dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan berinteraksi sosial. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma agama dan norma moral.
C.      Profesionalisme Guru
1.      Konsep Profesi
Profesi adalah sebuah pekerjaan yang digeluti dengan penuh pengabdian dan dedikasi serta dilandasi oleh keahlian atau keterampilan tertentu.  menurut Sahertian dalam Marselus[60] menjelaskan bahwa profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau janji terbuka (to Profess) artinya menyatakan, yang menyaatakan bahwa seseorang mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
Menurut Ornstein dan Levine, sebagimana yang dikutip Soetjipto dan Kosasi didalam Marselus menjelaskan suatu pekerjaan atau profesi itu memiliki kriteria :
1.      Melayani masyarakat, merupakan karya yang akan dilakukan sepanjang hayat,
2.      Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangka khalayak ramai,
3.      Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktik,
4.      Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang,
5.      Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya),
6.      Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu,
7.      Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskan, dipindahkan keatasan atau instansi yang lebih tinggi),
8.      Memiliki komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan,
9.      Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relatif bebas dari supervisi dalam jabatan,
10.  Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri,
11.  Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elite untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya,
12.  Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan,
13.  Memiliki kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotannya,
14.  Memiliki status sosial dan ekonomi yang tinggi.[61]
Profesi dalam lingkup pendidikan adalah suatu jabatan yang mempunyai kekhususan yang memerlukan keterampilan yang menggambarkan bahwa seseorang melakukan tugas atau pekerjaannya tidak terlepas dari upaya membimbing manusia. Maka jabatan guru sebagai  suatu profesi memiliki ciri-ciri  yaitu : (a) mengutamakan layanan sosial, lebih dari kepentingan pribadi, (b) mempunyai status yang tinggi, (c) memiliki pengetahuan yang khusus dalam hal mengajar dan mendidik, (d) memiliki kegiatan intelektual yang lebih tinggi, (e) memilik hak untuk memperoleh standar kualifikasi profesional, dan (f) mempunyai kode etik profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi.[62]
Dapat disimpulkan bahwa pengertian profesi diatas menimbulkan makna bahwa profesi yang disandang tenaga kependidikan atau guru, adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian untuk menciptakan anak sehingga memiliki prilaku yang sesuai dengan yang diharapkan.
2.      Profesionalisme Guru
Profesinalisme berasal dari bahasa Inggris professionalism yang secara leksikal berarti sifat profesional. Orang profesional memiliki sikap yang berbeda dengan orang yang tidak profesional, meski mereka mengerjakan pekerjaan yang sama atau katakanlah berada pada satu ruang kerja.[63] Profesionalisme menurut Suyanto[64] adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Sementara guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui berbagai cara dan strategi, ia akan berusaha mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna profesional.
Seorang guru yang profesional artinya ia memiliki pengetahuan dan keterampilan yang luas, baik dalam kaitan bidang studi/mata pelajaran yang diajarkan beserta penunjangnya, metodologi pengajarannya, dan dapat mengevaluasi dan mengambangkan materi dengan baik. Secara lebih rinci Sulthon [65] menjelaskan profesionalisme seorang guru itu dapat dilihat dari 10 kompetensi yaitu : (1) menguasai bahan/bidang studi, (2) mengelola program belajar mengajar, (3) mengelola kelas, (4) menggunakan media dan sumber belajar, (5) menguasai landasan kependidikan, (6) mengelola interaksi belajar mengajar, (7) menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran, (8) mengenal fungsi dan program bimbingan penyuluhan sekolah, (10) memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Sebagai salah satu elemen tenaga kependidikan, seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional, dengan selalu berpegang teguh pada etika kerja, independensi (bebas dari tekanan pihak luar), produktif, efektif, efisien dan inovatif, serta siap melakukan pelayanan prima berdasarkan pada kaedah ilmu atau teori yang sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat dan kode etik yang regulatif.
Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang mudah, seperti yang dibayangkan sebagian orang, dengan bermodalkan penguasaan materi dan menyampaikannya kepada siswa sudah cukup, hal ini belumlah dapat dikategorikan sebagai guru yang memiliki pekerjaan yang profesional, karena guru yang profesional, mereka harus memiliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru, lain sebagainya.
Guru yang profesional adalah guru yang dapat melakukan tugas mengajarnya dengan baik. Dalam mengajar diperlukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk kelancaran proses belajar mengajar secara efektif dan efisien. Keterampilan yang harus dimiliki guru dalam proses belajar mengajar antara lain : (1) keterampilan membuka dan menutup pelajaran, (2) keterampilan menjelaskan, (3) keterampilan bertanya, (4) keterampilan memberi penguatan, (5) keterampilan menggunakan media pembelajaran, (6) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, (7) keterampilan mengelola kelas, (8) keterampilan mengadakan variasi, dan (9) keterampilan mengajar perorangan dan kelompok kecil.[66]
Menurut Suyanto[67] untuk menjadi guru yang profesional setidaknya memiliki standar minimal, yaitu :
1.      Memiliki kemampuan intelektual yang baik,
2.      Memiliki kemampuan memahami visi dan misi pendidikan nasional,
3.      Mempunyai keahlian menstransfer ilmu pengetahuan kepada siswa secara efektif,
4.      Memahami konsep perkembangan psikologi anak,
5.      Memiliki kemapuan mengorganisir dan proses belajar,
6.      Memiliki kreativitas dan seni mendidik.
Perihal tentang guru profesional telah banyak dikemukakan oleh para pakar manajemen pendidikan, dari semua teori yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa guru profesional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dan melaksanakan tugas sehari-hari, yang berangkat dari proses ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang, dari diarahkan oleh orang lain (other-directedness) menjadi mengarahkan diri sendiri.[68]

D.      Manajemen Supervisi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru
Manajemen supervisi kepala sekolah berkaitan dengan salah satu kompetensi kepala sekolah itu sendiri, yaitu sebagai supervisor. Hal ini seuai dengan Permendiknas No 13 Tahun 2007 yaitu :
1.   Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
2.   Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
3.   Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.[69]
Pemahaman tentang bagaimana seharusnya hal tersebut dilakukan untuk menunjang manajemen dan kepemimpinan kepala sekolah secara langsung akan memberikan hasil yang memuaskan.  Fungsi dasar supervisi seperti yang di ungkap Kimball Wiles dalam Piet Sahertian[70]  adalah memperbaiki situasi belajar-mengajar disekolah dalam artian yang luas situasi belajar mengajar disekolah dapat diperbaiki bila supervisor/pemimpin pendidikan memiliki lima keterampilan dasar yaitu : keterampilan dalam hubungan-hubungan kemanusiaan, keterampilan dalam proses kelompok, keterampilan dalam kepemimpinan pendidikan, keterampilan dan mengatur personalia sekolah, dan keterampilan dalam evaluasi.
Manajemen supervisi kepala sekolah adalah proses yang dilakukan oleh kepala sekolah untuk meyakinkan bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai dengan yang direncanakan. Manajemen supervisi tidak lain adalah untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin sumber daya dipergunakan dengan cara pailng efektif dan efisien dalam mencapai tujuan-tujuan.
Manajemen supervisi merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh kepala sekolah, dan sebagai dimensi utama dari tiga dimensi yang harus diperhatikan dalam manajemen dan kepemimpinan kepala sekolah. Dimensi lainnya adalah koordinasi dan komunikasi; yang sama-sama menentukan keberhasilan, kemandirian, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan akuntabilitas sekolah. [71]
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh para pakar, bahwa seorang kepala sekolah dan sekolah yang berhasil menunjukkan adanya :
a.        Keterkaitan terhadap perbaikan pengajaran.
b.        Pengetahuan dari/dan partisipasi yang kuat didalam aktivitas kelas.
c.        Pemantauan terhadap penggunaan efektivitas waktu pelajaran.
d.       Usaha membantu efektifitas program tentang hal-hal yang berkaitan  dengan pelajaran.
e.        Memiliki sikap positif kearah para guru, pustakawan, laboran, tenaga administrasi dan para siswa.[72]
Kepala Sekolah sebagai pemimpin sekolah berperan sangat penting dalam membuat sekolah tetap fokus tentang keberadaan sekolah dan karena keberadaannya itulah membantu siswa dan guru didalam melaksanakan tugasnya yaitu belajar dan mengajar sehingga menghasilkan output yang bermutu. Kepala  sekolah adalah merupakan kunci keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan disekolah. Kegagalan dan keberhasilan sekolah banyak ditentukan oleh kepala sekolah, karena kepala sekolah merupakan pengendalian dan penentu arah yang hendak ditempuh oleh sekolah menuju tujuannya. Oleh karena itu kepala sekolah harus mampu mengadakan pengawasan (supervisi) dan evaluasi pengajaran, fasilitas, kelengkapan dan materi pengajaran demi pencapaian tujuan sekolah dan peningkatan profesionalisme guru-guru disekolah yang dipimpinnya.
Lembaga pendidikan sekolah merupakan organisasi yang memerlukan manajemen yang baik. Oleh karena itu dalam proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang pemimpin (kepala sekolah) yaitu : perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling).
1.        Manajemen Supervisi
Manajemen supervisi adalah rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama antara Kepala Sekolah dan guru melalui aktivitas perencanaan, pelaksanaan, serta tindak lanjut untuk membantu guru mengembangkan profesionalisme, meningkatkan motivasi, serta meningkatkan kualitas pembelajaran.
Manajemen supervisi pada hakikatnya mempunyai pengertian yang hampir sama dengan manajemen pendidikan. Ruang lingkup dan bidang garapan manajemen supervisi merupakan bagian ruang lingkup dan bidang garapan manajemen pendidikan. Dengan demikian dapat dikatakan manajemen supervisi adalah bagian dari manajemen pendidikan secara menyeluruh.
Engkoswaradan Aan Komariah[73] menjelaskan tujuan dilakukannya manajemen adalah agar pelaksanaan suatu usaha terencana secara sistematis dan dapat dievaluasi secara benar, akurat, dan lengka sehingga mencapai tujuan secara produktif, berkualitas, efektif, dan efisien. Dalam bidang pendidikan, supervisi mengandung konsep umum yang sama namun disesuaikan dengan aktivitas-aktivitas pembelajaran. Supervisi pendidikan merupakan suatu usahan mengkoordinasi dan membimbing secara kontinyu pertumbuhan guru-guru disekolah baik secara individu maupun kelompok. Hakekatnya segenap bantuan yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek pengajaran.
Sedangkan menurut Oteng Sutisna, sebagaimana yang dikutip Sagala[74] mengemukakan prinsip supervisi adalah sebagai berikut:
1.        Supervisi merupakan bagian integral dari program pendidikan, yang berarti ia adalah layanan yang bersifat kerjasama.
2.        Semua elemen, terutama guru berhak mendapatkan supervisi.
3.        Supervisi hendaknya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perseorangan dari personil sekolah.
4.        Supervisi hendaknya membantu menjelaskan tujuan-tujuan dan sarana-sarana pendidikan.
5.        Membantu memperbaiki hubungan antar personel sekolah.
6.        Tanggung jawab pengembangan program supervisi terletak pada kepala sekolah dan pengawas.
7.        Harus ada dana yang memadai bagi program kegiatan supervisi dalam anggaran tahunan.
8.        Efektifitas program supervisi dinilai oleh para peserta dan
9.        Supervisi membantu menjelaskan dan menerapkan dalam praktik penemuan penelitian pendidikan yang mutakhir.
Dari prinsip-prinsip supervisi dapat diketahui maknanya bahwa supervisi sebagai suatu kegiatan untuk dilakukan terencana, rutin, berkelanjutan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah, yang menggunakan data dari hasil pengamatan atau observasi nyata menggunakan instrumen yang dapat memberikan informasi yang sebenarnya, sama sekali bukan hasil penalaran pribadi supervisor. Hubungan antara supervisor dengan yang disupervisi bukan bersifat hirarchis yang memposisikan atasan dengan bawahan, namun hubungan kesejajaran, hubungan kemanusiaan yang akrab, saling percaya, yang disupervisi merasa ada sesuatu yang dibutuhkan yaitu bantuan maupun bimbingan yang akan diberikan oleh supervisor. Pembinaan yang diberikan supervisor sebagai sharing of idea, untuk saling memberi masukan, sehingga supervisi merupakan suatu interaksi antara supervisor dan yang disupervisi untuk saling memberikan umpan balik. Langkah pembinaan yang dilakukan supervisor dipercaya mampu dilaksanakan oleh yang disupervisi dan yang di supervisi dengan tidak terpaksa menerima saran supervisor. Hubungan yang demokratis bukan otokratis diharapkan menumbuhkan kreativitas dari para guru.
Suharsimi Arikunto[75] membagi type supervisi menjadi (1) tipe inspeksi, (2) tipe laisses faire, (3) tipe coersive, (4) tipe training and guidance dan, (5) tipe demokrasi. Apabila diuraikan adalah sebagai berikut:
1.       Tipe inspeksi: supervisor berlaku seperti inspektur yang bertugasmengawasi pekerjaan, supervisi ini digunakan untuk mengawasi, menelitidan mencermati tugas sudah dilaksanakan seperti perintah atau belum.Supervisi jauh dari upaya memberikan bantuan atau bimbingan. Tipe ini lazim dilakukan oleh pejabat yang melakukan pengawasan, yang bertanggung jawab atas terlaksananya tugas sehari-hari oleh bawahanyang berada dalam tugas pengawasannya.
2.        Tipe laisses faire: para pegawai dibiarkan saja bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk yang benar. Ditinjau dari kemerdekaan dan bebasan pegawai sebetulnya tipe supervisi ini dapat dikatakan baik, karena guru diberi kebebasan untuk berkreasi sebagaimana mereka berinisiatif. Namun ditinjau dari kemampuan individual pegawai yang bervariasi, memberikan kebebasan kepada orang yang kurang inisiatif berarti sama saja dengan membiarkan mereka tidak bergerak.
3.        Tipe coersive: tipe supervisi itu bersifat memaksa. Apa yang dipikirkannya sebagai sesuatu yang baik, meskipun tidak cocok dengan kondisi atau kemampuan pihak yang disupervisi, tetap saja dipaksakan berlakunya. Guru sama sekali tidak diberi kesempatan utuk bertanya mengapa harus demikian. Sebagai dampak dari perlakuannya tersebut guru menjadi acuh tak acuh terhadap semua persoalan sekolah, atau menghindar dari tugas yang diberikan, atau paling rendah mereka akan membantah.
4.      Tipe training and guidance artinya sebagai memberikan latihan dan bimbingan. Sesuai dengan makna luas pendidikan yakni merupakan proses pertumbuhan, perkembangan serta peningkatan, maka supervisi mendorong terjadinya pertumbuhan. Untuk ini diperlukan tambahan latihan dan bimbingan kepada guru dan staf tata usaha.
5.        Tipe Demokrasi memerlukan kondisi dan situasi khusus, tentu saja adanya kepemimpinan yang bersifat demokratis pula. Apabila kondisi dan situasi kepemimpinan sekolah memang kondusif untuk terjadinya supervisi tipe demokratis, maka fungsi-fungsi pengarahan, koordinasi, dan evaluasi dapat terjadi bukan dan satu arah, tetapi kolaboratif, ada kerja sama semua pihak yang ada didalam organisasi. Tanggung jawab bukan hanya seorang pemimpin saja yang memegangnya, tetapi didistribusikan atau didelegasikan kepada para anggota atau warga sekolah. Perhatian dalam supervisi tipe ini adalah bahwa pemimpin bukan hanya memusatkan perhatiannya pada kemajuan situasi belajar mengajar saja. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, Kepala Sekolah sebagai supervisor harus mampu meningkatkan kepemimpinannya yang dapat mengembangkan program seluruh sekolah dan memberdayakan lingkungan bagi semua guru, mengusahakan tercapainya kelengkapan sarana dan peralatan belajar sehingga memungkinkan orang dapat bekerja dan berkomunikasi secara optimal dalam pencapaian tujuan dan cara melaksanakan strategi pencapaiannya. Seorang Kepala Sekolah harus memiliki wawasan yang luas dan pandangan yang jeli agar dapat memperoleh sumber informasi maupun sunber dana yang memungkinkan pertumbuhan warga sekolah baik secara individual maupun kelompokdalam meningkatkan kecakapan mereka.
2.        Manajemen Supervisi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru
Berdasar pendapat para ahli, Husaini Usman[76]   menyimpulkan bahwa fungsi manajemen dalam bidang pendidikan meliputi 1) Perencanaan, 2) Pengorganisasian, 3) Pengarahan, 4) Pengendalian. Fungsi-fungsi manajemen tersebut berlaku pula pada kegiatan supervisi akademik yang meliputi tiga tahap, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, serta tindak lanjut.
Tugas dan tanggung jawab seorang kepala sekolah selaku supervisor dalam melaksanakan supervisi harus berorientasi terhadap peningkatan profesionalisme guru,  karena pada hakikatnya supervisi pendidikan itu adalah proses pemberian bantuan profesional kepada guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas pengelolaan proses pembelajaran secara efektif, dan efisien.
Fungsi kepemimpinan melekat pada seorang supervisor karena dia adalah pemimpin. Begitu pula pengawasan, karena pada hakekatnya supervisor adalah pengawas yang tugas pokonya melakukan pengawasan. Sedangkan fungsi pelaksanaan terdapat pada supervisor, karena dia adalah para pelaksana dilapangan yang dalam istilah bakunya adalah pejabat fungsional, sama halya dengan guru dan kepala sekolah.[77]
Perencanaan dalam supervisi pada dasarnya merupakan  tindakan menetapkan terlebih dahulu hal apa yang akan disupervisi, dan siapa yang akan disupervisi, teknik dan pendekatan apa yang akan digunakan, kapan kegiatan supervisi akan dilakukan, serta sarana apa yang dibutuhkan untuk terlaksananya kegiatan supervisi.
Kegiatan supervisi yang direncanakan dengan baik akan dapat dilaksanakan dengan baik pula untuk mencapai tujuan akhirnya yaitu peningkatan kualitas pembelajaran dan peningkatan tenaga pendidik yang profesional. Dalam merencanakan kegiatan supervisi diperlukan tahapan tahapan awal seperti identifikasi masalah serta diagnosis penyebab timbulnya masalah untuk disusun rencana penyelesaiannya.
Di dalam setiap perencanaan ada dua faktor yang harus diperhatikan yaitu tujuan dan sarana untuk mencapai tujuan. Langkah-langkah perencanaan harus jelas melalui tahapan-tahapan penentuan tujuan, identifikasi masalah, pengumpulan data dan informasi, penentuan tahap pelaksanaa, serta merumuskan alternatif pemecahan masalah.
Fungsi pengarahan (directing) dalam kegiatan supervisi yang dilaksanakan kepala sekolah rangkaian kegiatan yang dilakukan sesuai perencanaan untuk mencapai sasaran tertentu secara efektif dan efisien. Pengarahan terdiri atas (1) motivasi; (2) kepemimpinan; (3) pengambilan keputusan; (4) komunikasi; (5) koordinasi, negosiasi, dan konflik; dan (6) perubahan organisasi.
Pengarahan dalam  kegiatan  supervisi  membutuhkan adanya komunikasi yang efektif sehingga memudahkan adanya saling pengertian. Supervisor membutuhkan dukungan dari staf yang profesional. Tanpa adanya dukungan tersebut maka tidak ada kesinambungan antara perintah dan pelaksanaan di lapangan. Tidak adanya komunikasi antara atasan dan bawahan, antara supervisor dan guru merupakan masalah dalam kegiatan supervisi.
 Kegagalan dalam berkomunikasi yang disebabkan ketidakjelasan informasi akan menyulitkan kedudukan supervisor. Berbagai permasalahan akan timbul, kontroversi, kritik, kemarahan, kesalahpahaman sering terjadi karena tidak adanya kejelasan informasi. Pelaksanaan supervisi  merupakan proses kompleks yang  menjadi bagian dari manajemen pendidikan. Permasalahan mendasar dalam menghadapi organisasi formal adalah adanya peraturan yang berlawanan dengan kebebasan.
Fungsi terakhir yang harus dilakukan seorang manajer adalah fungsi controlling atau pengendalian. Terkait dengan kegiatan supervisi  adalah bagian dari fungsi kegiatan controling/pengawasan. Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen supervisi kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru adalah bagaimana kepala sekolah dalam melaksanakan kegiatan supervisi lebih menekankan pada aspek perbaikan metode pembelajaran yang dilakukan guru, memperbaiki kemampuan guru untuk menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan belajar siswa, kolegialitas diantara sesama guru, guna peningkatan profesionalisme.
Sistem manajemen didalam organisasi sekolah seperti yang dijelaskan diatas bersifat partisipatif dengan ditandai dengan kepemimpinan yang mendukung, motivasi yang tinggi, hubungan antar pribadi sangat dekat, kerja sama yang baik, ada kesetiaan kelompok, tanggung jawab atas tugas masing-masing, saling percaya, masing-masing percaya diri sendiri dan mengarahkan kepada pencapaian tujuan yang tinggi.
Kepala sekolah didalam melaksanakan supervisi terhadap guru, ada beberapa tekhnik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan personil sekolah, diantaranya :
1.        Kunjungan sekolah, yaitu tekhnik supervisi yang digunakan untuk mengamati prose kerja, alat yang dipakai, metode yang digunakan.
2.        Pembicaraan individual, yaitu tekhnik supervisi untuk memberi kesempatan seluas-luasnya bagi supervisor untuk membicarakan langsung dengan guru mengenai masalah yang berkaitan dengan profesional pribadi mereka.
3.        Diskusi kelompok, yaitu suatu kegiatan kelompok dalam situasi tatap muka, tukar menukar informasi atau untuk memutuskan suatu keputusan mengenai masalah tertentu.
4.        Demonstrasi mengajar yang sebelumnya harus menyusun rencana demonstrasi terlebih dahulu dengan mengutamakan penekanan terhadap hal-hal yang dianggap penting.
5.        Kunjungan kelas antar guru, yang hasilnya dapat digunakan untuk menilai aktivitas sendiri Lokakarya, yaitu kesempatan untuk bekerjasama, mempertemukan ide-ide, mendiskusikan masalah bersama atau meningkatkan kemampuan pribadi guru dalam bidang masing-masing.[78]
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen supervisi kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi dan umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mangambil tindakan koreksi yang diperlukan dalam pelaksanaan perbaikan kearah yang  lebih baik.

E.       Penelitian Yang Relevan
1.        Studi Terdahulu
Arzal, “Supervisi proses pembelajaran di SMPN 7 Kota Jambi, tujuann penelitian ini adalah : (1) untuk mengetahui dan mengenal lebih dekat kegiatan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam kaitan meningkatkan pembelajaran di SMPN 7 Kota Jambi, (2) ingin mengetahui dan mendalami lebih sistematis faktor-faktor implementasi supervisi seperti yang ditemukan dalam rangka meningkatkan pembelajaran, (3) ingin mengetahui dan melakukan kegiatan tentang upaya-upaya yang telah dilakukan kepala sekolah SMPN 7 dalam rangka memberdayakan supervisi untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Sasrito, “Supervisi Kepala Madrasah (Studi Kasus pada MTsN Ladang Panjang Kabupaten Sarolangun”. Tujuan penelitian mengungkapkan tentang : (a) Pelaksanaan supervisi kepala MTs Negeri Ladang Panjang Kabupaten Sarolangun, (b) faktor-faktor kegagalan supervisi kepala madrasah dalam meningkatkan kenerja guru, (c) implikasi supervisi kepala madrasah terhadap kinerja guru MTs Negeri Ladang Panjang Kabupaten Sarolangun.
Zubir, “Supervisi Pengelolaan Kelas (Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Swasta Al-Hidayah Talang Bakung Kota Jambi”, Tujuan Penelitian mengungkap tentang : (a) untuk mengetahui perencanaan supervisi pengelolaan kelas di MTs Al-Hidayah Kota Jambi, (b) untuk mengetahui pelaksanaan supervisi pengelolaan kelas di MTs Al-Hidayah Kota Jambi, (c) untuk mengetahui evaluasi supervisi Pengelolaan Kelas di MTs Al-Hidayah Kota Jambi
2.        Perbedaan Dengan Studi Ini
Pada studi terdahulu ruang lingkup permasalahan memang menjamah langsung pada wilayah supervisi pendidikan. Namun kajian yang lebih mengemukakan adalah berkaitan dengan masalah kinerja profesionalitas supervisi kepala sekolah yang belum optimal. Kemudian implikasi yang ditimbulkan karena kurangnya penguasaan metode yang dilakukan pengawas (kepala sekolah)
Sedangkan studi ini menonjolkan tentang manajemen kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi meliputi proses : perencanaan, pelaksanaan dan tindak lanjut dalam meningkatkan profesionalisme guru. kesulitan yang dihadapi kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi  serta upaya yang dilakukan kepala sekolah dalam mengatasi kesulitan atau hambatan dalam pelaksanaan   supervisi.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.     Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, artinya dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui secara ilmiah dan medalam tentang bagaimana manajemen supervisi kepala sekolah terhadap guru pada proses pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.  Menurut Denzin dan Lincoln penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada seperti : wawancara, pengamatan dan pemanfaatan dokumen.[79]
Sedangkan menurut Sugiyono metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purpose dan snowball, tekhnik pengumpulan data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.[80]
Penelitian ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi. Dengan memfokuskan pada manajemen supervisi kepala sekolah terhadap guru pada proses pembelajaran. Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif yang dilihat melalui sudut pandang pendidikan dan memaparkan temuan apa adanya dilapangan. Sedangkan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.

B.      Situasi Sosial dan Subjek Penelitian
1.        Situasi Sosial  
Situasi sosial dalam penelitian adalah situasi yang terdiri dari tiga elemen yaitu : tempat (place), pelaku (actors),dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.[81] Penelitian ini dilakukan pada Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi. Pemilihan tempat ini didasarkan atas pertimbangan : pertama, peneliti ingin mengetahui bagaimana manajemen supervisi kepala sekolah  dalam meningkatkan profesionalisme guru, kedua, ingin mengetahui bagaimana supervisi yang dilaksanakan berorientasi kepada perbaikan sehingga guru lebih profesional didalam melaksanakan tugas mengajarnya.
2.        Subjek Penelitian
Subjek penelitian meliputi aspek-aspek yang terkait dengan manajemen yang dilakukan kepala sekolah didalam melaksanakan supervisi terhadap guru pada proses pembelajaran. Untuk mendapatkan data yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, sebagai subjek penelitian adalah : kepala sekolah satu orang yang ditetapkan sebagai informan kunci (key informan), beberapa guru dan pegawai lainnya  serta sekelompok siswa yang digunakan sebagai informasi tambahan. Sampel dalam penelitian kualitatif ini adalah siswa, karena dalam situasi sosial tertentu siswa dianggap dapat memberikan informasi yang akurat dan terpecaya mengenai manajemen supervisi yang dilakukan kepala sekolah terhadap guru pada proses pembelajaran.
Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan peneliti di Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi adalah snowball sampling yakni tekhnik pengambilan sampel sumber data yang pada awal jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini

dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang lengkap, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data, seperti bola salju yang menggelinding, lama-lama menjadi besar.[82]
C.     Jenis dan Sumber Data
1.        Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini :
a.        Data primer : yaitu data yang merupakan informasi yang dikumpulkan langsung dari sumber. Data primer di sini adalah data yang menyangkut persoalan yang dihadapi dan diperoleh langsung dari sumbernya, yakni:
1)        Manajemen kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi dalam meningkatkan profesionalisme guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
2)        faktor penghambat yang dihadapi kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi didalam melaksanakan supervisi dalam meningkatkan profesionalisme guru diMadrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
3)        Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan kepala Madrasah Tsaniwah Negeri Berembang didalam mengatasi kesulitan atau hambatan dalam pelaksanaan supervisi, agar diketahui kekurangan-kekurangan serta hambatan-hambatan pelaksanaan supervisi akademik guna perbaikan dalam meningkatkan profesionalisme Guru.
b.    Data Sekunder : Data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang ada. Data sekunder disebut juga data tersedia, atau sumber tertulis.[83] Data dalam hal ini berupa dokumen-dokumen yang ditemukan pada lokasi penelitian, seperti : sejaran dan geografis, buku, majalah ilmiah, dokumen pribadi, dokumen resmi sekolah, arsip, dan lain-lain. Data ini berguna untuk melengkapi data primer.

2.        Sumber Data
Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh.[84] Jadi sumber data ini menunjukkan asal informasi. Data ini harus diperoleh dari sumber data yang tepat, jika sumber data tidak tepat, maka mengakibatkan data yang terkumpul tidak  relevan dengan masalah yang diteliti.
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah :
1.    Sumber data manusia/orang : yaitu kepala sekolah, para guru dan peserta didik (siswa)
2.    Sumber data berupa dokumen, yaitu : semua dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.    Sumber data berupa peristiwa atau suasana, yaitu perencanaan, , pelaksanaan dan penilaiaan pengawasan (supervisi), dan suasana proses pembelajaran ketika terjadi supervisi oleh kepala sekolah.
D.     Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer dan tekhnik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participan observation), wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi. Catherine Marshall, Gretchen B. Rossman, menyatakan bahwa “the pundamental methods relied on by qualitative researchers for gathering information are participation in the setting, direct observation, in depth interviewing, document review”.[85] Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan metode-metode sebagai berikut : 
1.        Metode Observasi
Observasi atau pengamatan dapat diartikan secara luas dan sempit. Secara luas berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran. Sedangkan secara sempit observasi diartikan pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.[86]
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sanafiah Faisal, mengklasifikasikan observasi menjadi 3 bagian :
a)        Observasi partisipatif
Dalam observasi partisipatif (Participant Observation), penelitian terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.   Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisifatif ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak.
b)       Observasi Terus Terang dan Tersamar
Observasi Terus Terang dan Tersamar (Overt Observation and Covert Observation) dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peniliti. Tetapi dalam suatu saat peneliti juga tidak terus terang atau tersamar dalam obervasi, hal ini untuk menghindari kalau suatu data yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan. Kemungkinan kalau dilakukan dengan terus terang, maka peneliti tidak akan diijinkan untuk melakukan observasi.
c)        Observasi Tak Berstruktur
Observasi tidak terstruktur (Unstructured Observation) adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan di observasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan.[87]
Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif, agar peneliti dengan mudah mengamati bagaimana perilaku dan kinerja kepala sekolah dalam melakukan fungsi manajemen dalam melaksanakan pengawasan (supervisi) kepada guru-guru, perilaku dan kinerja para guru kepada peserta didiknya dalam pembelajaran, bagaimana semangat belajar murid, bagaimana hubungan guru dengan guru, keluhan-keluhan mereka dalam menjalankan profesinya yang berlangsung di Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
2.        Metode Wawancara
Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Tekhnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in-depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang di wawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.
Wawancara (interview) adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada responden dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat perekam (type recorder).[88] Menurut Lexy J. Moleong wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. [89]
Wawancara dilakukan dalam suasana informal, terbuka dan penuh kekeluargaan. Oleh sebab itu, pengguna alat perekam atau tape recorder tidak digunakan. Dengan demikian dalam melakukan wawancara peneliti lebih banyak menggunakan catatan-catatan. Kemudian catatan tadi disempurnakan untuk menghindari kelupaan.
3.        Metode Dokumentasi
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedian adalah bentuk surat-surat, catatan harian, cenderamata, laporan, artefak, foto, dan sebagainya. Sifat utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi diwaktu silam. Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu otobiografi, surat-surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial, klipping, dokumen pemerintah atau swasta, data diservar dan flashdisk, data tersimpan di website, dan lain-lain.
Metode pengumpulan data dengan dokumentasi adalah pengambilan data yang di peroleh melalui dokumen-dokumen.[90] Dokumen dapat dibedakan menjadi : (1) Dokumen primer, jika dokumen ini ditulis oleh orang yang langsung mengalami suatu peristiwa, contoh : otobiografi. (2) Dokumen sekunder, jika peristiwa dilaporkan kepada orang lain yang selanjutnya ditulis oleh orang ini (si peneliti). Contoh : biografi seseorang.[91]
Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk melihat data tentang sejarah dan geografis, struktur organisasi, keadaan pengawas internal (kepala sekolah) dan keadaan guru serta siswa (peserta didik) di Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
E.      Tekhnik Analisis Data
Analisis data data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.[92]
Peneliti melakukan analisis data untuk mempertajam keabsahan data, dilakukan penyusunan data yaitu dengan penyusunan kata-kata hasil observasi, hasil wawancara dan dokumen-dokumen berdasarkan kategorisasi yang sesuai dengan masalah penelitian. Berdasarkan data yang diperoleh, dikembangkan penajaman data melalui penelusuran dan pencarian data selanjutnya. Peneliti mencatat data apa adanya, tanpa memberikan intervensi dari teori yang terbaca atau paradigma yang dimiliki peneliti selama ini. Namun tetap berusaha untuk mencari makna inti dari berbagai perilaku dan perbuatan yang tampak. Hal ini dilakukan untuk memahami perilaku terserbut dalam konteks yang lebih luas. Pada analisis melalui interpretasi pada data secara keseluruhan berarti bahwa berdasarkan kategorisasi akan dicari maknanya, sehingga data tidak hanya dideskripsikan saja, akan tetapi juga ditafsirkan.
Untuk selanjutnya peneliti juga mengacu pada konsep Miles dan Haberman yang dikutip oleh Sugiyono yakni model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis data mengalir (flow model analysis),bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data yang dimaksud adalah :
1.        Reduksi Data (Data Reduction)
Data yang ditemukan di lapangan oleh peneliti cukup banyak, kompleks dan rumit, maka peneliti menggunakan reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, di cari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk pengumpulan data selanjutnya.
2.        Penyajian Data (Data Display)
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori atau yang paling sering digunakan adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan demikian akan mempermudah untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.
3.        Conclusion drawing/verification
Analisis yang ketiga ini disebut penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi bila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.[93]
Banyaknya data yang didapat dari penelitian lapangan mengenai manajemen supervisi kepala sekolah terhadap guru pada proses pembelajaran di  Madrasah Tsaniwiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi akan direduksi dengan cara mengkategorikan atau mengklasifikasikannya kedalam unit-unit penelitian sesuai dengan fokusnya masing-masing. Data-data yang telah masuk kedalam masing-masing kategorinya itu merupakan sajian data agar peneliti mendapatkan gambaran dari data yang telah diperoleh serta hubungannya dengan fokus penelitian.
F.   Uji Keterpercayaan Data
Untuk menetapkan keterpercayaan (trustworthinnes) data, tentunya diperlukan tekhnik pemeriksaan yang didasarkan atas sejumlah kriteria terentu. Sebagaimana diketahui dalam penelitan kualitatif, seorang peneliti menggunakan tekhnik untuk keabsahan data dan keterpercayaan data dilakukan teknik perpanjangan keikutsertaan, kecermatan pengamatan, triangulasi dan diskusi sejawat.
1.      Perpanjangan Keikutsertaan. Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Perpanjangan keikutsertaan yang menuntut peneliti agar terjun kelokasi dan dalam waktu yang cukup panjang guna mendeteksi dan memperhitungkan distorsi yang mungkin mengotori data. [94]
2.      Ketekunan Pengamatan. Ketekunan pengamatan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. [95] Menurut Tohirin ketekunan pengamatan yaitu mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif.[96]
3.      Triangulasi. Triangulasi adalah tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.[97] Triangulasi data adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.
4.      Triangulasi Sumber. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam penelitian ini penulis menggunakan triangulasi sumber dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Tekhnik yang dilakukan adalah membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala sekolah dengan data yang diperoleh dari hasil wawancara silang yang dilakukan terhadap guru-guru dan siswa kemudian membandingkan dengan observasi dan dokumen sekolah.
5.    Triangulasi Tekhnik. Triangulasi tekhnik untuk menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan tekhnik yang berbeda.
6.    Triangulasi Waktu. Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan tekhnik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu perlu dilakukan pengecekan dengan wawancara dan observasi atau tekhnik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.[98]
7.      Diskusi sejawat. Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan sejawat. [99]
G.     Rencana dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan. Penelitian dilakukan dengan pembuatan proposal, kemudian dilanjutkan dengan perbaikan hasil seminar. Setelah pengesahan judul dan izin riset, maka penulis mengadakan pengumpulan data, verifikasi dan analisis data dalam waktu yang berurutan. Hasilnya penulis melakukan konsultasi dengan pembimbing sebelum diajukan kepada sidang munaqasah. Hasil sidang munaqasah dilanjutkan dengan perbaikan dan penggandaan laporan penelitian tesis. Adapun jadwal kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut :

NO
KEGIATAN

BULAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Penulisan draf proposal




























2
Konsultasi dengan ketua prodi/ lainnya untuk fokus penelitian


























3
Revisi draf proposal

























4
Proses ujian proposal




























5
Revisi draf proposal setelah ujian



























6
Konsultasi dengan pembimbing



























7
Koleksi data

























8
Analisis dan penulisan draf awal



























9
Draf awal dibaca pembimbing



























10
Revisi draf awal



























11
Draf dua dibaca pembimbing



























12
Revisi draf dua



























13
Draf dua revisi dibaca pembimbing



























14
Penulisan draf akhir



























15
Draf akhir dibaca pembimbing




























16
Ujian tahap awal




























17
Revisi setelah ujian tahap awal




























18
Ujian Munaqasah




























19
Revisi setelah ujian Manaqasah




























20
Mengikuti Wisuda






































[1]       Undang-Undang Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hal. 37
[2]       E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK, (Bandung : Remaja Remaja Rosdakarya, 2003).hal. 24
[3]       Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran :Dalam Profesi Pendidikan (Bandung : Alfabeta, 2012), hal. 134
[4]       Amirudin Siahaan, Asli Rambe dan Mahidin, Manajemen Pengawas Pendidikan, (Ciputat : Quantum Teaching Press Group, 2006), hal. 13
[5]       Badrudin, Dasar-dasar Manajemen ( Bandung : Alfabeta, 2013 ), hal. 1. Lihat juga John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (An English-Indonesian Dictionary) (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal. 372
[6]       Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam ; Konsep, Strategi, dan Aplikasi (Yogyakarta : Teras, 2009), hal.13
[7]       Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 78-79
[8]       Martinis Yamin dan Maisah, Manajemen Pembelajaran Kelas, (Jakarta : Gaung Persada, 2009), hal.1
[9]       Lias Hasibuan, Melejitkan Mutu Pendidikan :Refleksi, Relevansi dan Rekonstruksi Kurikulum, ( Jambi : Sapa Project, 2008), hal. 1
[10]       Ibid, hal.2
[11]    Ibid, hal. 3-4
[12]       Eti Rochaety dkk, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan,(Jakarta : Bumi Aksara,2009),  hal.4
[13]       Sullivan dan Glanz, J. Supervision that improves teaching: Strategies and teachniques (2nded). Thousand Oaks, (California: Corwin Press. 2005), hal.27
[14]       Mukhtar dan Iskandar,  Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada, 2009),.hal.42
[15]       Dadang Suhardan. Supervisi profesional: Layanan dalam meningkatkan mutu pembelajaran di era otonomi daerah. (Bandung: Alfabeta. 2010), hal. 45
[16]       Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Supervisi, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hal.4
[17]      E. Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta : Bumi Aksara, 2013), hal.239
[18]      Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru. (Bandung : Alfabeta, 2013), hal.3
[19]      Piet A. Sahertian. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 25-26.
[20]      Jagannath Mohanty. Educational Administration, Supervision and School Management. 2nd Revised & Enlarged Edition. (India: Mayur Enterprises, 2005), hal. 289
[21]      Nur Aedi, Pengawasan Pendidikan : Tijauan Teori dan Praktik ( Jakarta : Rajawali Pers, 2014), hal. 22-23
[22]      Amiruddin Siahaan, Op.Cit, hal.16
[23]      Mukhtar dan Iskandar, Op.Cit., hal.57
[24]      Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung : Alfabeta, 2011),Hal. 210
[25]      Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah : Tinjauan Teoritik dan Permasalahanya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 83
[26]      Abdullah Munir, Menjadi Kepala Sekolah Efektif,(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal.7
[27]      Mulyono, Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 149
[28]      Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2005),hal.492
[29]       Akdon, Strategic Management For Educational Management  (Bandung : Alfabeta, 2012), hal.228-229
[30]      Wahyudi, Peran Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2009), hal.148
[31]      E, Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013), hal.98-99
[32]      Ibid., hal.103
[33]      Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah (Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik) (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hal.96-97
[34]      Ibid., hal.107
[35]      Imam Musbikin. Menjadi Kepala Sekolah Yang Hebat, (Pekanbaru : Zanafa Publishing, 2013), hal.111-112
[36]      Ibid..,hal. 112
[37]      Prim Masrokan Mutohar, Manajemen Mutu Sekolah : Strategi Peningkatan Mutu dan Daya Saing Lembaga Pendidikan Islam, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hal.246-247
[38]      Hera Budin,  Admistrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2009). hal. 210.
[39]      E, Mulyasa, Op.Cit., hal.115
[40]             Prim Masrokan Mutohar, Op.Cit.,hal. 241
[41]      Kim Marshall,Rethinking Teacher Supervision and Evaluation, How Work Smart, Build Colaboration An Close The Achievement GAP (US:2009),hal.189

[42]      Ibid., hal.184-185
[43]      Diknas, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional,Op.Cit, hal.3
[44]             Ibid.
[45]             Ibid.
[46]             Udin Syaefudin Saud, Pengembangan Profesi Guru (Bandung : Alfabeta, 2013), hal. 30
[47]      Kadar M, Tafsir Tarbawi : Pesan-pesan Al-Qur’an Tentang Pendidikan (Jakarta : Amzah, 2013), hal.62-63
[48]             Ibid, hal. 65
[49]      Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007),hal. 51-52
[50]             Ibid.
[51]             Abd Kasim Masaong, Op.Cit, hal.103
[52]      E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007) hal. 75
[53]             Undang-undang guru dan dosen, (Bandung: Fokus Media , 2011), hal. 66
[54]      Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi  Pendidikan di Indonesia  (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 69
[55]             Undang-undang guru dan dosen, Op.Cit,  hal. 66
[56]      Imam Wahyudi, Panduan Lengkap Uji Sertifikasi Guru, (Jakarta: Prestasi Pustakatya, 2012), hal.25
[57]             Hamzah B. Uno, op.cit,  hal. 69
[58]             Imam Wahyudi, Op.cit, hal. 25
[59]             E. Mulyasa, Op.cit,  hal. 135 -138
[60]      Marselus, Sertifikasi Profesi Guru (Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinnya), (Jakarta : Indeks, 2011), hal.6
[61]             Ibid, hal.6-7
[62]             Ibid, hal.8
[63]             Sudarwan Danim, Op.Cit. hal. 92
[64]      Suyanto, Bagaimana Menjadi Calon Guru dan Guru Profesional, (Yogyakarta : Multi Pressindo, 2012), hal.
[65]      Sulthon Masyhud, Manajemen Profesi Kependidikan, (Yogyakarta : Kurnia Kalam Semesta, 2014), hal. 21-22
[66]             Udin Syaefudin, Pengembangan Profesi Guru, Op.Cit. hal.55-56
[67]      Suyanto, Bagaimana Menjadi Calon Guru dan Guru Profesional, (Yogyakarta : Multi Pressindo, 2012), hal. 7-8
[68]      Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar (Dalam Kerangkan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah), ( Jakarta : Bumi Aksara, 2013 ), hal. 5
[69]             Permendiknas, Op.Cit
[70]      Piet A Sahertian, Op.Cit, hal.18-21
[71]      E.Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Op.Cit, hal. 212.
[72]      Wahjosumidjo, Op.Cit, hal. 206
[73]       Engkoswara dan  Aan Komariah, Administrasi pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal.89
[74]      Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan Op.Cit, hal.95
[75]             Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Supervisi, Op.Cit, hal.14
[76]       Husaini Usman, Manajemen: Teori Praktik & Riset pendidikan (edisi kedua) ( Jakarta: Bumi Aksara.2008), hal.12
[77]      Mustaqim, Supervisi Pendidikan Agama Islam : Suatu Model Penelitian Multivariat ( Semarang : Rasail Media Group, 2012), hal. 5
[78]             Mukhtar dan Iskandar, Op.Cit., hal.57
[79]       Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008),hal.5
[80]       Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung : Alfabeta, 2011),hal.15
[81]       Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif,(Bandung : Alfabeta, 2013), hal.49
[82]       Ibid, hal.300
[83]       M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Gralia Indonesia, 2002), hal.82
[84]       Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Renika Cipta, 2002), hal.107
[85]       Sugiyono, Op.Cit.,hal. 63
[86]       Irawan Soehartono, Metodologi Penelitian Sosial, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008), hal.69-70
[87]       Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D), (Bandung : Alfabeta, 2011), hal.310-313
[88]       Ibid, hal.67-68
[89]        Lexy J. Moleong, Op.Cit., hal. 186
[90]       Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), hal.84
[91]      Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008), hal.70-71
[92]      Lexy J. Moleong, Op.Cit., hal.248
[93]      Sugiyono, Op.Cit., hal.337-345
[94]      Lexy J. Moleong, Op.Cit.,hal. 327-328
[95]      Sugiyono, Op.Cit., hal.124
[96]      Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling, (Jakarta : Rajawali Pers, 2013), hal.72
[97]      Lexy J. Moleong, Op.Cit., hal.330-331
[98]      Sugiyono, Op.Cit.,hal. 127
[99]      Lexy J. Moleong, Loc.Cit., hal.332



DAFTAR PUSTAKA
Anonim.Undang-Undang Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Sinar Grafika, 2007.
Anonim. Undang-undang guru dan dosen.  Bandung : Fokus Media , 2011.
Anonim, Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Diponegoro, 2005
Aedi, Nur. Pengawasan Pendidikan : Tijauan Teori dan Praktik. Jakarta : Rajawali Pers, 2014.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Supervisi. Jakarta : Rineka Cipta, 2004.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Renika Cipta, 2002.
Akdon. Strategic Management For Educational Management.  Bandung : Alfabeta, 2012.
Bafadal, Ibrahim. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar (Dalam Kerangkan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah). ( Jakarta : Bumi Aksara, 2013 ).
Badrudin, Dasar-dasar Manajemen. Bandung : Alfabeta, 2013.
Budin, Hera. Admistrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia,  2009.
Danim, Sudarwan. Visi Baru Manajemen Sekolah (Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik). Jakarta : Bumi Aksara, 2006.
Engkoswara,  dan  Aan Komariah.  Administrasi pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2010.
Fatah, Nanang. Landasan manajemen pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya, 2004.
Fathurrohman, Pupuh. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung : Refika Aditama, 2007.
Gordon, Glickman, dan Ross Gordon, Supervision and instructional leadership:                        A developmental approach (7thed).  Boston, MA: Pearson Education., 2007.
Glanz, J, dan Sullivan. Supervision that improves teaching: Strategies and teachniques (2nded). Thousand Oaks. California: Corwin Press. 2005.
Hasan, M. Iqbal. Pokok-pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Gralia Indonesia, 2002.
Hamalik, Oemar. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012.
Hasibuan, Lias. Melejitkan Mutu Pendidikan :Refleksi, Relevansi dan Rekonstruksi Kurikulum. Jambi : Sapa Project, 2008.
Mulyasa, E. Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung : Remaja Remaja Rosdakarya, 2003.
Masyhud,Sulthon. Manajemen Profesi Kependidikan, Yogyakarta : Kurnia Kalam Semesta, 2014.
Marselus. Sertifikasi Profesi Guru (Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinnya). Jakarta : Indeks, 2011.
Yamin, Martinis, dan Maisah. Manajemen Pembelajaran Kelas, Jakarta : Gaung Persada, 2009.
Rochaety, Eti, dkk. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara, 2009.
Mukhtar, dan Iskandar.  Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada, 2009.
Mulyasa, E. Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara, 2013.
Siahaan, Amirudin, Asli Rambe dan Mahidin. Manajemen Pengawas Pendidikan. Ciputat : Quantum Teaching Press Group, 2006.
Suhardan, Dadang. Supervisi profesional: Layanan dalam meningkatkan mutu pembelajaran di era otonomi daerah.  Bandung: Alfabeta. 2010.
Sagala, Syaiful. Supervisi Pembelajaran :Dalam Profesi Pendidikan. Bandung : Alfabeta, 2012.
Sulistyorini. Manajemen Pendidikan Islam ; Konsep, Strategi, dan Aplikasi. Yogyakarta : Teras, 2009.
Suyanto. Bagaimana Menjadi Calon Guru dan Guru Profesional. Yogyakarta : Multi Pressindo, 2012.
Mohanty, Jagannath. Educational Administration, Supervision and School Management. 2nd Revised & Enlarged Edition.  India: Mayur Enterprises, 2005.
Masaong, Abd. Kadim Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru.  Bandung : Alfabeta, 2013.
Sahertian, Piet A. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Sagala, Syaiful. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan Bandung : Alfabeta, 2011.
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah : Tinjauan Teoritik dan Permasalahanya,  Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
Munir, Abdullah. Menjadi Kepala Sekolah Efektif.  Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004.
Tohirin. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling. Jakarta : Rajawali Pers, 2013.

Mulyono. Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
Wahyudi. Peran Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajaran. Bandung : Alfabeta, 2009.
Mulyasa, E. Menjadi Kepala Sekolah Profesiona.  Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013.
Musbikin, Imam. Menjadi Kepala Sekolah Yang Hebat. Pekanbaru : Zanafa Publishing, 2013.
Masrokan, Prim Mutohar, Manajemen Mutu Sekolah : Strategi Peningkatan Mutu dan Daya Saing Lembaga Pendidikan Islam. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2013.
Marshall, Kim. Rethinking Teacher Supervision and Evaluation, How Work Smart, Build Colaboration An Close The Achievement.  US : GAP. 2009.
Syaefudin, Udin Saud.  Pengembangan Profesi Guru. Bandung : Alfabeta, 2013.
Yusuf, M. Kadar. Tafsir Tarbawi : Pesan-pesan Al-Qur’an Tentang Pendidikan. Jakarta : Amzah, 2013.
Kunandar.  Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007.
Mulyasa, E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Uno, Hamzah B. Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi  Pendidikan di Indonesia.  Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Wahyudi, Imam. Panduan Lengkap Uji Sertifikasi Guru. Jakarta : Prestasi Pustakatya, 2012.
Syaefudin, Udin Sa’ud, Inovasi Pendidikan. Bandung : Alfabeta, 2013.
Uno, Hamzah B. Perencanaan Pembelajaran.  Jakarta : Bumi Aksara, 2007.
Mulyasa, E. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013.
Komariah, Aan, dan Cepi Triatna,  Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif.   Jakarta : Bumi Aksara, 2008.
Yamin, Martinis, dan Maisah. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan. Jakarta : Referensi, 2012.
Usman, Husaini. Manajemen: Teori Praktik & Riset pendidikan (edisi kedua). Jakarta : Bumi Aksara, 2008.
Mustaqim. Supervisi Pendidikan Agama Islam : Suatu Model Penelitian Multivariat.  Semarang : Rasail Media Group, 2012.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif.  Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).  Bandung : Alfabeta, 2011.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif.  Bandung : Alfabeta, 2013.
Soehartono, Irawan. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D).  Bandung : Alfabeta, 2011.
Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial.  Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008.