BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan pendidikan bagi bangsa Indonesia dalam era
pembangunan ini sangatlah penting, karena melalui usaha pendidikan dapat
ditentukan keberhasilan dari semua pembangunan yang dicita-citakan baik berupa
pembangunan fisik, maupun mental spiritual. Pendidikan juga merupakan syarat
mutlak untuk menuju masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Pendidikan merupakan
jembatan menciptakan manusia yang bermutu dalam pembangunan sehingga pendidikan
dapat memicu produktivitas dalam pembangunan. Dengan demikian upaya-upaya
memicu pembangunan erat kaitannya dengan mengupayakan pendidikan secara
berkesinambungan, terprogram, melalui perencanaan dan kebijaksanaan di bidang
kependidikan
Dalam meningkatkan
kualitas pendidikan terlihat dari keinginan pemerintah untuk melaksanakan reformasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di
bidang pendidikan lebih nampak lagi dengan dikeluarkannya Undang- Undang Nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Adapun substansi
dari Undang - Undang Sisdiknas yang baru tersebut nampak dari visinya:
terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa
untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu proaktif menjawab tantangan zaman. [1]
Salah satu upaya
meningkatkan mutu pendidikan yang ada
adalah melakukan pemberdayaan kepala sekolah. Hal ini karena kepala sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber
daya sekolah terutama guru- guru dan karyawan sekolah. Begitu besarnya peranan
kepala sekolah dalam proses pencapaian tujuan pendidikan, sehingga dapat
dikatakan bahwa sukses tidaknya kegiatan sekolah sebagian besar ditentukan oleh
kualitas kepala sekolah itu sendiri. Segenap
sumber daya harus didayagunakan sedemikian rupa. Para guru perlu digerakkan ke arah suasana kerja yang
positif, menggairahkan dan produktif.
Bagaimanapun guru merupakan input yang pengaruhnya sangat besar pada proses
belajar. Demikian pula penataan fisik dan administrasi atau ketatalaksanaan
perlu dibina agar disiplin dan semangat belajar yang tinggi bagi siswa.
Pengertian pemimpin secara umum
adalah orang yang mampu membimbing, mengontrol dan mempengaruhi pikiran,
perasaan dan tingkah laku seseorang. Dari pengertian tersebut dapat dipahami
bahwa pemimpin merupakan seseorang yang menyebabkan seseorang atau kelompok
lain untuk bergerak menuju ke arah tujuan-tujuan tertentu sehingga ia memiliki
tanggung jawab agar orang yang dipimpinnya dapat meraih tujuan yang akan
dicapainya.
Allah SWT telah
memberi tahu
kepada manusia, tentang pentingnya kepemimpinan dalam islam, sebagaimana
dalam Al-Quran kita menemukan banyak
ayat yang berkaitan dengan masalah kepemimpinan. Sebagaimana firman Allah SWT :
øŒÎ)ur tA$s% š•/u‘ Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ’ÎoTÎ) ×@Ïã%y` ’Îû ÇÚö‘F{$# Zpxÿ‹Î=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ߉šøÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡o„ur uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ωôJpt¿2 â¨Ïd‰s)çRur y7s9 ( tA$s% þ’ÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Artinya : Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al-
Baqarah : 30)
Tugas pengawasan dan
pembinaan guru menjadi wewenang dan tanggung jawab Kepala Sekolah. Kepala
Sekolah adalah pemimpin satuan pendidikan yang bertugas melaksanakan
administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk
menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan yang dipimpinnya. Sebagai
pemimpin pendidikan di sekolah, Kepala Sekolah memiliki tanggung jawab legal
untuk mengembangkan staf, kurikulum, dan pelaksanaan pendidikan disekolahnya.
Diantara pemimpin pendidikan yang
bermacam-macam jenis dan tingkatannya, kepala sekolah merupakan pemimpin
pendidikan yang sangat penting karena
kepala sekolah berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di
sekolah. Kepala sekolah mempunyai tugas berat untuk memajukan sekolah yang dipimpinnya baik
kemajuan dalam bidang akademik maupun
non akademik. Kemajuan dalam bidang akademik mencakup penguasaan materi
pembelajaran baik oleh guru maupun oleh siswa sehingga pencapaian target
pencapaian kurikulum dan ketuntasan belajar dapat secara optimal sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Sedangkan kemajuan non akademik harus sesuai dengan
bidang akademik. Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada
kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai salah satu pemimpin
pendidikan. Hal ini karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang
profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber
organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai
tujuan pendidikan.
Keberhasilan suatu
organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan akan sangat tergantung
berperannya kepemimpinan. Demikian halnya kepemimpinan dalam sebuah organisasi
sekolah, pola kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin
akan sangat berpengaruh dalam menentukan arah dan kebijakan pendidikan yang
dibangun. Untuk kepentingan tersebut kepala sekolah selayaknya mampu
memobilisasi atau memberdayakan semua potensi dan sumber daya yang dimiliki,
terkait dengan berbagai program, proses, evaluasi, pengembangan kurikulum,
pembelajaran di sekolah, pengolahan tenaga kependidikan, sarana prasarana, pelayanan
terhadap siswa, hubungan dengan masyarakat, sampai pada penciptaan iklim
sekolah yang kondusif. Semua ini akan terlaksana manakala kepala sekolah
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan
pendidikan di sekolah, yaitu untuk bekerjasama dalam mewujudkan tujuan sekolah.
Paradigma pendidikan
yang memberikan kewenangan luas kepada sekolah dalam mengembangkan berbagai
potensinya memerlukan peningkatan kemampuan kepala sekolah dalam berbagai aspek
manajerialnya, agar dapat mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi yang
diemban sekolahnya.[2]
Berdasarkan hal tersebut maka sekolah adalah lembaga bersifat kompleks dan
unik. Bersifat kompleks karena sekolah merupakan organisasi yang didalamnya
terdapat dimensi satu sama lain saling berkaitan dan menentukan. Sedangkan
sifat yang unik menunjukkan sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri
tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lain, ciri-ciri yang
dimilikinya yaitu terjadinya proses belajar mengajar.
Karena keunikannya
maka sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi dan
keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah. Kepala sekolah yang
berhasil adalah mereka yang memahami keberadaan sekolah dan mampu melaksanakan
peranannya sebagai seorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah
tersebut. Keberhasilan kepala sekolah menunjukkana bahwa kepala sekolah adalah
seorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah. Pepatah mengatakan
“keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah”. Kepala sekolah
dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi para staf dan
siswanya. Kepala sekolah adalah mereka yang banyak mengetahui tugas-tugas
mereka dan mereka yang menentukan irama bagi sekolah mereka.
Konsep kepala sekolah
sebagai supervisor menunjukkan adanya perbaikan pengajaran pada sekolah yang
dipimpinnya, perbaikan ini tampak setelah dilakukan sentuhan supervisor berupa
bantuan mengatasi kesulitan guru dalam mengajar. Untuk itulah kepala sekolah
perlu memahami program dan strategi pengajaran, sehingga ia mampu memberi
bantuan kepada guru yang mengalami kesulitan misanya dalam menyusun program dan
strategi pengajarannya masing-masing. Bantuan yang diberikan oleh kepala
sekolah kepada guru dapat berupa bantuan dukungan fasilitas, bahan ajar yang
diperlukan, penguatan terhadap penguasaan materi dan strategi pengajaran,
pelatihan, magang dan bantuan lainnya yang akan meningkatkan profesionalisme
dan efektivitas program pengajaran dan implementasi program dalam aktivitas
belajar dikelas.[3]
Pengawas atau
supervisor merupakan dua istilah yang dapat dipertukarkan antara satu dengan
yang lain jika membicarakan kepengawasan dalam pendidikan. Dalam konteks
pendidikan di Indonesia digunakan istilah pengawas, hanya saja dalam keilmuan
berdasarkan literatur memakai istilah pengawas, hanya saja dalam keilmuan
berdasarkan literatur memakai istilah supervisor atau supervisi. [4]
dalam lembaga pendidikan pengawas (supervisor) merupakan tenaga kependidikan
yang bertugas memberikan pengawasan agar tenaga kependidikan (guru, kepala
sekolah, personil lainnya disekolah) dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Dalam konteks pendidikan supervisi adalah usaha memberi
layana kepada guru-guru baik secara individual maupun kelompok dalam usaha
memperbaiki proses pembelajaran dengan tujuan memberikan layanan atau bantuan
untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang dilakukan guru dikelas dan
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan guru dikelas maupun sekolah. Oleh
karena itu supervisi dilakukan oleh supervisor yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan mengadakan hubungan individu dan hubungan tekhnis. Supervisor dalam menjalankan tugasnya bukan
saja mengandalkan pengalaman sebagai modal utama, tetapi harus diikuti dan
diimbangi dengan jenjang pendidikan formal yang memadai.
Guru sebagai pelaksana operasional terdepan di sekolah
memegang peranan paling penting terhadap pembangunan sumber daya manusia
tersebut. Hal ini cukup beralasan sebab
salah satu unsur yang paling menentukan keberhasilan pendidikan adalah guru.
Betapapun baiknya sistem persekolahan, kurikulum, sarana dan prasarana
pendidikan, namun semua itu tergantung pada pelaksanaannya guru, karena guru
merupakan komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan
dan ini adalah wajar sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan
langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar.
Kepala sekolah dalam hal ini memengang peranan penting
sebagai pemimpin sekolah, karena kinerjanya itu sangat menentukan berhasil
tidaknya program pengajaran disekolah yang dilakukan oleh guru. Kepala sekolah
mengatur kebijaksanaan dan pelaksanaan program pendidikan secara keseluruhan.
Seiring perannya sebagai pemimpin, kepala sekolah juga berperan sebagai
sepervisor, dimana kepala sekolah harus mempunyai kemampuan untuk membantu guru
menciptakan situasi belajar mengajar sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai
tujuan pendidikan yang telah direncanakan. Tanggung jawab pembinaan guru atau
supervisi banyak berada ditangan kepala sekolah, karena kepala sekolah setiap
hari bergaul dan bekerjasama dengan guru-guru. Kepala sekolah bertanggung jawab
penuh terhadap kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pengajaran disekolahnya.
Kerjasama antar guru dan kepala sekolah harus senantiasa diarahkan untuk
meningkatkan pelayanan pembelajaran siswa.
Upaya mewujudkan
sekolah yang bermutu pada dasarnya bertumpu pada potensi dan kemauan internal
dalam pembenahan diri. Kekuatan internal yang dimaksud adalah mampu menumbuhkan
dan mengembangkan secara optimal melalui perubahan sikap mental dan kebiasaan
yang konstruktif dari seluruh komponen sekolah. Dalam konteks pendidikan
modern, kepemimpinan kepala sekolah patut mendapat perhatian serius, Pola
kepemimpinannya amat berpengaruh dan sangat menentukan kemajuan.
Seorang kepala sekolah pada dasarnya adalah seorang guru,
namun dalam praktis administratif menjadikan seorang kepala sekolah tercabut
dari fitrah keguruannya karena sering kali ia melakukan tugas di luar sekolah.
hal itu semata-mata untuk melaksanakan tuntutan kedinasan, sehingga kurang
perhatiannya terhadap proses pembelajaran disekolah yang dipimpinnya. Pengawasan
sebagai salah satu upaya pengembangan kemampuan guru secara maksimal agar
menjadi orang yang lebih profesional, pengawasan apabila dilaksanakan secara
efektif akan sangat mempengaruhi kinerjanya, yaitu peningkatan kualitas proses
pembelajaran. Agar sasaran ini dapat dicapai maka kepengawasan harus
dilaksanakan secara efektif oleh kepala sekolah.
Berdasarkan studi
pendahuluan peneliti ke Madrasah Tsanwiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan
Kabupaten Muaro Jambi, terlihat bahwa kegiatan supervisi yang dilaksanakan kepala sekolah masih terfokus pada pengawasan
administrasi. Kepala sekolah melaksanakan supervisi kepada guru melalui kunjungan kelas
apabila ada penilaian kinerja guru untuk keperluan kenaikan pangkat/golongan
atau untuk keperluan kelengkapan administrasi ataupun pengusulan berkas
sertifikasi guru. Artinya kegiatan supervisi masih bersifat administratif, atau
belum mengacu pada kebutuhan akan peningkatan profesionalime guru. Di sisi lain
belum semua guru belum memahami tujuan supervisi. Kegiatan supervisi yang
dilaksanakan oleh kepala sekolah dipandang sebagian guru dirasakan sebagai
beban atau sesuatu yang tidak menyenangkan.
Menurut dugaan sementara
peneliti hal tersebut terkait dengan manajemen supervisi yang dilakukan oleh
kepala sekolah belum optimal. Perencanaan supervisi oleh kepala sekolah belum berfungsi sebagaimana
mestinya, kepala sekolah belum menyusun
perencanaan supervisi secara sistematis, kepala sekolah belum melaksanakan
supervisi dengan menerapkan prinsip supervisi: kontinu, obyektif, konstruktif,
humanistik, dan kolaboratif. semua Kepala Sekolah kurang menerapkan pendekatan
dan teknik supervisi yang tepat. Pelaksanaan supervisi belum sesuai dengan
kebutuhan guru untuk meningkatkan kompetensinya yang meliputi kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, maupun profesional.
Berangkat dari latar belakang permasalahan diatas, maka
peneliti terdorong untuk meneliti tentang bagaimana manajemen supervisi kepala
sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang
Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi, serta hambatan dan upaya yang
dilakukan kepala sekolah dalam mengatasinya.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah
diatas, maka dapat diajukan pertanyaan pokok yaitu : bagaimana manajemen
supervisi kepala sekolah dalam
meningkatkan profesionalisme dilaksanakan dengan baik? Secara rinci
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana manajemen supervisi yang dilaksanakan kepala sekolah terhadap guru di Madrasah
Tsawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi
dilaksanakan?
2. Bagaimana tindak lanjut supervisi kepala sekolah dalam
meningkatkan profesionalsme guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang
Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi ?
3. Faktor pendukung dan penghambat apa saja yang dihadapi kepala
sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru?
C.
Focus Penelitian
Masalah yang menjadi fokus pada
penelitian ini adalah tentang manajemen supervisi kepala sekolah dalam
meningkatkan profesionalisme guru di Madrasah Tsaniwiyah Negeri Berembang
Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi, dengan penekanan utama pada bagaimana
kepala sekolah didalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang supervisor mengacu
kepada prinsip-prinsip manajemen, serta upaya peningkatan profesionalisme guru.
D. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui bagimana
manajemen supervisi kepala sekolah dalam
meningkatkan profesionalisme guru dilihat dari segi perencanaan, pelaksanaan,
dan tindak lanjut yang dilakukan Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang
Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
2.
Untuk mengetahui tindak
lanjut yang dilakukan kepala sekolah dari hasil supervisi dalam meningkatkan
profesionalisme guru.
3.
Untuk mengetahui faktor
pendukung dan penghambat apa saja yang dihadapi kepala sekolah dalam
meningkatkan profesionalisme guru guna perbaikan pelaksanaan berikutnya.
2.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang ingin dipetik dari hasil
penelitian ini ada dua yaitu : bermanfaat untuk tataran praktis dan
teoritis. Secara teoritis, hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi guna penelitian lebih lanjut
dalam bidang manajemen pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan manajemen
supervisi oleh kepala sekolah. Secara praktis diharapkan penelitian ini
dapat menjadi sumber informasi bagi masukan dalam merumuskan kebijakan dibidang
peningkatan kinerja kepala sekolah khususnya yang berkaitan dengan manajemen
supervisi. Disamping itu bagi kepala sekolah, penelitian ini diharapkan berguna
untuk lebih mengetahui dan mendalami perilaku-perilaku guru dalam usahanya meningkatkan
profesionalisme guru, sehingga dapat membantu meningkatkan kinerjanya yang pada
gilirannya akan memperlancar proses belajar mengajar dan meningkatkan
produktivitas pendidikan.
BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN PENELITIAN YANG
RELEVAN
A. Manajemen Supervisi Kepala
Sekolah
1.
Konsep Manajemen
Manajemen
dalam bahasa inggris dikenal dengan kata manage yang berarti mengurus,
mengatur, melaksanakan, dan mengelola.[5]
Istilah manajemen mempunyai banyak arti, bergantung pada orang yang
mengartikannya, istilah manajemen seringkali disandingkan dengan istilah
administrasi, namun dalam tulisan ini kata manajemen diartikan sama dengan administrasi atau
pengelolaan. Manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan
yang berupa proses pengelolaan usaha kerja sama sekelompok manusia yang
tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien.[6]
Manajemen
pendidikan sebagai suatu proses atau sistem pengelolaan. Kegiatan-kegiatan
pengelolaan pada suatu sistem pendidikan bertujuan untuk keterlaksanaan proses
belajar mengajar yang baik, yang mencakup : (1) program kurikulum yang meliputi
administrasi kurikulum, metode penyampaian, sistem evalusi, sistem bimbingan,
(2) program ketenagaan, (3) program pengadaan dan pemeliharaan fasilitas
dan alat-alat pendidikan, (4) program pembiayaan, (5) program hubungan dengan
masyarakat.[7]
Sementara
itu menurut Nanang Fattah yang dikutif
oleh Martinis Yamin mengatakan bahwa manajemen sering diartikan sebagai ilmu,
kiat, dan profesi. Dikatakan ilmu karena manajemen dipandang suatu bidang
pengetahuan yang sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana
orang bekerja sama.
Dikatakan sebagai kiat karena manajemen dalam mencapai sasaran melalui
cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan tugas. Dipandang sebagai
profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu
prestasi manajer, dan para professional dituntut oleh suatu kode etik.[8]
Implementasi
dari beberapa pengertian tentang manajemen merupakan serangkaian kegiatan
merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan
terhadap segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia,
sarana dan prasarana secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Dalam kegiatan mengembangkan upaya sebagaimana dikemukakan di atas
terdapat pembahasan atau perubahan secara inovatif.
Beberapa
pengertian manajemen di atas terdapat tiga dimensi penting. Pertama, bahwa
dalam manajemen terjadi kegiatan yang dilakukan oleh seorang pengelola
(pemimpin, kepala, komandan, ketua dan sebagainya), Kedua, kegiatan yang
dilakukan bersama dan melalui orang lain itu mempunyai tujuan yang ingin
dicapai, Ketiga, bahwa pengelolaan itu dilakukan dalam organisasi sehingga
tujuan yang akan dicapai itu merupakan tujuan organisasi.
Dalam
persfektif Al-Qur’an istilah manajemen dapat mengandung makna kerja sama
manusia untuk mencapai suatu tujuan. Istilah ini sejalan dengan
pengertian-pengertian manajemen seperti yang dikemukakan oleh para ahli
manajemen yaitu kerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.[9]
Pengertian manajemen dalam arti kerja sama dapat dikembalikan kepada al-Qur’an
seperti yang dicantumkan dalam surah Al-Hujarat ayat 13 berbunyi sebagai
berikut :
$pkš‰r'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu‘$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& y‰YÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya : “Wahai manusia!
Sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan,
dan kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kamu saling
kenal mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia kamu disisi Allah adalah
orang-orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui
lagi maha memberi tahu.” (Q.S.Al-Hujaraat : 13)
Istilah “lita’arofu”
((لـتـعـارفوا sebagaimana yang disebut dalam ayat
diatas mengandung makna “saling kenal mengenal”. Kata lita’arofu adalah bentuk kata kerja
yang mengandung makna transaksi (musyarokah). Dalam bentuk-bentuk kata kerja
masa lalu (fiil madi ) dikenal dengan istilah “arafa” (عـرف) yang berarti telah mengenal ia. Dari
kata “lita’arofu” dapat dipahami sebagai suatu suruhan atau anjuran
kepada manusia untuk membina hubungan diantara sesama mereka secara timbal
balik.[10]
Dikaitkan
dengan istilah manajemen, kata “lita’arofu” (لـتـعـارفوا) dengan sendirinya mengandung makna “ma’rifah” dalam
manajemen. Istilah “ma’rifah” dalam manajemen sangatlah diperlukan,
karena dengan “ma’rifah” manajemen akan menjadi efektif didalam
praksisnya. Konteks manajemen adalah konteks yang selalu membutuhkan dunia
praksis untuk melahirkan hubungan-hubungan kerja sama yang menguntugkan
diantara sesama manusia. Dengan “ma’rifah” manajemen menjadi arif didalam
membangun hubungan kerja sama, berdasarkan prinsip keyakinan dan percaya yang
mantap diantara mereka yang melakukan kerja sama tersebut.[11]
Manajemen
sebuah organisasi meliputi usaha perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan
dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan
potensi yang ada secara efektif dan efisien. G.R Terry dalam Eti Rochaety
menyebutkan manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengawasan antar anggota organisasi dengan menggunakan
seluruh sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[12]
Dapat
disimpulkan bahwa manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian
kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang
tergabung dalam organisasi melalui aktivitas perencanaan, pengorganisasian,
penyusunan staf, pembinaan, pengkoordinasian, pengkomunikasian, pemotivasian,
penganggaran, pengendalian, pengawasan, penilaian, dan pelaporan secara
sistematis untuk mencapai tujuan pendidikan secara berkualitas.
2. Konsep Supervisi
Pendidikan
Sullivan dan
Glanz [13]
mengemukakan bahwa “supervision is the process of engaging teachers in
instructional dialogue for the purpose of improving teaching and increasing
student achievement”, yang maksudnya supervisi adalah proses pelibatan guru
dalam dialog tentang pembelajaran yang bertujuan mengembangkan kemampuan
mengajar serta meningkatkan keberhasilan siswa.
Menurut Good Carter dalam bukunya Dictionary
of Education sebagaimana yang dikutip oleh Mukhtar [14]
menjelaskan bahwa supervisi adalah segala usaha dari petugas-petugas sekolah
dalam memimpin guru-guru dan petugas pendidikan lainnya dalam memperbaiki
pengajaran, termasuk memperkembangkan pertumbuhan guru-guru, menyelesaikan dan
merevisi tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran dan metode mengajar dan
penilaian pengajaran. Dengan adanya supervisi membuka peluang bagi para guru
sebagai tenaga pendidikan, untuk mengadakan perbaikan-perbaikan atau pembenahan
tentang apa yang telah dikerjakan.
Dengan
perubahan era sentralisasi menjadi desentralisasi khususnya di bidang pendidikan, Dadang
Suhardan[15] menjelaskan bahwa terjadi perubahan paradigma
dalam hal supervisi, fungsi supervisi
sebagai alat kontrol birokrasi berubah
menjadi upaya pemberdayaan yang memberi kesempatan untuk belajar dan
memperbaiki diri. Dari pengawasan administratif menjadi bantuan profesional
dalam mempertinggi peran guru.
Pengawasan dalam pendidikan disebut juga
sebagai supervisi pengajaran. Supervisi berasal dari kata “super” artinya lebih
atau atas, dan “vision” artinya melihat atau meninjau. Secara etimologi
supervisi artinya melihat atau meninjau yang dilakukan oleh atasan terhadap
pelaksanaan kegiatan bawahannya. [16]
Terdapat beberapa istilah yang hampir sama dengan supervisi, bahkan dalam
pelaksanaannya istilah-istilah tersebut sering digunakan secara bergantian.
Istilah-istilah tersebut, antara lain, pengawasan, pemeriksaan, dan isnpeksi.
Pengawasan mengandung arti suatu kegiatan untuk melakukan pengamatan agar pekerjaan
dilakukan sesuai dengan ketentuan. Pemeriksaan dimaksud untuk melihat bagaimana
kegiatan yang dilaksanakan telah mencapai tujuan.[17]
secara umum ada 2 ( dua ) kegiatan yang termasuk dalam kategori supervisi
pengajaran, yakni :
1.
Supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah kepada Kepala Sekolah dan
guru-guru untuk meningkatkan kinerja (pengawas eksternal)
2.
Supervisi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada guru-guru
(pengawasan internal)
Supervisi
dengan segala usahanya ditujukan pada pembinaan dan pengembangan aspek-aspek
yang terdapat dalam situasi pembelajaran sehingga akan tercipta suatu situasi
yang dapat menunjang pencapaian tujuan pendidikan. Yang dimaksudkan dengan
situasi pembelajaran ialah situasi dimana terjadi proses interaksi antara guru
dan murid dalam usaha mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan. Kepala
Sekolah sebagai pemimpin pembelajaran berkewajiban memperbaiki dan
mengembangkan “setting” pembelajaran dalam segala aspeknya melalui
kegiatan supervisi.
Sedangkan
menurut Soetopo sebagaimana yang di
kutip Abd.Kadim Masaong[18]
menjelaskan bahwa supervisi pembelajaran sebagai usaha menstimulir,
mengkoordinir, dan membimbing pertumbuhan guru-guru disekolah, baik secara
individual maupun kelompok, dengan tanggang rasa dan tindakan-tindakan
pedagogis yang efektif, sehingga mereka lebih mampu menstimulir dan membimbing
pertumbuhan masing-masing siswa agar lebih mampu berpartisipasi didalam
masyarakat yang demokratis.
Dalam bidang pendidikan, supervisi mengandung
konsep umum yang sama namun disesuaikan dengan aktivitas-aktivitas
pembelajaran. Supervisi pembelajaran merupakan bagian dari supervisi
pendidikan. Tujuan dari supervisi pembelajaran adalah peningkatan mutu
pembelajaran melalui perbaikan mutu dan pembinaan terhadap profesional guru.
Pengawasan
berperan penting terhadap kemajuan proses pendidikan, pengawas berperan aktif
dalam meningkatkan kedisiplinan, komitmen, dan kemampuan guru maupun kepala
sekolah dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. Bagi guru dan kepala
sekolah, pengawas sangat diharapkan sebagai tempat bertanya, dan tempat
mendapatkan bantuan-bantuan teknis.[19]
Pengawasan
atau supervisi memainkan peran penting dalam menentukan sifat
dan isi dari kurikulum, dalam memilih organisasi sekolah pola dan bahan belajar
mengajar untuk memfasilitasi dalam memberikan bimbingan untuk pertumbuhan
profesional guru dan membuat eksperimen baru, penelitian, dan lain-lain dan
dalam mengevaluasi seluruh proses pendidikan. Efektivitas koordinasi dan
kepemimpinan pada dasarnya diperlukan oleh jasa pengawasan.[20]
Dengan demikian Kepala Sekolah adalah Pengawasan internal (supervisor)
di lingkungan sekolah, berperan dalam peningkatan profesionalisme guru
disekolah karena kepala sekolah merupakan manajer dalam organisasi pendidikan.
Ia membuat perencana, pengorganisasian, mengarahkan dan mengadakan pengawasan
(supervisi) terhadap program-program pendidikan sekolah.
Beberapa
pendapat di atas dapat menjadi dasar pengertian supervisi pendidikan sebagai
usaha memberikan layanan berupa bantuan profesional kepada guru-guru melalui
kegiatan yang melibatkan peran serta guru dalam pengembangan pembelajaran yang
bertujuan mengembangkan kemampuan guru serta meningkatkan keberhasilan siswa.
Kegiatan dilakukan dengan mengidentifikasi hal-hal yang sudah benar maupun tidak
benar dengan tujuan pembinaan.
3.
Tujuan Supervisi Pendidikan
Uraian tentang tujuan supervisi yang
dilaksanakan kepala sekolah selaku supervisor dalam meningkatkan
profesionalisme guru dapat kita rujukkan
kepada pendapat Wanzare and Da Costa sebagaiamana yang dikutif oleh Nur Aedi [21]
yang mengklasifikasikan tujuan supervisi ke dalam sembilan tujuan, yaitu :
a.
Instruction improvement (perbaikan
pembelajaran),
b.
Effective professional development of teachers (pengembangan profesional guru yang efektif),
c.
Helping teachers to become aware of their teaching and its consequences
for leaners (membantu guru
untuk lebih peka terhadap pengajaran yang dilakukan serta dampaknya bagi
siswa),
d.
Enabling teachers to try out new instructional techniques in a safe,
supportive environment (membuat
guru mencoba teknik pembelajaran yang baru dalam lingkungan yang aman dan
mendukung),
e.
Fostering curriculum development (mengembangkan kurikulum),
f.
Encouraging human relations (meningkatkan hubungan manusia),
g.
Fostering teacher motivation (mendorong inovasi guru),
h.
Monitoring the teaching-learning process to obtain the best results with
students (memonitor proses
belajar mengajar untuk mendapatkan hasil terbaik bagi siswa),
i.
Providing a mechanism for teachers and supervisors to increase their
understanding of the teaching-learning process through collective inquiry with
other professionals (
menyediakan mekanisme bagi guru dan supervisor untuk meningkatkan pemahaman
mereka tentang proses belajar mengajar melalui inquiry dengan para
profesional lainnya).
Berdasar
beberapa pendapat tersebut dapat dijelaskan tujuan supervisi ditinjau dari segi
peningkatan profesionalisme sebagai berikut:
mengembangkan mutu pembelajaran, memfasilitasi guru agar dapat mengajar
dengan efektif. memberikan bantuan teknis dan bimbingan kepada guru (dan staf
sekolah yang lain) agar personil tersebut mampu meningkatkan kualitas
kinerjanya, terutama dalam melaksanakan tugas, yaitu melaksanakan proses pembelajaran.
Dengan tercapainya semua tujuan supervisi maka supervisi akademik akan
berfungsi sebagai pendorong peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran untuk meningkatkan kualitas belajar siswa.
Selanjutnya Sargiovanni dalam Amirudin.[22]
menegaskan tujuan supervisi pembelajaran
yaitu :
1.
Pengawasan berkualitas
Dalam supervisi pengajaran kepala sekolah bisa
memonitor kegiatan proses belajar mengajar dikelas melaui kunjungan kelas pada saat guru sedang mengajar, percakapan
pribadi dengan guru, teman sejawatnya maupun dengan sebagian muridnya.
2.
Pengembangan profesional
Dalam supervisi pengajaran kepala sekolah bisa
membantu guru mengembangkan kemampuannya dalam memahami pengajaran, kehidupan
kelas, mengembangkan keterampilan mengajar guru dengan menggunakan
tekhnik-tekhnik tertentu.
3.
Peningkatan motivasi guru
Dalam supervisi pengajaran kepala sekolah bisa mendorong guru menerapkan
kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru
mengembangkan kemampuan sendirinya, serta mendorong guru agar ia memiliki
perhatian yang sungguh-sungguh terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
Berdasarkan
pendapat para ahli yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan supervisi pembelajaran adalah
upaya untuk membimbing dan memfasilitasi guru dalam mengembangkan kompetensi
profesinya dan merupakan wujud pemberian motivasi agar guru menjalankan
tugasnya secara efektif, yang kesemuanya itu
berada dalam bidang pendidikan dan pembelajaran.
4.
Teknik Supervisi
Dalam melakukan prinsip supervisi pembelajaran,
ada beberapa tekhnik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan personil
sekolah, diantaranya :
1.
Kunjungan sekolah, yaitu tekhnik supervisi yang digunakan untuk
mengamati prose kerja, alat yang dipakai, metode yang digunakan.
2.
Pembicaraan individual, yaitu tekhnik supervisi untuk memberi kesempatan
seluas-luasnya bagi supervisor untuk membicarakan langsung dengan guru mengenai
masalah yang berkaitan dengan profesional pribadi mereka.
3.
Diskusi kelompok, yaitu suatu kegiatan kelompok dalam situasi tatap
muka, tukar menukar informasi atau untuk memutuskan suatu keputusan mengenai
masalah tertentu.
4.
Demonstrasi mengajar yang sebelumnya harus menyusun rencana demonstrasi
terlebih dahulu dengan mengutamakan penekanan terhadap hal-hal yang dianggap
penting.
5.
Kunjungan kelas antar guru, yang hasilnya dapat digunakan untuk menilai
aktivitas sendiri
6.
Lokakarya, yaitu kesempatan untuk bekerjasama, mempertemukan ide-ide,
mendiskusikan masalah bersama atau meningkatkan kemampuan pribadi guru dalam
bidang masing-masing.[23]
Sedangkan menurut
Syaiful [24]
menjelaskan bahwa tekhnik supervisi terbagi menjadi :
1.
Tekhnik supervisi kelompok, hal ini dapat dilakukan dengan cara :
pertemuan orientasi, rapat guru, studi kelompok antar guru, diskusi sebagai
pertukaran pikiran atau pendapat, workshop (lokakarya), tukar menukar pengalaman
(sharing of experience).
2. Tekhnik individual, hal
ini dapat dilakukan dengan cara : kunjungan kelas, observasi kelas, percakapan
pribadi, inter visitasi, penyeleksi berbagai sumber materi untuk mengajar.
5.
Kepala Sekolah
Keberhasilan
suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan Kepala Sekolah. Kepemimpian
melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam yang terjadi di antara orang-orang
yang menginginkan perubahan yang signifikan, dan perubahan tersebut
mencerminkan tujuan yang dimiliki bersama oleh pemimpin dan pengikutnya
(bawahan). Jadi apa yang dimaksud dengan kepemimpinan itu adalah: kemampuan dan
kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong,
mengajak, menunutun, menggerakan dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia
menerima pengaruh itu dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu
pencapaian tujuan-tujuan tertentu.
Kepala Sekolah
terdiri atas kata kepala dan sekolah. Kata kepala dapat
diartikan ketua atau pemimpin dalam organisasi atau suatu lembaga. Sedangkan sekolah adalah sebuah lembaga dimana menjadi
tempat menerima dan memberi pelajaran. Secara sederhana Kepala Sekolah dapat
didefenisikan sebagai tenaga fungsional guru atau pemimpin suatu sekolah dimana
diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat dimana terjadi interaksi
antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. [25]
Kepala Sekolah sebagai penentu
kebijakan di sekolah juga harus memfungsikan perannya secara maksimal dan mampu
memimpin sekolah dengan bijak dan terarah serta mengarah kepada pencapaian
tujuan yang maksima demi meningkatkan
kualitas dan mutu pendidikan di sekolahnya yang tentu saja akan berimbas pada
kualitas lulusan anak didik sehingga membanggakan dan menyiapkan masa depan
yang cerah. Oleh karena itu, kepala sekolah harus mempunyai wawasan, keahlian
manajerial, mempunyai karisma kepemimpinan dan juga pengetahuan yang luas
tentang tugas dan fungsi sebagai kepala sekolah. dengan kemapuan yang dimiliki
seperti itu, Kepala Sekolah tentu saja akan mampu mengantarkan dan membimbing
segala komponen yang ada disekolahnya dengan baik dan efektif menuju kearah
cita-cita sekolah. [26]
a.
Syarat-syarat Kepala
Sekolah
Sebagai seorang Kepala Sekolah harus memiliki
persyaratan untuk menciptakan sekolah yang efektif, syarat tersebut antara lain
:
1. Memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang baik
2. Berpegang pada tujuan yang dicapai
3. Bersemangat
4. Cakap didalam memberi bimbingan
5. Cepat dan bijaksana didalam mengambil keputusan
6. Cerdas dan Jujur
7.
Cakap didalam hal
mengarahkan dan menaruh kepercayaan yang baik dan berusaha untuk mencapainya.[27]
b.
Tugas dan Fungsi Kepala Sekolah
Tugas Kepala Sekolah selaku
pemimpin adalah membantu para guru mengembangkan kesanggupan mereka secara
maksimal dan menciptakan suasana hidup sekolah yang sehat yang mendorong para
guru, pegawai tata usaha, dan orang tua murid mempersatukan kehendak, pikiran
dan tindakan dalam kegiatan kerjasama yang efektif bagi tercapainya tujuan
sekolah. Dengan demikian tugas inti kepemimpinan Kepala Sekolah adalah
memajukan pengajaran, karena bila proses pembelajaran dapat berjalan efektif
dan efesien maka dengan sendirinya kualitas pendidikan akan meningkat.
Tugas dan Tanggung jawab Kepala Sekolah semakin luas
dan semakin banyak bidangnya. Kepala Sekolah tidak hanya bertanggung jawab atas
kelancaran jalanya sekolah secara tekhnik dan akademik saja. Benar bahwa hak
itu adalah tugas dan tanggung jawab yang pokok bagi seorang kepala sekolah.
akan tetapi mengingat situasi dan kondisi serta pertumbuhan sekolah di Negara
kita dewasa ini, banyak masalah baru yang timbul yang harus menjadi tanggung
jawab Kepala Sekolah untuk dipecahkan dan dilaksanakan. Didalam Al-Qur’an surah
Shaad ayat 26 Allah berfirman:
ߊ¼ãr#y‰»tƒ $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ Zpxÿ‹Î=yz ’Îû ÇÚö‘F{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ Ÿwur ÆìÎ7®Ks? 3“uqygø9$# y7¯=ÅÒãŠsù `tã È@‹Î6y™ «!$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbq=ÅÒtƒ `tã È@‹Î6y™ «!$# öNßgs9 Ò>#x‹tã 7‰ƒÏ‰x© $yJÎ/ (#qÝ¡nS tPöqtƒ É>$|¡Ïtø:$# ÇËÏÈ
Artinya : Hai Daud, Sesungguhnya kami
menjadikan khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara)
diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia
akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat
dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan.[28]
Upaya dalam peningkatan mutu sekolah memerlukan
kepala sekolah yang mampu :
1. Memandang sumber daya yang
ada berguna sebagai penyedia dorongan bagi kepala sekolah dan guru.
2. Mencurahkan banyak
waktunya untuk pengelolaan dan koordinasi proses instruksional.
3. Berkomunikasi secara
teratur dengan staf, orang tua, siswa dan anggota masyarakat dan sekitarnya,
serta lembaga pendukung yang ada diluar institusi pendidikan itu sendiri.[29]
c.
Peran Kepala Sekolah
Kepala Sekolah merupakan seorang guru yang
diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah. Menurut Wahyudi [30]
Kepala Sekolah mempunyai peran sesuai dengan tugas dan fungsinya, peran Kepala
Sekolah adalah sebagai berikut :
1) Kepala Sekolah Sebagai
Educator
Kepala Sekolah dalam melakukan fungsinya sebagai
edukator, harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan
professionalisme tenaga pendidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah
yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan
kepada seluruh tenaga kependidikan, serta team teaching, moving class, dan
mengadakan program akselerasi bagi peserta didik yang cerdas diatas normal.
Sumidjo dalam Mulyasa[31]
mengemukakan bahwa memahami arti pendidik tidak cukup berpegang pada konotasi
yang terkandung dalam defenisi pendidik, melainkan harus dipelajari
keterkaitannya dengan makna pendidikan, sarana pendidikan, dan bagaimana
strategi pendidikan itu dilaksanakan. Untuk kepentingan tersebut, Kepala
Sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan dan meningkatkan sedikitnya empat
macam nila, yakni pembinaan mental, moral, fisik dan artistik.
2)
Kepala Sekolah Sebagai Manajer
Manajemen pada hakekatnya merupakan proses
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan mengendalikan
usaha para anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya
organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dikatakan suatu
proses, karena semua manajer dengan ketangkasan dan keterampilan yang
dimilikinya mengusahakan dan mendayagunakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan.
Kepala sekolah dalam rangka melakukan peran dan
fungsinya sebagai manajer, harus memiliki strategi yang tepat untuk
memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama kooperatif, memberi
kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan
mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang
menunjang program sekolah.[32]
semua pihak yang terkait dengan lembaga sekolah harus memberikan
perhatian besar terhadap upaya pemberdayaan sekolah sehingga sekolah
benar-benar menjadi pusat dari segala pusat keunggulan. Untuk menciptakan
sekolah seperti itu, tanggung jawab utama (key person) berada dipundak
kepala sekolah (school principals). Dikatan demikian karena sudah lama
diakui oleh pakar manajemen pendidikan, kepala sekolah merupakan faktor kunci
efektif tidaknya suatu sekolah. kepala sekolah dikatakan faktor kunci karena kepala sekolah memainkan
peranan yang sangat penting dalam keseluruhan spektrum pengelolaan sekolah.[33]
3)
Kepala Sekolah Sebagai Administrator
Kepala Sekolah sebagai Administrator memiliki
hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas hubungan yang sangat erat
dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan,
penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. secara spesifik Kepala
Sekolah harus mempunyai kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola
administrasi peserta didik, mengelola administrasi sarana dan prasarana
personalia, mengelola administrasi kearsipan, dan administrasi keuangan.
Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat
menunjang produktifitas sekolah. untuk itu Kepala Sekolah harus bisa
menjabarkan kemampuan diatas dalam tugas-tugas operasional.[34]
Kepala sekolah sebagai administrator. Administrasi merupakan suatu
proses yang menyeluruh dan terdiri dari bermacam kegiatan atau aktivitas di
dalam pelaksanaannya. Sebagai administrator, kepala sekolah bertanggung jawab
atas kelancaran segala pekerjaan dan kegiataan administratif di sekolahnya.
Aktivitas administratif adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan pencatatan,
penyusunan dan dokumentasi program dan kegiatan sekolah. secara spesifik,
kepala sekolah juga dituntut untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi
sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola
administrasi keuangan.[35]
4)
Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Supervisi menurut Daryanto seperti yang dikutip
Imam Musbikin juga dapat diartikan
sebagai pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat
meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar dengan
lebih baik sesuai dengan tujuan pendidikan.[36]
Kepala sekolah sebagai supervisor dibebani
peran dan tanggung jawab memantau, membina, dan memperbaiki proses pembelajaran
dikelas atau di sekolah. tanggung jawab ini dalam pustaka dikenal dan
dikategorikan jawab supervisi. Dari konsep supervisi sebagai proses membantu
guru guna memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran dan kurikulum terkandung
makna bahwa kepala sekolah adalah petugas pimpinan atau supervisor yang
membantu guru secara individual atau kelompok untuk memperbaiki pengajaran dan
kurikulum. [37]
Hera
Budin mengatakan Kepala sekolah sebagai supervisor artinya kepala sekolah
berfungsi sebagai pengawas, pengendali, pembina, pengarah, dan memberi contoh
kepada para guru dan karyawan di sekolah. Salah satu hal yang penting bagi
kepala sekolah, sebagai supervisor memahami tugas dan kedudukan
karyawa-karyawannya atau staf disekolah yang dipimpinnya. Dengan demikian,
kepala sekolah bukan hanya mengawasi karyawan dan guru yang sedang melaksanakan
kegiatan, tetapi ia membekali diri dengan pengetahuan dan pengalamannya tentang
tugas dan fungsi stafnya, agar pengawasan dan pembinaan berjalan dengan baik
dan tidak membingungkan. [38]
5)
Kepala Sekolah Sebagai Leader
Kepala Sekolah sebagai leader harus mampu
memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan,
memberikan dua arah, mendelegasikan tugas. Kemampuan yang harus diwujudkan
Kepala Sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan
terhadap tenaga pendidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil
keputusan, dan kemampuan berkomunikasi.[39]
Pada dasarnya istilah kepemimpinan itu dipahami sebagai suatu konsep yang
mengandung makna bahwa ada proses kekuatan yang datang dari seseorang pemimpin
untuk mempengaruhi orang lain, baik secara individu maupun kelompok dalam
organisasi.[40]
6)
Kepala Sekolah Sebagai Inovator
Kepala sekolah sebagai inovator akan tercermin
dari cara-caranya melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif,
delegatif, integratif, rasional dan objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin,
serta adaptble dan fleksibel. Manajemen waktu yang baik bagi kepala sekolah
menurut Kim Marshall[41]
adalah mampu mengatur dan melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan
ketentuan waktu yang sudah disepakati bersama. Hal tersebut dapat terlaksana
dengan baik apabila :
1.
Kepala sekolah memiliki prioritas kerja
2.
Kepala sekolah peka terhadap informasi-informasi yang diberikan oleh guru
dan masyarakat
3.
Kepala sekolah memahami sistem informasi manajemen dalam hal pengambilan
keputusan
4.
Hasil kebijakan dan keputusan dapat dilaksanakan oleh semua pihak sekolah
5.
Dapat dilaksanakan oleh staf dan karyawan
6.
Pengawasan yang dilaksanakan secara berkelanjutan
7.
Kegiatan yang berorientasi terhadap program kerja
8.
Menuliskan hasil supervisi yang dilaksanakan terhadap guru guna sebagai
upaya perbaikan
9.
Mendahulukan informasi atau masukan yang berkaitan dengan kemajuan sekolah
tanpa mengesampingkan informasi yang lain
10.
Kepala sekolah dan guru melakukan observasi bersama terhadap sekolah secara
keseluruhan sebagai pedoman dalam menentukan keputusan kebijakan sekolah.
11.
Adanya keputusan yang diambil untuk dilaksanakan secara bersama
12.
Menuliskan artikel-artikel tentang pendidikan atau kegiatan sekolah atau
kegiatan guru-guru dalam surat kabar sekolah.
7)
Kepala Sekolah Sebagai Motivator
Sebagai motivator, Kepala Sekolah harus
memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga
kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam ini
adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika :
1.
Merasa yakin akan mampu mengerjakan.
2.
Yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya.
3.
Tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih
penting atau mendesak.
4.
Tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan.
5.
Hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.[42]
B.
Guru
1.
Pengertian Guru
Menurut undang-undang sistem pendidikan
nasional bab 1 pasal 1 ayat 6, menyebutkan :
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai kekhususannya,
serta barpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.[43]
Sedangkan pendidik dalam pendidikan dasar dan
menengah disebut guru, sedangkan pendidik pada pendidikan tinggi disebut dosen.
Guru dalam undang-undang guru dan dosen bab 1 ayat 1 diartikan :
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.[44]
Sedangkan dosen
sebagaimana disebutkan dalam ayat 2 adalah :
Pendidik profesional dan ilmuan dengan tugas utama menstransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan seni
melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.[45]
Dilihat dari sudut pandang sistem pendidikan
nasional, atau lebih khusus lagi sistem persekolahan, akan melihat guru sebagai
sentral dari segala upaya pendidikan dan agen dalam pembaharuan pendidikan
hingga ketataran sekolah. guru menjadi tumpuan harapan untuk mewujudkan
agenda-agenda pendidikan nasional, peningkatan mutu, dan relevansi, pemerataan
dan perluasan kesempatan, dan peningkatan efisiensi. Apabila kinerja sekolah,
siswa, dan bahkan pendidikan nasional secara keseluruhan kurang memuaskan, maka
guru seringkali menjadi sasaran bagi pihak yang dianggap paling bertanggung
jawab.[46]
Pengertian dalam pengertian-pengertian diatas
menunjukkan beragam istilah yang digunakan dalam memahami pendidik, begitupun
dalam pendidikan islam. Konsep pendidik dalam peristilahan pendidikan Islam disebut
dengan berbagai macam sebutan, yaitu Murabbi, Mu’allim, Muaddib, Mudarris, dan
Mursyid. Istilah-istilah itu digunakan sesuai dengan konteks yang
menjadi orientasi dari setiap istilah-istilah tersebut.
Dalam bahasa Arab, guru disebutkan dengan mu’allim,
murabbi, mudarris, dan al-mu’addib. Mu’allim berasal dari kata ‘allama, dan
‘allama kata dasarnya ‘alima yang berarti mengetahui, sebagaimana
mana yang telah disebutkan diatas. Istilah mu’allim yang diartikan
kepada guru menggambarkan sosok seorang yang mempunyai kompetensi keilmuan yang
sangat luas, sehingga ia layak menjadi seorang yang membuat orang lain (dalam
hal ini muridnya) berilmu sesuai dengan makna ‘allama seperti yang telah
dibahas. Dengan demikian, guru sebagai mu’allim menggambarkan kompetensi
professional yang menguasai ilmu pengetahuan yang akan diajarkan kepada peserta
didik.[47]
Dengan demikian penyebutan guru sebagai mu’allim,
murabbi, mudarris, dan al-mu’addib adalah sesuai dengan
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru tersebut, pesan-pesan ilahi yang
diajarkan Nabi kepada umatnya mesti disampaikan atau diwariskan dari generasi
ke generasi berikutnya. Maka dengan demikian, profesi guru merupakan tugas yang
sangat mulia, yaitu mewarisi tugas nabi dan rasul. Al-Qur’an dalam beberapa ayat
mendiskripsikan tugas Rasul, yang selanjutnya juga menjadi tugas semua guru.
Sebagaiman firman Allah SWT dalam surah
Al-Baqarah Ayat 29 :
$uZ/u‘ ô]yèö/$#ur öNÎg‹Ïù Zwqß™u‘ öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Gtƒ öNÍköŽn=tæ y7ÏG»tƒ#uä ÞOßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur öNÍkŽÏj.t“ãƒur 4 y7¨RÎ) |MRr& Ⓝ͕yèø9$# ÞOŠÅ3ysø9$# ÇÊËÒÈ
Artinya : Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka
sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah
(As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa
lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Baqarah :29)[48]
2.
Kompetensi Guru
Kompetensi menurut Usman dalam Kunandar [49]
adalah suatu hal yang menggambar kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik
yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Pengertian ini mengandung makna bahwa
kompetensi itu dapat digunakan dalam dua konteks, yakni : pertama, sebagai
indikator kemampuan yang menunjukkan kepada perbuatan yang diamanti. kedua, sebagai
konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif, afektif dan perbuatan serta
tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh.
Kompetensi juga dapat diartikan sebagai
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah
menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku
kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.[50]
Depdiknas dalam Abd Kasim Masaong [51]
membagi kompetensi guru atas empat dimensi, yaitu : (1) kompetensi pedagogik,
(2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi profesional, dan (4) kompetensi
sosial. Keempat bidang kompetensi tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan
saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain dan mempunyai
hubungan hierarkhis, artinya saling mendasari satu sama lainnya, antara kompetensi
yang satu dengan kompetensi yang lain saling mempengaruhi.
Kompetensi-kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Kompetensi Pedagodik
Pendidik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik. Kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan yang
harus dimiliki pendidik berkenaan dengan karakteristik siswa dilihat dari
berbagai aspek seperti moral, emosional,dan intelektual. Hal tersebut
beimplikasi bahwa seorang pendidik harus mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip
belajar, karena siswa memiliki karakter, sifat, dan interest yang berbeda.
Berdasarkan
beberapa pengertian seperti tersebut di atas dengan kompetensi pedagogik maka
guru mempunyai kemampuan-kemampuan sebagai berikut : (1) Mengaktualisasikan landasan
mengajar,(2) Pemahaman terhadap peserta didik, (3) Menguasai ilmu mengajar (didaktik
metodik), (4) Menguasai teori motivasi, (5) Mengenali lingkungan
masyarakat, (6) Menguasai penyusunan kurikulum, (7) Menguasai penyusunan
kurikulum, (8) Menguasai pengetahuan evaluasi pembelajaran, dan lain-lain.[52]
Dalam
Undang-undang guru dan dosen, kompetensi pedagogik sebagaimana yang dimaksud
pada ayat 2 merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta
didik yang sekurang-kurangnya meliputi: (1) Pemahaman wawasan atau landasan
kependidikan, (2) Pemahaman terhadap peserta didik, (3) Pengembangan kurikulum
atau silabus, (4) Perancangan pembelajaran, (5) Pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik dan dialogis, (6) Pemanfaatan teknologi pembelajaran, (7) Evaluasi
hasil belajar, dan (8) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang di milikinya.[53]
2) Kompetensi Kepribadian
Pendidik
Kompetensi
kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu
sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam
perilaku sehari-hari. Menurut Hamzah B.Uno [54]
Kompetensi Personal, artinya sikap kepribadian yang mantap sehingga mampu
menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. Dalam hal ini berarti memiliki kepribadian
yang pantas diteladani, mampu melaksanakan kepemimpinan seperti yang
dikemukakan Ki Hajar Dewantara, yaitu “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya
Mangun Karsa. Tut Wuri Handayani”.
Dengan
kompetensi kepribadian maka guru akan menjadi contoh dan teladan, serta
membangkitkan motivasi belajar siswa. Oleh karena itu, seorang guru dituntut
melalui sikap dan perbuatan menjadikan dirinya sebagai panutan dan ikutan
orang-orang yang dipimpinnya. Dalam UU guru dan dosen, kompetensi kepribadian
sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 sekurang-kurangnya mencakup kepribadian
yang : ayat 2 sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang: 1) Beriman dan bertakwa, 2) Berakhlak mulia, 3) Arif dan bijaksana, 4) Demokratis, 5) Mantap, 6) Berwibawa, 7) Stabil, 8) Dewasa, 9) Jujur, 10 ) Sportif, 11) Menjadi teladan bagi
peserta didik dan masyarakat, 12) Secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri dan, 13) Mengembangkan
diri secara mandiri dan berkelanjutan.[55]
Jadi,
kompetensi kepribadian secara ringkas bagi seorang guru ialah sikap dan tingkah
laku yang baik, patut untuk diteladani dan menjadi cerminan untuk peserta
didik, mampu mengembang potensi dalam diri, serta yang paling utama bagi
seorang guru yang berkepribadian yaitu bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi norma agama, hukum dan sosial yang
berlaku.
3) Kompetensi Sosial Pendidik
Dimaksud
dengan kompetensi sosial di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun
2005, pada pasal 28, ayat 3, ialah
kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
Kompetensi
sosial merupakan kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik/tenaga kependidikan lain, orang tua/wali peserta didik dan
masyarakat sekitar.[56]
Sedangkan menurut Hamzah B. Uno kompetensi sosial artinya guru harus mampu
menunjukkan dan berinteraksi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan
sesama guru dan kepala sekolah, bahkan dengan masyarakat luas.[57]
Dalam
pengertian lain, terdapat kriteria lain kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru. Dalam kompetensi ini seorang guru harus mampu:
1. Bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak
diskriminatif, karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik,
latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi.
2.
Berkomunikasi secara efektif,
simpatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan
masyarakat.
3. Beradaptasi di tempat bertugas diseluruh wilayah
republik Indonesia.
4.
Berkomunikasi dengan komunitas
profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.[58]
Kompetensi
sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam
berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru
tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan
memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain
yang bukan guru. Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan
mendidik adalah tugas kemanusiaan manusia. Guru harus mempunyai kompetensi
sosial karena guru adalah penceramah jaman.
4) Kompetensi Profesional
Pendidik
Guru adalah salah satu faktor penting dalam
penyelenggaraan pendidikan disekolah. Kompetensi profesional merupakan
salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang guru. Dalam Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005,
pada pasal 28 ayat 3 yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Secara
umum kompetensi profesional dapat diidentifikasi tentang ruang lingkup
kompetensi profesional guru adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan penguasaan materi/bahan bidang studi.
Penguasaaan ini menjadi landasan pokok untuk keterampilan mengajar.
2. Kemampuan mengelola program pembelajaran yang mencakup
merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar, merumuskan silabus, tujuan
pembelajaran, kemampuan menggunakan metode/model mengajar, kemampuan menyusun
langkah-langkah kegiatan pembelajaran, kemampuan mengenal potensi (entry
behavior) peserta didik, serta kemampuan merencanakan dan melaksanakan
pengajaran redmedial.
3. Kemampuan mengelola kelas. Kemampuan ini antara lain
adalah; mengatur tata ruang kelas dan menciptakan iklim belajar mengajar yang
kondusif.
4. Kemampuan mengelola dan penggunaan media serta sumber
belajar. Kemampuan ini pada dasarnya merupakan kemampuan menciptakan kondisi
belajar yang merangsang agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara
efektif dan efisien.
5. Kemampuan penguasaan tentang landasan kependidikan.
Kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan.
6. Kemampuan menilai prestasi belajar peserta didik yaitu
kemampuan mengukur perubahan tingkah laku siswa dan kemampuan mengukur
kemahiran dirinya dalam mengajar dan dalam membuat program.
7. Kemampuan memahami prinsip-prinsip pengelolaan lembaga
dan program pendidikan di sekolah.
8. Kemampuan/terampil memberikan bantuan dan bimbingan
kepada peserta didik.
9. Kemampuan memiliki wawasan tentang penelitian
pendidikan.
10. Kemampuan memahami karakteristik peserta didik. Guru
dituntut memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang ciri-ciri dan perkembangan
peserta didik, lalu menyesuaikan bahan yang akan diajarkan sesuai dengan
karakteristik peserta didik.
11. Kemampuan menyelenggarakan administrasi sekolah.
12. Kemampuan memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan.
13. Kemampuan/berani mengambil keputusan.
14. Kemampuan memahami kurikulum dan perkembangannya.
15. Kemampuan bekerja berencana dan terprogram.
16. Kemampuan menggunakan waktu secara tepat.[59]
Dapat
disimpulkan guru profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung
jawab sebagai guru kepada siswa, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan
agamanya. Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya,
mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengembangkan
dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam
memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial
serta memiliki kemampuan berinteraksi sosial. Tanggung jawab intelektual
diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan
yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan
moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang
perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma agama dan norma moral.
C. Profesionalisme Guru
1. Konsep Profesi
Profesi adalah sebuah pekerjaan yang digeluti
dengan penuh pengabdian dan dedikasi serta dilandasi oleh keahlian atau
keterampilan tertentu. menurut Sahertian
dalam Marselus[60]
menjelaskan bahwa profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau janji
terbuka (to Profess) artinya menyatakan, yang menyaatakan bahwa
seseorang mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan, karena orang
tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
Menurut Ornstein dan Levine, sebagimana yang
dikutip Soetjipto dan Kosasi didalam Marselus menjelaskan suatu pekerjaan atau
profesi itu memiliki kriteria :
1. Melayani masyarakat, merupakan
karya yang akan dilakukan sepanjang hayat,
2. Memerlukan bidang ilmu dan
keterampilan tertentu diluar jangka khalayak ramai,
3. Menggunakan hasil penelitian
dan aplikasi dari teori ke praktik,
4. Memerlukan pelatihan
khusus dengan waktu yang panjang,
5. Terkendali berdasarkan
lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan
tersebut memerlukan izin tertentu atau persyaratan khusus yang ditentukan untuk
dapat mendudukinya),
6. Otonomi dalam membuat
keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu,
7. Menerima tanggung jawab
terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang
berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap
apa yang diputuskan, dipindahkan keatasan atau instansi yang lebih tinggi),
8. Memiliki komitmen terhadap
jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan,
9. Menggunakan administrator
untuk memudahkan profesinya, relatif bebas dari supervisi dalam jabatan,
10. Mempunyai organisasi yang
diatur oleh anggota profesi sendiri,
11. Mempunyai asosiasi profesi
dan atau kelompok elite untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya,
12. Mempunyai kode etik untuk
menjelaskan hal-hal yang meragukan yang berhubungan dengan layanan yang
diberikan,
13. Memiliki kadar kepercayaan
yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotannya,
14. Memiliki status sosial dan
ekonomi yang tinggi.[61]
Profesi dalam lingkup pendidikan adalah suatu
jabatan yang mempunyai kekhususan yang memerlukan keterampilan yang
menggambarkan bahwa seseorang melakukan tugas atau pekerjaannya tidak terlepas
dari upaya membimbing manusia. Maka jabatan guru sebagai suatu profesi memiliki ciri-ciri yaitu : (a) mengutamakan layanan sosial,
lebih dari kepentingan pribadi, (b) mempunyai status yang tinggi, (c) memiliki
pengetahuan yang khusus dalam hal mengajar dan mendidik, (d) memiliki kegiatan
intelektual yang lebih tinggi, (e) memilik hak untuk memperoleh standar kualifikasi
profesional, dan (f) mempunyai kode etik profesi yang ditentukan oleh
organisasi profesi.[62]
Dapat disimpulkan bahwa pengertian profesi
diatas menimbulkan makna bahwa profesi yang disandang tenaga kependidikan atau
guru, adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, keahlian untuk menciptakan anak sehingga memiliki prilaku yang
sesuai dengan yang diharapkan.
2. Profesionalisme Guru
Profesinalisme berasal dari bahasa Inggris professionalism
yang secara leksikal berarti sifat profesional. Orang profesional memiliki
sikap yang berbeda dengan orang yang tidak profesional, meski mereka
mengerjakan pekerjaan yang sama atau katakanlah berada pada satu ruang kerja.[63]
Profesionalisme menurut Suyanto[64]
adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para
anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas
profesionalnya. Sementara guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan
tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan
peningkatan kualitas profesional melalui berbagai cara dan strategi, ia akan
berusaha mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman
sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna profesional.
Seorang guru yang profesional artinya ia
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang luas, baik dalam kaitan bidang
studi/mata pelajaran yang diajarkan beserta penunjangnya, metodologi
pengajarannya, dan dapat mengevaluasi dan mengambangkan materi dengan baik.
Secara lebih rinci Sulthon [65]
menjelaskan profesionalisme seorang guru itu dapat dilihat dari 10 kompetensi
yaitu : (1) menguasai bahan/bidang studi, (2) mengelola program belajar
mengajar, (3) mengelola kelas, (4) menggunakan media dan sumber belajar, (5)
menguasai landasan kependidikan, (6) mengelola interaksi belajar mengajar, (7)
menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran, (8) mengenal fungsi dan
program bimbingan penyuluhan sekolah, (10) memahami prinsip-prinsip dan
menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Sebagai salah satu elemen tenaga kependidikan,
seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional, dengan
selalu berpegang teguh pada etika kerja, independensi (bebas dari tekanan pihak
luar), produktif, efektif, efisien dan inovatif, serta siap melakukan pelayanan
prima berdasarkan pada kaedah ilmu atau teori yang sistematis, kewenangan
profesional, pengakuan masyarakat dan kode etik yang regulatif.
Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang
mudah, seperti yang dibayangkan sebagian orang, dengan bermodalkan penguasaan
materi dan menyampaikannya kepada siswa sudah cukup, hal ini belumlah dapat
dikategorikan sebagai guru yang memiliki pekerjaan yang profesional, karena
guru yang profesional, mereka harus memiliki berbagai keterampilan, kemampuan
khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru, lain sebagainya.
Guru yang profesional adalah guru yang dapat
melakukan tugas mengajarnya dengan baik. Dalam mengajar diperlukan
keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk kelancaran proses belajar
mengajar secara efektif dan efisien. Keterampilan yang harus dimiliki guru
dalam proses belajar mengajar antara lain : (1) keterampilan membuka dan
menutup pelajaran, (2) keterampilan menjelaskan, (3) keterampilan bertanya, (4)
keterampilan memberi penguatan, (5) keterampilan menggunakan media
pembelajaran, (6) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, (7)
keterampilan mengelola kelas, (8) keterampilan mengadakan variasi, dan (9)
keterampilan mengajar perorangan dan kelompok kecil.[66]
Menurut Suyanto[67]
untuk menjadi guru yang profesional setidaknya memiliki standar minimal, yaitu
:
1. Memiliki kemampuan
intelektual yang baik,
2. Memiliki kemampuan
memahami visi dan misi pendidikan nasional,
3. Mempunyai keahlian
menstransfer ilmu pengetahuan kepada siswa secara efektif,
4. Memahami konsep
perkembangan psikologi anak,
5. Memiliki kemapuan
mengorganisir dan proses belajar,
6. Memiliki kreativitas dan
seni mendidik.
Perihal tentang guru profesional telah banyak
dikemukakan oleh para pakar manajemen pendidikan, dari semua teori yang
dikemukakan dapat disimpulkan bahwa guru profesional adalah guru yang mampu
mengelola dirinya sendiri dan melaksanakan tugas sehari-hari, yang berangkat
dari proses ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidakmatangan
(immaturity) menjadi matang, dari diarahkan oleh orang lain (other-directedness)
menjadi mengarahkan diri sendiri.[68]
D. Manajemen Supervisi Kepala
Sekolah Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru
Manajemen supervisi kepala sekolah berkaitan dengan salah satu kompetensi
kepala sekolah itu sendiri, yaitu sebagai supervisor. Hal ini seuai dengan Permendiknas
No 13 Tahun 2007 yaitu :
1. Merencanakan
program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
2.
Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan
menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
3.
Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap
guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.[69]
Pemahaman tentang bagaimana seharusnya hal
tersebut dilakukan untuk menunjang manajemen dan kepemimpinan kepala sekolah
secara langsung akan memberikan hasil yang memuaskan. Fungsi dasar supervisi seperti yang di ungkap
Kimball Wiles dalam Piet Sahertian[70]
adalah memperbaiki situasi
belajar-mengajar disekolah dalam artian yang luas situasi belajar mengajar
disekolah dapat diperbaiki bila supervisor/pemimpin pendidikan memiliki lima
keterampilan dasar yaitu : keterampilan dalam hubungan-hubungan kemanusiaan,
keterampilan dalam proses kelompok, keterampilan dalam kepemimpinan pendidikan,
keterampilan dan mengatur personalia sekolah, dan keterampilan dalam evaluasi.
Manajemen supervisi kepala sekolah adalah
proses yang dilakukan oleh kepala sekolah untuk meyakinkan bahwa kegiatan yang
dilakukan sesuai dengan yang direncanakan. Manajemen supervisi tidak lain
adalah untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan,
membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya
serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin sumber daya dipergunakan
dengan cara pailng efektif dan efisien dalam mencapai tujuan-tujuan.
Manajemen supervisi merupakan salah satu
kompetensi yang harus dikuasai oleh kepala sekolah, dan sebagai dimensi utama
dari tiga dimensi yang harus diperhatikan dalam manajemen dan kepemimpinan
kepala sekolah. Dimensi lainnya adalah koordinasi dan komunikasi; yang
sama-sama menentukan keberhasilan, kemandirian, efektivitas, efisiensi,
produktivitas, dan akuntabilitas sekolah. [71]
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh para pakar, bahwa seorang kepala sekolah
dan sekolah yang berhasil menunjukkan adanya :
a.
Keterkaitan terhadap
perbaikan pengajaran.
b.
Pengetahuan dari/dan
partisipasi yang kuat didalam aktivitas kelas.
c.
Pemantauan terhadap
penggunaan efektivitas waktu pelajaran.
d.
Usaha membantu efektifitas
program tentang hal-hal yang berkaitan dengan
pelajaran.
e.
Memiliki sikap positif
kearah para guru, pustakawan, laboran, tenaga administrasi dan para siswa.[72]
Kepala Sekolah sebagai pemimpin sekolah
berperan sangat penting dalam membuat sekolah tetap fokus tentang keberadaan
sekolah dan karena keberadaannya itulah membantu siswa dan guru didalam
melaksanakan tugasnya yaitu belajar dan mengajar sehingga menghasilkan output
yang bermutu. Kepala sekolah adalah
merupakan kunci keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan disekolah.
Kegagalan dan keberhasilan sekolah banyak ditentukan oleh kepala sekolah,
karena kepala sekolah merupakan pengendalian dan penentu arah yang hendak
ditempuh oleh sekolah menuju tujuannya. Oleh karena itu kepala sekolah harus
mampu mengadakan pengawasan (supervisi) dan evaluasi pengajaran, fasilitas,
kelengkapan dan materi pengajaran demi pencapaian tujuan sekolah dan
peningkatan profesionalisme guru-guru disekolah yang dipimpinnya.
Lembaga pendidikan sekolah merupakan organisasi
yang memerlukan manajemen yang baik. Oleh karena itu dalam proses manajemen
terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang pemimpin (kepala
sekolah) yaitu : perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling).
1.
Manajemen Supervisi
Manajemen
supervisi adalah rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha
kerjasama antara Kepala Sekolah dan guru melalui aktivitas perencanaan,
pelaksanaan, serta tindak lanjut untuk membantu guru mengembangkan
profesionalisme, meningkatkan motivasi, serta meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Manajemen
supervisi pada hakikatnya mempunyai pengertian yang hampir sama dengan
manajemen pendidikan. Ruang lingkup dan bidang garapan manajemen supervisi
merupakan bagian ruang lingkup dan bidang garapan manajemen pendidikan. Dengan
demikian dapat dikatakan manajemen supervisi adalah bagian dari manajemen
pendidikan secara menyeluruh.
Engkoswaradan
Aan Komariah[73] menjelaskan
tujuan dilakukannya manajemen adalah agar pelaksanaan suatu usaha terencana secara
sistematis dan dapat dievaluasi secara benar, akurat, dan lengka sehingga
mencapai tujuan secara produktif, berkualitas, efektif, dan efisien. Dalam bidang pendidikan, supervisi mengandung
konsep umum yang sama namun disesuaikan dengan aktivitas-aktivitas
pembelajaran. Supervisi pendidikan merupakan suatu usahan mengkoordinasi dan
membimbing secara kontinyu pertumbuhan guru-guru disekolah baik secara individu
maupun kelompok. Hakekatnya segenap bantuan yang ditujukan pada
perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek pengajaran.
Sedangkan menurut Oteng Sutisna,
sebagaimana yang dikutip Sagala[74]
mengemukakan prinsip supervisi adalah sebagai berikut:
1.
Supervisi merupakan bagian
integral dari program pendidikan, yang berarti ia adalah layanan yang bersifat
kerjasama.
2.
Semua elemen, terutama guru
berhak mendapatkan supervisi.
3.
Supervisi hendaknya
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perseorangan dari personil sekolah.
4.
Supervisi hendaknya
membantu menjelaskan tujuan-tujuan dan sarana-sarana pendidikan.
5.
Membantu memperbaiki
hubungan antar personel sekolah.
6.
Tanggung jawab pengembangan
program supervisi terletak pada kepala sekolah dan pengawas.
7.
Harus ada dana yang memadai
bagi program kegiatan supervisi dalam anggaran tahunan.
8.
Efektifitas program
supervisi dinilai oleh para peserta dan
9.
Supervisi membantu
menjelaskan dan menerapkan dalam praktik penemuan penelitian pendidikan yang
mutakhir.
Dari
prinsip-prinsip supervisi dapat diketahui maknanya bahwa supervisi sebagai
suatu kegiatan untuk dilakukan terencana, rutin, berkelanjutan yang dilakukan
oleh Kepala Sekolah, yang menggunakan data dari hasil pengamatan atau observasi
nyata menggunakan instrumen yang dapat memberikan informasi yang sebenarnya,
sama sekali bukan hasil penalaran pribadi supervisor. Hubungan antara
supervisor dengan yang disupervisi bukan bersifat hirarchis yang
memposisikan atasan dengan bawahan, namun hubungan kesejajaran, hubungan
kemanusiaan yang akrab, saling percaya, yang disupervisi merasa ada sesuatu
yang dibutuhkan yaitu bantuan maupun bimbingan yang akan diberikan oleh
supervisor. Pembinaan yang diberikan supervisor sebagai sharing of idea, untuk
saling memberi masukan, sehingga supervisi merupakan suatu interaksi antara
supervisor dan yang disupervisi untuk saling memberikan umpan balik. Langkah
pembinaan yang dilakukan supervisor dipercaya mampu dilaksanakan oleh yang
disupervisi dan yang di supervisi dengan tidak terpaksa menerima saran
supervisor. Hubungan yang demokratis bukan otokratis diharapkan menumbuhkan
kreativitas dari para guru.
Suharsimi
Arikunto[75] membagi
type supervisi menjadi (1) tipe inspeksi, (2) tipe laisses faire,
(3) tipe coersive, (4) tipe training and guidance dan, (5) tipe demokrasi.
Apabila diuraikan adalah sebagai berikut:
1. Tipe inspeksi:
supervisor berlaku seperti inspektur yang bertugasmengawasi pekerjaan,
supervisi ini digunakan untuk mengawasi, menelitidan mencermati tugas sudah
dilaksanakan seperti perintah atau belum.Supervisi jauh dari upaya memberikan
bantuan atau bimbingan. Tipe ini lazim dilakukan oleh pejabat yang melakukan
pengawasan, yang bertanggung jawab atas terlaksananya tugas sehari-hari oleh
bawahanyang berada dalam tugas pengawasannya.
2.
Tipe laisses faire: para pegawai dibiarkan saja bekerja sekehendaknya
tanpa diberi petunjuk yang benar. Ditinjau dari kemerdekaan dan bebasan pegawai
sebetulnya tipe supervisi ini dapat dikatakan baik, karena guru diberi
kebebasan untuk berkreasi sebagaimana mereka berinisiatif. Namun ditinjau dari
kemampuan individual pegawai yang bervariasi, memberikan kebebasan kepada orang
yang kurang inisiatif berarti sama saja dengan membiarkan mereka tidak
bergerak.
3.
Tipe coersive: tipe supervisi itu bersifat memaksa. Apa yang
dipikirkannya sebagai sesuatu yang baik, meskipun tidak cocok dengan kondisi
atau kemampuan pihak yang disupervisi, tetap saja dipaksakan berlakunya. Guru
sama sekali tidak diberi kesempatan utuk bertanya mengapa harus demikian.
Sebagai dampak dari perlakuannya tersebut guru menjadi acuh tak acuh terhadap semua
persoalan sekolah, atau menghindar dari tugas yang diberikan, atau paling
rendah mereka akan membantah.
4.
Tipe training and guidance artinya sebagai memberikan latihan dan bimbingan.
Sesuai dengan makna luas pendidikan yakni merupakan proses pertumbuhan,
perkembangan serta peningkatan, maka supervisi mendorong terjadinya
pertumbuhan. Untuk ini diperlukan tambahan latihan dan bimbingan kepada guru
dan staf tata usaha.
5.
Tipe Demokrasi memerlukan kondisi dan situasi khusus, tentu saja adanya
kepemimpinan yang bersifat demokratis pula. Apabila kondisi dan situasi
kepemimpinan sekolah memang kondusif untuk terjadinya supervisi tipe
demokratis, maka fungsi-fungsi pengarahan, koordinasi, dan evaluasi dapat
terjadi bukan dan satu arah, tetapi kolaboratif, ada kerja sama semua pihak
yang ada didalam organisasi. Tanggung jawab bukan hanya seorang pemimpin saja
yang memegangnya, tetapi didistribusikan atau didelegasikan kepada para anggota
atau warga sekolah. Perhatian dalam supervisi tipe ini adalah bahwa pemimpin bukan
hanya memusatkan perhatiannya pada kemajuan situasi belajar mengajar saja.
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, Kepala Sekolah sebagai supervisor
harus mampu meningkatkan kepemimpinannya yang dapat mengembangkan program
seluruh sekolah dan memberdayakan lingkungan bagi semua guru, mengusahakan
tercapainya kelengkapan sarana dan peralatan belajar sehingga memungkinkan
orang dapat bekerja dan berkomunikasi secara optimal dalam pencapaian tujuan
dan cara melaksanakan strategi pencapaiannya. Seorang Kepala Sekolah harus memiliki
wawasan yang luas dan pandangan yang jeli agar dapat memperoleh sumber
informasi maupun sunber dana yang memungkinkan pertumbuhan warga sekolah baik
secara individual maupun kelompokdalam meningkatkan kecakapan mereka.
2.
Manajemen Supervisi Kepala Sekolah Dalam
Meningkatkan Profesionalisme Guru
Berdasar pendapat para ahli,
Husaini Usman[76] menyimpulkan bahwa fungsi manajemen dalam
bidang pendidikan meliputi 1) Perencanaan, 2) Pengorganisasian, 3) Pengarahan,
4) Pengendalian. Fungsi-fungsi manajemen tersebut berlaku pula pada kegiatan
supervisi akademik yang meliputi tiga tahap, yaitu: perencanaan, pelaksanaan,
serta tindak lanjut.
Tugas dan tanggung jawab seorang
kepala sekolah selaku supervisor dalam melaksanakan supervisi harus berorientasi
terhadap peningkatan profesionalisme guru, karena pada hakikatnya supervisi pendidikan
itu adalah proses pemberian bantuan profesional kepada guru untuk meningkatkan
kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas pengelolaan proses pembelajaran secara
efektif, dan efisien.
Fungsi
kepemimpinan melekat pada seorang supervisor karena dia adalah pemimpin. Begitu
pula pengawasan, karena pada hakekatnya supervisor adalah pengawas yang tugas
pokonya melakukan pengawasan. Sedangkan fungsi pelaksanaan terdapat pada
supervisor, karena dia adalah para pelaksana dilapangan yang dalam istilah
bakunya adalah pejabat fungsional, sama halya dengan guru dan kepala sekolah.[77]
Perencanaan
dalam supervisi pada dasarnya merupakan
tindakan menetapkan terlebih dahulu hal apa yang akan disupervisi, dan siapa
yang akan disupervisi, teknik dan pendekatan apa yang akan digunakan, kapan
kegiatan supervisi akan dilakukan, serta sarana apa yang dibutuhkan untuk
terlaksananya kegiatan supervisi.
Kegiatan
supervisi yang direncanakan dengan baik akan dapat dilaksanakan dengan baik
pula untuk mencapai tujuan akhirnya yaitu peningkatan kualitas pembelajaran dan
peningkatan tenaga pendidik yang profesional. Dalam merencanakan kegiatan
supervisi diperlukan tahapan tahapan awal seperti identifikasi masalah serta
diagnosis penyebab timbulnya masalah untuk disusun rencana penyelesaiannya.
Di dalam setiap
perencanaan ada dua faktor yang harus diperhatikan yaitu tujuan dan sarana
untuk mencapai tujuan. Langkah-langkah perencanaan harus jelas melalui
tahapan-tahapan penentuan tujuan, identifikasi masalah, pengumpulan data dan
informasi, penentuan tahap pelaksanaa, serta merumuskan alternatif pemecahan
masalah.
Fungsi
pengarahan (directing) dalam kegiatan supervisi yang dilaksanakan kepala
sekolah rangkaian kegiatan yang dilakukan sesuai perencanaan untuk mencapai
sasaran tertentu secara efektif dan efisien. Pengarahan terdiri atas (1)
motivasi; (2) kepemimpinan; (3) pengambilan keputusan; (4) komunikasi; (5)
koordinasi, negosiasi, dan konflik; dan (6) perubahan organisasi.
Pengarahan
dalam kegiatan supervisi membutuhkan adanya komunikasi yang efektif
sehingga memudahkan adanya saling pengertian. Supervisor membutuhkan dukungan
dari staf yang profesional. Tanpa adanya dukungan tersebut maka tidak ada
kesinambungan antara perintah dan pelaksanaan di lapangan. Tidak adanya
komunikasi antara atasan dan bawahan, antara supervisor dan guru merupakan
masalah dalam kegiatan supervisi.
Kegagalan dalam berkomunikasi yang disebabkan
ketidakjelasan informasi akan menyulitkan kedudukan supervisor. Berbagai
permasalahan akan timbul, kontroversi, kritik, kemarahan, kesalahpahaman sering
terjadi karena tidak adanya kejelasan informasi. Pelaksanaan supervisi merupakan proses kompleks yang menjadi bagian dari manajemen pendidikan.
Permasalahan mendasar dalam menghadapi organisasi formal adalah adanya
peraturan yang berlawanan dengan kebebasan.
Fungsi terakhir
yang harus dilakukan seorang manajer adalah fungsi controlling atau
pengendalian. Terkait dengan kegiatan supervisi
adalah bagian dari fungsi kegiatan controling/pengawasan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa manajemen supervisi kepala sekolah dalam meningkatkan
profesionalisme guru adalah bagaimana kepala sekolah dalam melaksanakan
kegiatan supervisi lebih menekankan pada aspek perbaikan metode pembelajaran
yang dilakukan guru, memperbaiki kemampuan guru untuk menyesuaikan pembelajaran
dengan kebutuhan belajar siswa, kolegialitas diantara sesama guru, guna
peningkatan profesionalisme.
Sistem
manajemen didalam organisasi sekolah seperti yang dijelaskan diatas bersifat
partisipatif dengan ditandai dengan kepemimpinan yang mendukung, motivasi yang
tinggi, hubungan antar pribadi sangat dekat, kerja sama yang baik, ada
kesetiaan kelompok, tanggung jawab atas tugas masing-masing, saling percaya,
masing-masing percaya diri sendiri dan mengarahkan kepada pencapaian tujuan
yang tinggi.
Kepala sekolah didalam melaksanakan supervisi terhadap
guru, ada beberapa tekhnik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
personil sekolah, diantaranya :
1.
Kunjungan sekolah, yaitu tekhnik
supervisi yang digunakan untuk mengamati prose kerja, alat yang dipakai, metode
yang digunakan.
2.
Pembicaraan individual, yaitu
tekhnik supervisi untuk memberi kesempatan seluas-luasnya bagi supervisor untuk
membicarakan langsung dengan guru mengenai masalah yang berkaitan dengan
profesional pribadi mereka.
3.
Diskusi kelompok, yaitu suatu
kegiatan kelompok dalam situasi tatap muka, tukar menukar informasi atau untuk
memutuskan suatu keputusan mengenai masalah tertentu.
4.
Demonstrasi mengajar yang
sebelumnya harus menyusun rencana demonstrasi terlebih dahulu dengan
mengutamakan penekanan terhadap hal-hal yang dianggap penting.
5.
Kunjungan kelas antar guru, yang
hasilnya dapat digunakan untuk menilai aktivitas sendiri Lokakarya, yaitu
kesempatan untuk bekerjasama, mempertemukan ide-ide, mendiskusikan masalah
bersama atau meningkatkan kemampuan pribadi guru dalam bidang masing-masing.[78]
Jadi dapat
disimpulkan bahwa manajemen supervisi kepala sekolah dalam meningkatkan
profesionalisme adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar
pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi dan
umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mangambil
tindakan koreksi yang diperlukan dalam pelaksanaan perbaikan kearah yang lebih baik.
E. Penelitian Yang Relevan
1.
Studi Terdahulu
Arzal,
“Supervisi proses pembelajaran di SMPN 7 Kota Jambi, tujuann penelitian ini
adalah : (1) untuk mengetahui dan mengenal lebih dekat kegiatan supervisi yang
dilakukan oleh kepala sekolah dalam kaitan meningkatkan pembelajaran di SMPN 7
Kota Jambi, (2) ingin mengetahui dan mendalami lebih sistematis faktor-faktor
implementasi supervisi seperti yang ditemukan dalam rangka meningkatkan
pembelajaran, (3) ingin mengetahui dan melakukan kegiatan tentang upaya-upaya
yang telah dilakukan kepala sekolah SMPN 7 dalam rangka memberdayakan supervisi
untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Sasrito,
“Supervisi Kepala Madrasah (Studi Kasus pada MTsN Ladang Panjang Kabupaten
Sarolangun”. Tujuan penelitian mengungkapkan tentang : (a) Pelaksanaan
supervisi kepala MTs Negeri Ladang Panjang Kabupaten Sarolangun, (b) faktor-faktor
kegagalan supervisi kepala madrasah dalam meningkatkan kenerja guru, (c)
implikasi supervisi kepala madrasah terhadap kinerja guru MTs Negeri Ladang
Panjang Kabupaten Sarolangun.
Zubir,
“Supervisi Pengelolaan Kelas (Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Swasta
Al-Hidayah Talang Bakung Kota Jambi”, Tujuan Penelitian mengungkap tentang :
(a) untuk mengetahui perencanaan supervisi pengelolaan kelas di MTs Al-Hidayah
Kota Jambi, (b) untuk mengetahui pelaksanaan supervisi pengelolaan kelas di MTs
Al-Hidayah Kota Jambi, (c) untuk mengetahui evaluasi supervisi Pengelolaan
Kelas di MTs Al-Hidayah Kota Jambi
2.
Perbedaan Dengan
Studi Ini
Pada studi
terdahulu ruang lingkup permasalahan memang menjamah langsung pada wilayah
supervisi pendidikan. Namun kajian yang lebih mengemukakan adalah berkaitan
dengan masalah kinerja profesionalitas supervisi kepala sekolah yang belum
optimal. Kemudian implikasi yang ditimbulkan karena kurangnya penguasaan metode
yang dilakukan pengawas (kepala sekolah)
Sedangkan studi ini menonjolkan tentang manajemen
kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi meliputi proses : perencanaan,
pelaksanaan dan tindak lanjut dalam meningkatkan profesionalisme guru. kesulitan yang dihadapi kepala sekolah dalam
melaksanakan supervisi serta upaya yang
dilakukan kepala sekolah dalam mengatasi kesulitan atau hambatan dalam
pelaksanaan supervisi.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, artinya dalam penelitian ini peneliti
ingin mengetahui secara ilmiah dan medalam tentang bagaimana manajemen supervisi
kepala sekolah terhadap guru pada proses pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah
Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi. Menurut Denzin dan Lincoln penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan
berbagai metode yang ada seperti : wawancara, pengamatan dan pemanfaatan
dokumen.[79]
Sedangkan menurut Sugiyono
metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purpose dan snowball,
tekhnik pengumpulan data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.[80]
Penelitian
ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan
Kabupaten Muaro Jambi. Dengan memfokuskan pada manajemen supervisi kepala
sekolah terhadap guru pada proses pembelajaran. Penelitian ini berbentuk
deskriptif kualitatif yang dilihat melalui sudut pandang pendidikan dan
memaparkan temuan apa adanya dilapangan. Sedangkan instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.
B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian
1.
Situasi Sosial
Situasi
sosial dalam penelitian adalah situasi yang terdiri dari tiga elemen yaitu :
tempat (place), pelaku (actors),dan aktivitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis.[81]
Penelitian ini dilakukan pada Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan
Sekernan Kabupaten Muaro Jambi. Pemilihan tempat ini didasarkan atas pertimbangan
: pertama, peneliti ingin mengetahui bagaimana manajemen supervisi kepala
sekolah dalam meningkatkan
profesionalisme guru, kedua, ingin mengetahui bagaimana supervisi yang
dilaksanakan berorientasi kepada perbaikan sehingga guru lebih profesional didalam
melaksanakan tugas mengajarnya.
2.
Subjek Penelitian
Subjek
penelitian meliputi aspek-aspek yang terkait dengan manajemen yang dilakukan
kepala sekolah didalam melaksanakan supervisi terhadap guru pada proses
pembelajaran. Untuk mendapatkan data yang benar dan dapat dipertanggung
jawabkan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, sebagai subjek penelitian
adalah : kepala sekolah satu orang yang ditetapkan sebagai informan kunci (key
informan), beberapa guru dan pegawai lainnya serta sekelompok siswa yang digunakan sebagai
informasi tambahan. Sampel dalam penelitian kualitatif ini adalah siswa, karena
dalam situasi sosial tertentu siswa dianggap dapat memberikan informasi yang
akurat dan terpecaya mengenai manajemen supervisi yang dilakukan kepala sekolah
terhadap guru pada proses pembelajaran.
Tekhnik
pengambilan sampel yang digunakan peneliti di Madrasah Tsanawiyah Negeri
Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi adalah snowball sampling yakni
tekhnik pengambilan sampel sumber data yang pada awal jumlahnya sedikit,
lama-lama menjadi besar. Hal ini
dilakukan karena dari jumlah
sumber data yang sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang lengkap,
maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data, seperti
bola salju yang menggelinding, lama-lama menjadi besar.[82]
C. Jenis dan Sumber Data
1.
Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini :
a.
Data primer : yaitu data
yang merupakan informasi yang dikumpulkan langsung dari sumber. Data primer di
sini adalah data yang menyangkut persoalan yang dihadapi dan diperoleh langsung
dari sumbernya, yakni:
1)
Manajemen kepala sekolah
dalam melaksanakan supervisi dalam meningkatkan profesionalisme guru di
Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
2)
faktor penghambat yang
dihadapi kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan
Kabupaten Muaro Jambi didalam melaksanakan supervisi dalam meningkatkan profesionalisme
guru diMadrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro
Jambi.
3)
Untuk mengetahui bagaimana
upaya yang dilakukan kepala Madrasah Tsaniwah Negeri Berembang didalam
mengatasi kesulitan atau hambatan dalam pelaksanaan supervisi, agar diketahui
kekurangan-kekurangan serta hambatan-hambatan pelaksanaan supervisi akademik
guna perbaikan dalam meningkatkan profesionalisme Guru.
b. Data Sekunder : Data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh
peneliti dari sumber-sumber yang ada. Data sekunder disebut juga data tersedia,
atau sumber tertulis.[83]
Data dalam hal ini berupa dokumen-dokumen yang ditemukan pada lokasi
penelitian, seperti : sejaran dan geografis, buku, majalah ilmiah, dokumen
pribadi, dokumen resmi sekolah, arsip, dan lain-lain. Data ini berguna untuk
melengkapi data primer.
2.
Sumber Data
Sumber data
adalah subjek dari mana data diperoleh.[84]
Jadi sumber data ini menunjukkan asal informasi. Data ini harus diperoleh dari
sumber data yang tepat, jika sumber data tidak tepat, maka mengakibatkan data
yang terkumpul tidak relevan dengan
masalah yang diteliti.
Adapun yang menjadi sumber data dalam
penelitian ini adalah :
1.
Sumber data manusia/orang :
yaitu kepala sekolah, para guru dan peserta didik (siswa)
2.
Sumber data berupa dokumen,
yaitu : semua dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini.
3. Sumber data berupa peristiwa atau suasana, yaitu perencanaan, ,
pelaksanaan dan penilaiaan pengawasan (supervisi), dan suasana proses
pembelajaran ketika terjadi supervisi oleh kepala sekolah.
D.
Teknik Pengumpulan
Data
Dalam
penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi
yang alamiah), sumber data primer dan tekhnik pengumpulan data lebih banyak
pada observasi berperan serta (participan observation), wawancara
mendalam (in depth interview) dan dokumentasi. Catherine Marshall,
Gretchen B. Rossman, menyatakan bahwa “the pundamental methods relied on by
qualitative researchers for gathering information are participation in the
setting, direct observation, in depth interviewing, document review”.[85]
Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan metode-metode sebagai berikut
:
1.
Metode Observasi
Observasi
atau pengamatan dapat diartikan secara luas dan sempit. Secara luas berarti
setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran. Sedangkan secara sempit observasi
diartikan pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan
pertanyaan-pertanyaan.[86]
Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Sanafiah Faisal, mengklasifikasikan observasi menjadi 3
bagian :
a)
Observasi partisipatif
Dalam
observasi partisipatif (Participant Observation), penelitian terlibat
dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian. Sambil
melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber
data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisifatif ini, maka
data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada
tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak.
b) Observasi Terus Terang dan Tersamar
Observasi
Terus Terang dan Tersamar (Overt Observation and Covert Observation)
dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus
terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Jadi mereka
yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peniliti.
Tetapi dalam suatu saat peneliti juga tidak terus terang atau tersamar dalam
obervasi, hal ini untuk menghindari kalau suatu data yang dicari merupakan data
yang masih dirahasiakan. Kemungkinan kalau dilakukan dengan terus terang, maka
peneliti tidak akan diijinkan untuk melakukan observasi.
c)
Observasi Tak Berstruktur
Observasi tidak terstruktur (Unstructured Observation) adalah
observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan di
observasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang
apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan
instrumen yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan.[87]
Metode observasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif, agar peneliti
dengan mudah mengamati bagaimana perilaku dan kinerja kepala sekolah dalam
melakukan fungsi manajemen dalam melaksanakan pengawasan (supervisi) kepada
guru-guru, perilaku dan kinerja para guru kepada peserta didiknya dalam
pembelajaran, bagaimana semangat belajar murid, bagaimana hubungan guru dengan
guru, keluhan-keluhan mereka dalam menjalankan profesinya yang berlangsung di
Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
2.
Metode Wawancara
Wawancara
merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau
keterangan yang diperoleh sebelumnya. Tekhnik wawancara yang digunakan dalam
penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in-depth
interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan
atau orang yang di wawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang
relatif lama.
Wawancara (interview)
adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh
pewawancara (pengumpul data) kepada responden dan jawaban-jawaban responden
dicatat atau direkam dengan alat perekam (type recorder).[88]
Menurut Lexy J. Moleong wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu,
percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu. [89]
Wawancara dilakukan dalam suasana
informal, terbuka dan penuh kekeluargaan. Oleh sebab itu, pengguna alat perekam
atau tape recorder tidak digunakan. Dengan demikian dalam melakukan wawancara
peneliti lebih banyak menggunakan catatan-catatan. Kemudian catatan tadi
disempurnakan untuk menghindari kelupaan.
3.
Metode Dokumentasi
Sejumlah
besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian
besar data yang tersedian adalah bentuk surat-surat, catatan harian,
cenderamata, laporan, artefak, foto, dan sebagainya. Sifat utama data ini tak
terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk
mengetahui hal-hal yang pernah terjadi diwaktu silam. Secara detail bahan
dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu otobiografi, surat-surat pribadi, buku
atau catatan harian, memorial, klipping, dokumen pemerintah atau swasta, data
diservar dan flashdisk, data tersimpan di website, dan lain-lain.
Metode
pengumpulan data dengan dokumentasi adalah pengambilan data yang di peroleh
melalui dokumen-dokumen.[90]
Dokumen dapat dibedakan menjadi : (1) Dokumen primer, jika dokumen ini ditulis
oleh orang yang langsung mengalami suatu peristiwa, contoh : otobiografi. (2)
Dokumen sekunder, jika peristiwa dilaporkan kepada orang lain yang selanjutnya
ditulis oleh orang ini (si peneliti). Contoh : biografi seseorang.[91]
Metode
dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk melihat data tentang sejarah
dan geografis, struktur organisasi, keadaan pengawas internal (kepala sekolah)
dan keadaan guru serta siswa (peserta didik) di Madrasah Tsanawiyah Negeri Berembang
Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
E.
Tekhnik Analisis
Data
Analisis data data adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain.[92]
Peneliti melakukan analisis data
untuk mempertajam keabsahan data, dilakukan penyusunan data yaitu dengan
penyusunan kata-kata hasil observasi, hasil wawancara dan dokumen-dokumen
berdasarkan kategorisasi yang sesuai dengan masalah penelitian. Berdasarkan
data yang diperoleh, dikembangkan penajaman data melalui penelusuran dan
pencarian data selanjutnya. Peneliti mencatat data apa adanya, tanpa memberikan
intervensi dari teori yang terbaca atau paradigma yang dimiliki peneliti selama
ini. Namun tetap berusaha untuk mencari makna inti dari berbagai perilaku dan
perbuatan yang tampak. Hal ini dilakukan untuk memahami perilaku terserbut
dalam konteks yang lebih luas. Pada analisis melalui interpretasi pada data
secara keseluruhan berarti bahwa berdasarkan kategorisasi akan dicari maknanya,
sehingga data tidak hanya dideskripsikan saja, akan tetapi juga ditafsirkan.
Untuk selanjutnya peneliti juga
mengacu pada konsep Miles dan Haberman yang dikutip oleh Sugiyono yakni model
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis data
mengalir (flow model analysis),bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data yang dimaksud adalah :
1.
Reduksi Data (Data
Reduction)
Data yang
ditemukan di lapangan oleh peneliti cukup banyak, kompleks dan rumit, maka
peneliti menggunakan reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, di cari tema dan
polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti
untuk pengumpulan data selanjutnya.
2.
Penyajian Data (Data
Display)
Dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori atau yang paling sering digunakan
adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan demikian akan mempermudah
untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa
yang telah dipahami.
3.
Conclusion
drawing/verification
Analisis
yang ketiga ini disebut penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal
yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Tetapi bila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel.[93]
Banyaknya data yang didapat dari
penelitian lapangan mengenai manajemen supervisi kepala sekolah terhadap guru
pada proses pembelajaran di Madrasah
Tsaniwiyah Negeri Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi akan
direduksi dengan cara mengkategorikan atau mengklasifikasikannya kedalam
unit-unit penelitian sesuai dengan fokusnya masing-masing. Data-data yang telah
masuk kedalam masing-masing kategorinya itu merupakan sajian data agar peneliti
mendapatkan gambaran dari data yang telah diperoleh serta hubungannya dengan
fokus penelitian.
F. Uji Keterpercayaan Data
Untuk menetapkan keterpercayaan (trustworthinnes) data,
tentunya diperlukan tekhnik pemeriksaan yang didasarkan atas sejumlah kriteria
terentu. Sebagaimana diketahui dalam penelitan kualitatif, seorang peneliti
menggunakan tekhnik untuk keabsahan data dan keterpercayaan data dilakukan
teknik perpanjangan keikutsertaan, kecermatan pengamatan, triangulasi dan
diskusi sejawat.
1. Perpanjangan Keikutsertaan. Perpanjangan keikutsertaan berarti
peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data
tercapai. Perpanjangan keikutsertaan yang menuntut peneliti agar terjun
kelokasi dan dalam waktu yang cukup panjang guna mendeteksi dan memperhitungkan
distorsi yang mungkin mengotori data. [94]
2. Ketekunan Pengamatan. Ketekunan pengamatan berarti melakukan
pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka
kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan
sistematis. [95] Menurut
Tohirin ketekunan pengamatan yaitu mencari secara konsisten interpretasi dengan
berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif.[96]
3. Triangulasi. Triangulasi adalah tekhnik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.[97]
Triangulasi data adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai
cara dan berbagai waktu.
4. Triangulasi Sumber. Triangulasi sumber untuk menguji
kredibilitas data dilakukan dengan mengecek data yang telah diperoleh melalui
beberapa sumber. Dalam penelitian ini penulis menggunakan triangulasi sumber
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Tekhnik
yang dilakukan adalah membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara
yang dilakukan dengan kepala sekolah dengan data yang diperoleh dari hasil
wawancara silang yang dilakukan terhadap guru-guru dan siswa kemudian membandingkan
dengan observasi dan dokumen sekolah.
5. Triangulasi Tekhnik. Triangulasi tekhnik untuk menguji
kredibilitas data dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan
tekhnik yang berbeda.
6. Triangulasi Waktu. Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas
data. Data yang dikumpulkan dengan tekhnik wawancara di pagi hari pada saat
narasumber masih segar, belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih
valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu perlu dilakukan pengecekan dengan
wawancara dan observasi atau tekhnik lain dalam waktu atau situasi yang
berbeda.[98]
7.
Diskusi sejawat. Teknik ini
dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil yang diperoleh
dalam bentuk diskusi dengan rekan sejawat. [99]
G.
Rencana dan Waktu
Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan. Penelitian
dilakukan dengan pembuatan proposal, kemudian dilanjutkan dengan perbaikan
hasil seminar. Setelah pengesahan judul dan izin riset, maka penulis mengadakan
pengumpulan data, verifikasi dan analisis data dalam waktu yang berurutan.
Hasilnya penulis melakukan konsultasi dengan pembimbing sebelum diajukan kepada
sidang munaqasah. Hasil sidang munaqasah dilanjutkan dengan perbaikan dan
penggandaan laporan penelitian tesis. Adapun jadwal kegiatan dapat dilihat pada
tabel berikut :
NO
|
KEGIATAN
|
|
BULAN
|
||||||||||||||||||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
||||||||||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||||||||||||||
1
|
Penulisan draf proposal
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
2
|
Konsultasi dengan ketua prodi/ lainnya
untuk fokus penelitian
|
|
√
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
3
|
Revisi draf proposal
|
|
|
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
4
|
Proses ujian proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
5
|
Revisi draf proposal setelah ujian
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
6
|
Konsultasi dengan pembimbing
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
7
|
Koleksi data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
8
|
Analisis dan penulisan draf awal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
9
|
Draf awal dibaca pembimbing
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
10
|
Revisi draf awal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
11
|
Draf dua dibaca pembimbing
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
12
|
Revisi draf dua
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
13
|
Draf dua revisi
dibaca pembimbing
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
14
|
Penulisan draf akhir
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
15
|
Draf akhir dibaca pembimbing
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
16
|
Ujian tahap awal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|||
17
|
Revisi setelah ujian tahap awal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|
|||
18
|
Ujian Munaqasah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|
|||
19
|
Revisi setelah ujian Manaqasah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
|
|
|
|||
20
|
Mengikuti Wisuda
|
|
√
|
||||||||||||||||||||||||||||||
[2]
E. Mulyasa, Menjadi Kepala
Sekolah Profesional dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK, (Bandung :
Remaja Remaja Rosdakarya, 2003).hal. 24
[3]
Syaiful Sagala, Supervisi
Pembelajaran :Dalam Profesi Pendidikan (Bandung : Alfabeta, 2012), hal. 134
[4]
Amirudin Siahaan, Asli Rambe dan
Mahidin, Manajemen Pengawas Pendidikan, (Ciputat : Quantum Teaching
Press Group, 2006), hal. 13
[5]
Badrudin, Dasar-dasar Manajemen (
Bandung : Alfabeta, 2013 ), hal. 1. Lihat juga John M. Echols dan Hassan
Shadily, Kamus Inggris Indonesia (An English-Indonesian Dictionary) (Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal. 372
[6]
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan
Islam ; Konsep, Strategi, dan Aplikasi (Yogyakarta : Teras, 2009), hal.13
[7]
Oemar Hamalik, Manajemen
Pengembangan Kurikulum (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 78-79
[8]
Martinis Yamin dan Maisah, Manajemen
Pembelajaran Kelas, (Jakarta : Gaung Persada, 2009), hal.1
[9] Lias Hasibuan, Melejitkan Mutu
Pendidikan :Refleksi, Relevansi dan Rekonstruksi Kurikulum, ( Jambi : Sapa
Project, 2008), hal. 1
[10] Ibid, hal.2
[11] Ibid, hal. 3-4
[13] Sullivan dan Glanz, J. Supervision that improves teaching:
Strategies and teachniques (2nded). Thousand Oaks, (California: Corwin
Press. 2005), hal.27
[14] Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, (Jakarta:
Gaung Persada, 2009),.hal.42
[15] Dadang Suhardan. Supervisi
profesional: Layanan dalam meningkatkan mutu pembelajaran di era otonomi
daerah. (Bandung: Alfabeta. 2010), hal. 45
[16] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar
Supervisi, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hal.4
[17] E. Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan
Kepala Sekolah, (Jakarta : Bumi Aksara, 2013), hal.239
[18] Abd. Kadim Masaong, Supervisi
Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru. (Bandung : Alfabeta, 2013),
hal.3
[19] Piet A. Sahertian. Konsep Dasar dan Teknik
Supervisi Pendidikan, dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia.
(Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 25-26.
[20] Jagannath Mohanty. Educational
Administration, Supervision and School Management. 2nd Revised
& Enlarged Edition. (India: Mayur Enterprises, 2005), hal. 289
[21] Nur Aedi, Pengawasan Pendidikan :
Tijauan Teori dan Praktik ( Jakarta : Rajawali Pers, 2014), hal. 22-23
[22] Amiruddin Siahaan, Op.Cit, hal.16
[23] Mukhtar dan Iskandar, Op.Cit., hal.57
[24] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional
Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung : Alfabeta, 2011),Hal. 210
[25] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala
Sekolah : Tinjauan Teoritik dan Permasalahanya, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2013), hal. 83
[26] Abdullah Munir, Menjadi Kepala Sekolah
Efektif,(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal.7
[27] Mulyono, Manajemen Administrasi &
Organisasi Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 149
[28] Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an
dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2005),hal.492
[30] Wahyudi, Peran Kepala Sekolah dalam
Organisasi Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2009), hal.148
[31] E, Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah
Profesional, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013), hal.98-99
[32] Ibid., hal.103
[33] Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen
Sekolah (Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik) (Jakarta : Bumi Aksara,
2006), hal.96-97
[34] Ibid., hal.107
[35] Imam Musbikin. Menjadi Kepala Sekolah
Yang Hebat, (Pekanbaru : Zanafa Publishing, 2013), hal.111-112
[36] Ibid..,hal. 112
[37] Prim Masrokan Mutohar, Manajemen Mutu
Sekolah : Strategi Peningkatan Mutu dan Daya Saing Lembaga Pendidikan Islam, (Jogjakarta
: Ar-Ruzz Media, 2013), hal.246-247
[39] E, Mulyasa, Op.Cit., hal.115
[40] Prim Masrokan Mutohar, Op.Cit.,hal.
241
[41] Kim Marshall,Rethinking Teacher
Supervision and Evaluation, How Work Smart, Build Colaboration An Close The
Achievement GAP (US:2009),hal.189
[42] Ibid., hal.184-185
[45] Ibid.
[46] Udin Syaefudin Saud, Pengembangan
Profesi Guru (Bandung : Alfabeta, 2013), hal. 30
[47] Kadar M, Tafsir Tarbawi : Pesan-pesan
Al-Qur’an Tentang Pendidikan (Jakarta : Amzah, 2013), hal.62-63
[48] Ibid, hal. 65
[49] Kunandar, Guru Profesional Implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru (Jakarta
: Raja Grafindo Persada, 2007),hal. 51-52
[50] Ibid.
[51] Abd Kasim Masaong, Op.Cit, hal.103
[54] Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan: Problema,
Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal.
69
[56] Imam Wahyudi, Panduan Lengkap Uji Sertifikasi Guru,
(Jakarta: Prestasi Pustakatya, 2012), hal.25
[60] Marselus, Sertifikasi Profesi Guru
(Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinnya), (Jakarta : Indeks,
2011), hal.6
[61] Ibid, hal.6-7
[62] Ibid, hal.8
[63] Sudarwan Danim, Op.Cit. hal.
92
[64] Suyanto, Bagaimana Menjadi Calon Guru
dan Guru Profesional, (Yogyakarta : Multi Pressindo, 2012), hal.
[65] Sulthon Masyhud, Manajemen Profesi
Kependidikan, (Yogyakarta : Kurnia Kalam Semesta, 2014), hal. 21-22
[66] Udin Syaefudin, Pengembangan
Profesi Guru, Op.Cit. hal.55-56
[67] Suyanto, Bagaimana Menjadi Calon Guru
dan Guru Profesional, (Yogyakarta : Multi Pressindo, 2012), hal. 7-8
[68] Ibrahim Bafadal, Peningkatan
Profesionalisme Guru Sekolah Dasar (Dalam Kerangkan Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah), ( Jakarta : Bumi Aksara, 2013 ), hal. 5
[72] Wahjosumidjo, Op.Cit, hal. 206
[74] Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran
dalam Profesi Pendidikan Op.Cit, hal.95
[75] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar
Supervisi, Op.Cit, hal.14
[76] Husaini Usman, Manajemen:
Teori Praktik & Riset pendidikan (edisi kedua) ( Jakarta: Bumi
Aksara.2008), hal.12
[77] Mustaqim, Supervisi Pendidikan Agama
Islam : Suatu Model Penelitian Multivariat ( Semarang : Rasail Media Group,
2012), hal. 5
[78] Mukhtar dan Iskandar, Op.Cit., hal.57
[79] Lexy J Moleong, Metode Penelitian
Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008),hal.5
[80] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung : Alfabeta,
2011),hal.15
[81] Sugiyono, Memahami Penelitian
Kualitatif,(Bandung : Alfabeta, 2013), hal.49
[82] Ibid, hal.300
[83] M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Metodologi
Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Gralia Indonesia, 2002), hal.82
[84] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Renika Cipta, 2002), hal.107
[85] Sugiyono, Op.Cit.,hal. 63
[86] Irawan Soehartono, Metodologi
Penelitian Sosial, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008), hal.69-70
[87] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan
(pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D), (Bandung : Alfabeta,
2011), hal.310-313
[88] Ibid, hal.67-68
[90] Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian
Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya,
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), hal.84
[91] Irawan Soehartono, Metode Penelitian
Sosial, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008), hal.70-71
[92] Lexy J. Moleong, Op.Cit., hal.248
[93] Sugiyono, Op.Cit., hal.337-345
[94] Lexy J. Moleong, Op.Cit.,hal.
327-328
[95] Sugiyono, Op.Cit., hal.124
[96] Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif
Dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling, (Jakarta : Rajawali Pers, 2013),
hal.72
[97] Lexy J. Moleong, Op.Cit., hal.330-331
[98] Sugiyono, Op.Cit.,hal. 127
[99] Lexy J. Moleong, Loc.Cit., hal.332
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.Undang-Undang
Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Sinar Grafika, 2007.
Anonim.
Undang-undang guru dan dosen. Bandung
: Fokus Media , 2011.
Anonim, Departemen
Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Diponegoro,
2005
Aedi, Nur. Pengawasan
Pendidikan : Tijauan Teori dan Praktik. Jakarta : Rajawali Pers, 2014.
Arikunto, Suharsimi.
Dasar-dasar Supervisi. Jakarta : Rineka Cipta, 2004.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Renika Cipta, 2002.
Akdon. Strategic
Management For Educational Management. Bandung
: Alfabeta, 2012.
Bafadal, Ibrahim.
Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar (Dalam Kerangkan Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah). ( Jakarta : Bumi Aksara, 2013 ).
Badrudin, Dasar-dasar
Manajemen. Bandung : Alfabeta, 2013.
Budin,
Hera. Admistrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Danim, Sudarwan.
Visi Baru Manajemen Sekolah (Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik). Jakarta
: Bumi Aksara, 2006.
Engkoswara, dan
Aan Komariah. Administrasi
pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2010.
Fatah, Nanang. Landasan
manajemen pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya, 2004.
Fathurrohman, Pupuh. Strategi
Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung :
Refika Aditama, 2007.
Gordon, Glickman, dan Ross Gordon, Supervision
and instructional leadership: A developmental
approach (7thed). Boston, MA:
Pearson Education., 2007.
Glanz, J, dan Sullivan. Supervision that
improves teaching: Strategies and teachniques (2nded). Thousand Oaks. California:
Corwin Press. 2005.
Hasan, M. Iqbal. Pokok-pokok
Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Gralia Indonesia, 2002.
Hamalik, Oemar.
Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012.
Hasibuan, Lias.
Melejitkan Mutu Pendidikan :Refleksi, Relevansi dan Rekonstruksi Kurikulum.
Jambi : Sapa Project, 2008.
Mulyasa, E. Menjadi
Kepala Sekolah Profesional dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung
: Remaja Remaja Rosdakarya, 2003.
Masyhud,Sulthon. Manajemen Profesi
Kependidikan, Yogyakarta : Kurnia Kalam Semesta, 2014.
Marselus. Sertifikasi
Profesi Guru (Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinnya). Jakarta :
Indeks, 2011.
Yamin, Martinis,
dan Maisah. Manajemen Pembelajaran Kelas, Jakarta : Gaung Persada, 2009.
Rochaety, Eti, dkk.
Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara, 2009.
Mukhtar, dan Iskandar. Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. Jakarta:
Gaung Persada, 2009.
Mulyasa, E. Manajemen
dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara, 2013.
Siahaan,
Amirudin, Asli Rambe dan Mahidin. Manajemen Pengawas Pendidikan. Ciputat
: Quantum Teaching Press Group, 2006.
Suhardan, Dadang. Supervisi profesional:
Layanan dalam meningkatkan mutu pembelajaran di era otonomi daerah. Bandung: Alfabeta. 2010.
Sagala, Syaiful.
Supervisi Pembelajaran :Dalam Profesi Pendidikan. Bandung : Alfabeta,
2012.
Sulistyorini. Manajemen
Pendidikan Islam ; Konsep, Strategi, dan Aplikasi. Yogyakarta : Teras, 2009.
Suyanto. Bagaimana Menjadi Calon
Guru dan Guru Profesional. Yogyakarta : Multi Pressindo, 2012.
Mohanty, Jagannath.
Educational Administration, Supervision and School Management. 2nd Revised
& Enlarged Edition. India: Mayur
Enterprises, 2005.
Masaong, Abd.
Kadim Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru. Bandung : Alfabeta, 2013.
Sahertian, Piet
A. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, dalam Rangka Pengembangan
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Sagala, Syaiful.
Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan Bandung : Alfabeta,
2011.
Wahjosumidjo, Kepemimpinan
Kepala Sekolah : Tinjauan Teoritik dan Permasalahanya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
Munir, Abdullah.
Menjadi Kepala Sekolah Efektif. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2008.
Mulyana, Deddy. Metodologi
Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya.
Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004.
Tohirin. Metode Penelitian
Kualitatif Dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling. Jakarta : Rajawali
Pers, 2013.
Mulyono. Manajemen
Administrasi & Organisasi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
Wahyudi. Peran
Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajaran. Bandung : Alfabeta, 2009.
Mulyasa, E. Menjadi
Kepala Sekolah Profesiona. Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2013.
Musbikin, Imam.
Menjadi Kepala Sekolah Yang Hebat. Pekanbaru : Zanafa Publishing, 2013.
Masrokan, Prim
Mutohar, Manajemen Mutu Sekolah : Strategi Peningkatan Mutu dan Daya Saing
Lembaga Pendidikan Islam. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2013.
Marshall, Kim. Rethinking Teacher
Supervision and Evaluation, How Work Smart, Build Colaboration An Close The
Achievement. US : GAP. 2009.
Syaefudin, Udin Saud. Pengembangan Profesi Guru. Bandung :
Alfabeta, 2013.
Yusuf, M. Kadar. Tafsir Tarbawi :
Pesan-pesan Al-Qur’an Tentang Pendidikan. Jakarta : Amzah, 2013.
Kunandar. Guru Profesional Implementasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta
: Raja Grafindo Persada, 2007.
Mulyasa, E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Uno, Hamzah B. Profesi Kependidikan: Problema,
Solusi, dan Reformasi Pendidikan di
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara,
2008.
Wahyudi, Imam. Panduan Lengkap Uji Sertifikasi Guru. Jakarta
: Prestasi Pustakatya, 2012.
Syaefudin, Udin Sa’ud, Inovasi
Pendidikan. Bandung : Alfabeta, 2013.
Uno, Hamzah B. Perencanaan
Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara,
2007.
Mulyasa, E. Pengembangan dan
Implementasi Kurikulum 2013. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013.
Komariah, Aan, dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta : Bumi Aksara, 2008.
Yamin, Martinis, dan Maisah. Orientasi
Baru Ilmu Pendidikan. Jakarta : Referensi, 2012.
Usman, Husaini.
Manajemen: Teori Praktik & Riset pendidikan (edisi kedua). Jakarta :
Bumi Aksara, 2008.
Mustaqim. Supervisi Pendidikan
Agama Islam : Suatu Model Penelitian Multivariat. Semarang : Rasail Media Group, 2012.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya,
2008.
Sugiyono. Metode Penelitian
Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta, 2011.
Sugiyono. Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung : Alfabeta, 2013.
Soehartono, Irawan. Metodologi
Penelitian Sosial. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008.
Sugiyono, Metode Penelitian
Pendidikan (pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung : Alfabeta, 2011.
Soehartono, Irawan. Metode
Penelitian Sosial. Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2008.